Setelah aku menenangkan diri, masing-masing kami menceritakan penyebab mengapa sampai dititipkan di panti jompo ini. Aku mendengarkan secara saksama cerita kedua perempuan tua yang kini menjadi teman bagiku. Sungguh miris nasib Mak Ijah, anaknya tewas saat kembali dari mengantarkannya ke panti jompo. Bagiku cerita Mak Ijah menjadi bukti bahwa Sang Pemilik Raga tidak meridhai anak-anak yang tidak berbakti kepada orangtuanya.
Sedangkan Nek Ifah, harus menikmati masa tuanya tanpa perhatian anak-anaknya sehingga tidak ada waktu untuk mengurus dirinya. Akhirnya panti jompolah tempat mengisi masa tuanya. Ketika aku menceritakan penyebab hingga sampai ke panti jompo ini, kedua perempuan tua itu pun kembali menenangkan diriku. Mereka berusaha untuk menguatkan hatiku dan tetap tegar menghadapi cobaan ini.
Aku pun melalui hari-hariku di panti jompo ini. Bertahun-tahun aku berada di panti jompo ini hingga usiaku semakin renta. Aku mendengar kabar anak dan menantuku kini berada di rumah sakit jiwa. Mereka harus memetik perbuatan yang telah mereka lakukan padaku. Menantu dan anak laki-lakiku harus kehilangan kedua putranya karena tenggelam di danau ketika sedang berliburan. Mereka depresi sehingga harus berada di tempat yang lebih rendah dari tempatku dititipkan.
Aku hanya merasa sedih mendengar kondisi anak dan menantuku saat ini. Walaupun yang mereka telah lakukan kepada diriku tidak menjadikan aku manusia pendendam. Aku akan tetap memaafkan kesalahan dan kekhilafan mereka, sekalipun air susu tertumpah oleh air tuba.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H