Lihatlah betapa menjijikkan kami untukmu
Bergumul dengan debu dan asap kendaraan
Mencari keadilan kehidupan yang terabaikan
Duka terbawa hingga detik tengah malamÂ
Mengais sisa harapan kaum jutawan
Menatap kosong lembaran garis ketakutan
Ambisi yang merengkuh nasib termarginalkan
Wajah suram di sudut emperan bangunan
Jejak yang membekas terhimpit angkuhnya kota
Hawa dingin tiada dirasa sebatas melepas lelah
Di pinggir emperan yang menjadi sorotan
Lampu jalanan menerangi lorong kegelapan
Bocah kecil dalam dekapan lusuhnya kehangatan
Menelan tegukan air yang masuk kerongkongan
Dari genggaman jemari ibu menahan kelaparan
Duduk bersandar pada tembok kegelisahan
Gelap malam tak lagi menjadi penghalangÂ
Meratap sepi di antara emperan yang kotorÂ
Tiada peduli meskipun sekadar sesuap nasi
Seakan hidup hanya bersahabat pada mimpi
Kulit merekah gatal, tubuh pun menjadi kumal
Tertidur pulas di atas trotoar yang mengaspal
Sentuhan kelembutan seperti garis kerinduan
Bocah kecil terbaring di emperan termarginalkan
17 Oktober 2020
(Ali Kusas)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H