Probolinggo - Gema semangat dan kehangatan terasa kental di GOR Damanhuri Romly, Jumat (3/1). Ratusan para pendekar Pagar Nusa Komisariat Pesantren Zainul Hasan Genggong berbaur dalam perayaan Hari Lahir (Harlah) Pagar Nusa ke-39. Acara yang sarat nuansa tradisi dan semangat pengabdian ini dihadiri oleh Gus dr. Mohammad Haris Damanhuri Romly, M.Kes., KH Muhammad Hasan Maulana, serta Nun Ahsan Abdillah Wahid.
Dalam sambutannya, Gus Haris menyampaikan pesan dengan gayanya yang khas, ia membuka pidato dengan pantun yang membakar semangat para pendekar.
"Beli kasur berisi busa, belinya di Kota Surabaya.
Bersama seluruh kader Pagar Nusa, Indonesia akan kuat dan jaya!"
Seruan tersebut langsung disambut gemuruh tepuk tangan dari para hadirin yang menjawab dengan lantang, "SAE!"
Tak berhenti di situ, untuk mencairkan suasana, Gus Haris melanjutkan pantunnya.
"Beli busa di pasar Grati, Pagar Nusa memang selalu di hati!"
Ia pun melanjutkan dengan yel-yel yang semakin mengobarkan jiwa nasionalisme para pendekar.
"Siapa kita?" serunya lantang.
"Pagar Nusa! NKRI! Bela Kiai! Genggong!" jawab seluruh hadirin dengan penuh antusias.
Gus Haris menekankan pentingnya memahami sejarah Pagar Nusa. Ia menegaskan bahwa organisasi ini bukan sekadar tempat belajar bela diri, tetapi juga benteng penjaga akidah ahlus sunnah wal jamaah dan nilai-nilai Nahdlatul Ulama (NU).
"Pagar itu artinya adalah pagar atau penjaga ajaran ahlus sunnah wal jamaah dan ajaran-ajaran NU, Nusa itu artinya bangsa Indonesia Menjaga negara kita," jelasnya.
Di tengah sambutannya, Gus Haris menguji pengetahuan para santri dengan pertanyaan seputar pendiri dan tahun berdirinya Pagar Nusa.
"Ada yang tahu kapan Pagar Nusa berdiri?" tanyanya.
Seorang santri bernama Ahmad Imam Al-Fahmi maju dengan penuh percaya diri.
"3 Januari 1986 di Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri," jawab Fahmi dengan tepat.
Gus Haris pun memberikan hadiah sebagai bentuk apresiasi. Ia menegaskan bahwa setiap pendekar harus memahami sejarah organisasinya.
"Pendiri Pagar Nusa, KH Abdullah Maksum Jauhari, adalah guru besar yang harus selalu kita ingat. Kalau kalian tidak tahu siapa pendirinya, bagaimana bisa mengirimkan Al Fatihah?" katanya.
Selain kemampuan bela diri, Gus Haris mengingatkan para santri untuk mengedepankan adab dan akhlak.
"Jangan hanya jago bertarung. Dahulukan adab sebelum ilmu. Pendekar sejati pantang menantang, tapi tak akan mundur ketika ditantang," tegasnya.
Ia juga mengajak para pendekar untuk terus menjaga nama baik pesantren di manapun berada.
"Jangan sampai ilmu silat kalian digunakan untuk hal-hal yang merugikan orang lain. Ingat, kalian adalah santri. Tugas kalian adalah menjaga para kiai, pesantren, dan negara," ujarnya.
Gus Haris berharap Pagar Nusa semakin berkembang di Kabupaten Probolinggo dan sekitarnya. Ia ingin tradisi bela diri di pesantren terus dilestarikan sebagai bagian dari identitas santri.
"Dulu, hampir semua santri pasti belajar silat. Mereka akan pulang ke kampung halaman, mengajar ngaji di mushola, sambil melatih silat. Tradisi ini harus kita hidupkan kembali," katanya.
Sebagai penutup, Gus Haris kembali menggemakan yel-yel yang membakar semangat.
"Siapa kita?"
"Pagar Nusa! NKRI! Bela Kiai! Genggong!" jawab para pendekar dengan lantang.
Acara Harlah Pagar Nusa ke-39 ini menjadi momentum penting untuk memperkuat nilai-nilai kebangsaan dan keagamaan di kalangan santri. Semoga ke depan, Pagar Nusa semakin jaya dan terus menjadi garda terdepan dalam menjaga NKRI, pesantren, dan para kiai.
"Alhamdulillah. Semoga kalian semua mendapatkan barokah ilmu, barokah guru, dan barokah kesehatan. Sukses dunia akhirat. Amin," tutup Gus Haris.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI