Mohon tunggu...
Ali Anshori
Ali Anshori Mohon Tunggu... Freelancer - Ali anshori

Bekerja apa saja yang penting halal. Hobi olahraga dan menulis tentunya

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Koran Daerah yang Sakit Kronis

4 Januari 2016   22:41 Diperbarui: 4 Januari 2016   23:21 7
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Media Cetak Yang Tergerus Zaman

Tadi sempat ngobrol-ngobrol dengan kawan seperjuangan (sesama jurnalis) di warung kopi mengenai nasib media mereka masing-masing. Sungguh obrolan ini menjadi cerita pahit untuk mengawali tahun 2016. Sebab beberapa rekan saya tidak tahu lagi nasib media mereka kedepan akan seperti apa. Apakah akan menyusul koran Sinar Harapan yang resmi tutup pada tahun 2016 atau bagaimana.

“Sejak Desember kemarin saya hanya tiga kali melihat koran saya, tidak tahu apakah memang hanya cetaknya tiga kali atau saya yang tidak melihat korannya,” kata kawan yang bekerja di sebuah koran lokal Kalbar.

Persoalan yang disampaikannya tadi sebenarnya bukan kali pertama. Beberapa waktu lalu dia juga pernah menyampaikan bahwa korannya sempat tidak cetak sampai beberapa pekan lamanya, namun kala itu alasan pihak perusahaan karena mesin cetaknya rusak. Ternyata benar beberapa pekan kemudian korannya cetak kembali.

Namun tak lama setelah masalah itu, dia justru mengeluh tidak lagi menerima gaji dalam beberapa bulan. Kali ini saya benar-benar sedih. Bagaimana coba dia bisa bertahan dengan kondisi seperti ini sementara pekerjaan tersebut sudah dijalaninya kurang lebih 5 tahun.

Pada saat itu diapun pasrah karena berbagai persoalan menimpa perusahaannya, dia cukup berbesar hati meskipun tidak menerima gaji tetap eksis mencari berita, “Yang penting koran tetap cetak”. Artinya dia masih bisa mencari penghasilan lain di luar gaji.

Saya juga bingung harus bagaimana menyikapinya, akhirnya saya mempunyai usul agar dia membuka media online, sebab jika melihat perkembangannya media online cukup potensial untuk digarap saat ini.

Usulan saya ini bukan tanpa alasan, beberapa rekan di daerah lain sudah melakukan langkah serupa. Mereka secara mandiri mengelola website untuk mengembangkan potensi yang mereka miliki. Dan alhamdulillah hasilnya cukup memuaskan.

“Saya juga sudah memikirkan masalah itu, namun sekarang yang menjadi persoalannya, kalau kita bukan online dan tidak mendapatkan apa-apa juga akan percuma, apalagi kondisi ekonomi saat ini sedang tidak stabil” katanya.

Ya memang tidak mudah untuk mendapat penghasilan dari media online, kuncinya harus sabar dan telaten. Sehingga online tersebut bisa berkembang. Jangankan yang baru buka, media online yang sudah ada sejak beberapa tahun saja belum tentu bisa mendapatkan keuntungan yang besar.

Untuk bisa menjadi media online yang besar seperti kompas.com memerlukan jangka waktu yang lama, tim yang solid dan finansial yang mumpuni. Kalau modalnya pas-pasan justru akan menimbulkan masalah di kemudian hari. Mungkin untuk buat websitenya mudah, namun mempertahankannya yang sulit.

Kalau untuk sosialisasi saya pikir tidak terlalu susah, apalagi sekarang sudah ada media sosial facebook, twitter, BBM dan lain sebagainya. Jika rajin-rajin share Insya Allah lama kelamaan website akan dikenal. Dan yang tak kalah penting adalah updet berita, dan tentu saja harus tampil beda supaya ada alternatif bagi kalangan pembaca. Kalau tidak ya website hanya akan seumur jagung bakar di tahun baru.

Ini merupakan langkah terbaik ketimbang tetap bertahan pada media cetak yang tidak lagi produktif. Jangankan koran yang sudah mengalami sakit kronis, yang sehat saja bisa terancam dengan maraknya media online, dan ini juga harus menjadi pertimbangan dalam mengambil keputusan.

Jika dulu media cetak harus berjuang melawan aturan-aturan yang ditetapkan oleh pemerintah yang berkuasa, sehingga ada yang mengalami mati suri karena pembredelan, maka kini media cetak harus berjuang melawan jaman yang serba online, serba cepat, serba video.

Lalu bagaimanakah kelangsungan hidup media cetak terutama majalah dan koran di masa depan? Mati atau akankah masih tetap hidup?

Secara umum, media cetak selain harus menghadapi media online, juga harus menghadapi persaingan ketat antar sesama penerbit, bersaing menguasai pasar dan kue iklan. Yang gulung tikar adalah majalah yang tidak memperoleh iklan dan pembaca yang memadai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun