Mohon tunggu...
Aliando Anes
Aliando Anes Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa STFT Widya Sasana Malang

Milenial Writer dan Calon Imam Keuskupan Palangka Raya

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Pulau Dewata, Melodi Hidup dan Panggilan

11 September 2021   08:29 Diperbarui: 11 September 2021   08:30 372
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Dokumentasi Pribadi

Tepat pada 15 Juni 2021 saya bersama Frater Ari dan rombongan para Frater keuskupan Denpasar pergi ke Bali. Liburan di bali merupakan mimpi saya sejak kecil. Mungkin karena seringnya mendengar atau menonton di televisi menyangkut keindahan wisata di Pulau ini. 

Tidak hanya itu melainkan juga karena ada turis-turis yang membuat saya bertanya bagaimana rupa manusia selain orang Indonesia. Kesan lain juga karena kegagalan mengikuti study tour ketika masa SMA. 

Harapan agar di Tahun Rohani juga bakal liburan di Bali. Tetapi lagi-lagi gagal. Akhirnya mimpi itu tercapai ketika saya sudah di seminari tinggi ini. Perjalanan yang kami lalui cukup menarik. Menggunakan Kereta-Kapal Ferry-Mini Bus-Mobil. Perjalanan panjang namun terasa sangat menyenangkan dan saya sungguh menikmatinya.

Ketika sampai di Pulau Bali, kesan pertama saya "Saya bukan saja berkeliling di Indonesia melainkan juga berselancar di seluruh belahan bumi ini." Bangunan yang unik nan kental akan warisan kebudayaan hindu, bentuk relief dan arsitektur, nilai-nilai kebudayaan hingga karya seni yang begitu mengagumkan. 

Rasa kagum ku membuat aku tak percaya bakal berada di pulau ini. Dalam rasa kagum dan skeptis ini tak henti-hentinya saya berkata dalam hati "Terima kasih Tuhan atas kesempatan indah ini" Bahkan sepanjang masa liburan ini saya selalu bertanya-tanya soal kearifan lokal kebudayaan Bali dan searching di internet soal tata krama yang harus saya lakukan di pulau ini. Dan, saya bersyukur karena saya boleh mengenal dan mengetahuinya.

Liburan di momen pertama ini bukan hanya sekedar liburan dan senang-senang. Ada satu poin yang juga berpengaruh dalam hidup panggilanku yakni berpastoral sederhana di Paroki Maria Bunda Segala Bangsa (MBSB) Nusa Dua. 

Berkat komunikasi yang baik bersama dengan Romo Rico dan Romo Adi perjalananku pun dimulai. Sambutan hangat dan penuh persaudaraan sebagai seseorang konfrater dalam menapaki panggilan Tuhan begitu mengobarkan semangatku.

Sabda Tuhan ini kiranya menyadarkan dan semakin menambah imanku persoalan "Hidup yang sehati dan sejiwa Gereja Perdana" Apakah hal ini karena identitasku sebagai calon imam? 

Dan, saya harus mengatakan "Yes". Liburanku akhirnya terasa sangat lengkap karena bukan hanya kesenangan duniawi saja yang saya peroleh melainkan hal yang Ilahi juga mengantar saya pada pelayanan bersama Tuhan bagi umat di paroki MBSB. Boleh saya katakan bahwa ini merupakan pengalaman pastoral pertama saya yang sungguh berkesan.

Selama liburan di Bali ada banyak hal yang saya lakukan yang terangkum dalam dua hal pokok. Pertama, Keliling Bali. Hampir seluruh kota dan tempat wisata saya lewati. 

Sekadar bereksplorasi sembari rekreasi singkat melepas lelah dan penatnya studi dan kegiatan di STFT dan STIG. Mengunjungi konfrater yang berasal dari keuskupan Denpasar, ziarah rohani di semua Gereja Katolik dan tempat ibadah antarumat beragama yang kental dengan inkulturasi kebudayaan dan tempat wisata di pulau Bali. 

Saya sendiri memaknainya sebagai bentuk sikap menjalin relasi dengan semua orang tanpa memandang perbedaan. Sikap toleransi yang begitu kuat meski banyak hal yang berbeda. Menjadi bentuk menghargai dan adaptasi dengan nilai kebudayaan orang lain. Indah dan penuh makna.

Kedua, Pelayanan Ilahi. Hal yang tidak kalah memikat hati adalah melayani umat di Paroki MBSB. Saya sangat bersyukur karena pembelajaran sederhana di seminari kiranya menambah laba dalam talentaku. 

Pelayanan dalam bentuk organis, koor saat misa penerimaan sakramen perkawinan, ibadat pemakaman, misa di lingkungan, memimpin lagu, menjadi lektor, melatih koor, terlibat dalam kegiatan OMK dan Sekami virtual dan banyak hal yang menyenangkan dalam pelayanan pada Tuhan dan sesama. Saya kemudian teringat akan sabda Yesus, "Juga di Kota-kota lain aku harus melayani karena untuk itulah aku diutus".

Ada hal paling berkesan, penuh keagungan, dan selalu menggetarkan hati saya yakni dipercayakan membagi Komuni. Pengalaman pertama penuh rahmat. Hal inilah yang paling menyentuh hati saya. 

Membagi komuni merupakan pengalaman pertama yang takkan saya lupakan. Yang hendak saya katakan melalui peristiwa ini adalah Tuhan hendak lebih mendekatkan saya dengannya. 

Kemendalaman relasi yang lebih dekat lagi. Saya sesungguhnya merasa tidak layak dan pantas melakukannya. Saya merasa masih sangat berdosa.

Oleh karena itu saya memaknainya sebagai jalan kemurnian hati, pikiran dan tindakan. Saya hendaknya semakin hidup suci dan pantas karena saya sudah bersentuhan langsung dan lebih dekat dengan Yesus. 

Itulah komitmenku. Setiap kali sesudah membagi komuni, hati saya selalu bergetar, ungkapan penuh kegembiraan dan semangat yang berkobar. Rasa minder saya selalu diteguhkan dengan sabda Tuhan, "Tuhan tidak memanggil orang yang sempurna tetapi menyempurnakan setiap orang yang dipanggil-Nya" serasa jatuh cinta pada pandangan pertama.

Berbagai pengalaman duniawi dan ilahi di atas semakin mengutakan, mengobarkan, memotivasi dan mendorong hidup panggilan saya. Saya semakin mencintai Tuhan dan ingin terus melangkahkan kaki saya menuju altar suci-Nya. 

Tuhan semakin mengajak saya bahwa tujuan saya hidup hanyalah untuk memuji, mengabdi dan memuliakan nama-Nya yang Kudus. Tuhan ingin saya melayani Dia dan sesamaku lebih mendalam, lebih setia dan lebih berkobar lagi. 

Bukan pertama-tama mencapai kesenangan diri, disanjung, diterima dan disenangi oleh umat. Tetapi mengejar nilai yang lebih yakni hidup Bersama-Nya dalam perkataan, pikiran dan perbuatan sebagaimana yang Yesus sendiri teladankan. Demi kemuliaan Tuhan dan keselamatan semua orang.

Oleh karena itu, melalui liburan di Bali ini dengan segala pengalaman jasmani dan rohani, saya akan terus berlangkah maju menapaki panggilan Tuhan ini. Saya sungguh yakin bahwa Tuhan memanggil saya menjadi imam, menjadi pekerja di kebun anggur-Nya. 

Atas keyakinan penuh rahmat ini maka saya ingin terus mencari, menemukan dan tinggal bersama-Nya dalam proses pembinaan formasi di seminari ini. 

Saya melihat masih banyak kekurangan, kerinduan, keluh kesah dan harapan umat yang digembalakan oleh seorang imam. Bukan hanya di keuskupan saya saja tetapi bahkan di seluruh ujung dunia.

Ada banyak hal kecil dan sederhana dalam pelayanan yang masih belum cukup saya miliki. Saya menyadari pun ketika liburan di Bali ini. Seiring dengan perkembangan zaman tingkat kekritisan umat dalam iman Katolik pun semakin tinggi. 

Banyak hal yang masih perlu saya pelajari dalam hubungan dengan pelayanan dan iman katolik. Maka, saya ingin semakin mendekatkan diri dengan Tuhan dalam pengetahuan dan tindakan yang melayani dengan penuh kasih akan Tuhan dan sesama. Tentunya dengan belajar dari hal kecil dan sederhana di tempat ini.

Dari pengalaman saya di atas, saya mau mengatakan bahwa Panggilan merupakan anugerah istimewa dari Tuhan. Panggilan menjadi seorang Imam/kaum religius adalah jembatan untuk menyatukan manusia dan Allah.

Ini adalah suatu anugerah yang terus dihidupi oleh calon imam. Bukan sekedar menikmati, memanfaatkan identitas, dan sebuah hidden agenda keduniawian. Melainkan suatu ketulusan dan kemurnian hati yang terus dimaknai sebagai jalan peziarahan bersama Tuhan.

Semoga Menginspirasi!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun