Mohon tunggu...
Ali Iskandar
Ali Iskandar Mohon Tunggu... Lainnya - Pelayan Maszawaibsos

Peminat Sosial Humaniora, tinggal di Lumajang.

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal

Perjuangan Warga Dusun Itu Tulus (Proses Pendirian Masjid)

17 Juli 2024   08:20 Diperbarui: 17 Juli 2024   08:34 8
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Halo Lokal. Sumber ilustrasi: PEXELS/Ahmad Syahrir

Masjid Annur. Ini yang menjadi pijak perjuangan warga Dusun Rowobaung Desa Pronojiwo Lumajang. "Masjid ini telah ada sekitar tahun 1989", tutur Pak Masduki. Beliau salah satu tokoh agama yang membauri masjid itu.  Sebagai pelaku sejarah beliau mengisahkan tentang pendirian masjid dan sekolah TK yang ada di dusunnya.

Memang tidak lepas dari keberadaan masjid. Meski keberadaan lembaga tersebut berbeda manajerial dan pengelolaan dengan masjid, spirit keberadaan masjid sebagai soko guru penjaga rohani umat Islam dusun setempat yang dihuni oleh beragam agama, menjadi catatan.

Apakah ada penceramah, motivator dari pihak luar dusun yang melecut semangat rohani warga dusun ?. Juga tidak. Warga dusun memiliki kesadaran rohani alami dari pendidikan internal keluarga, pendidikan alam dan kearifan lokal orangtuanya dulu sewaktu kecil. Plus .. sembari merajut hikmah kehidupan yang dijalaninya dalam mengarungi kehidupan selama ini.

Rowobaung adalah dusun terpencil di lereng gunung tertinggi Pulau Jawa, Semeru. Posisi dusun diapit oleh dua sungai yang menjadi aliran lahar Semeru ; Besuk Bang dan sungai Rowobaung. Terletak pada ketinggian 2.000 mdpl. Kontur tanah yang terus menanjak, diselingi turunan tajam berliku. Dengan sisi kiri kanan jalan perkebunan salak, pohon sengon, kopi dan pepohonan khas pegunungan lainnya. Mata pencaharian penduduk berkebun salak. Dihuni sekitar 6 00 KK.

Masjid Annur dibangun atas swadaya masyarakat setempat yang berkultur nahdiyyin. Mereka bahu-membahu membangun bangunan masjid hingga berdiri sebuah bangunan sederhana. Ragam keterbatasan yang dimiliki khususnya keterbatasan pendidikan warga dusun tidak menghalangi untuk tetap memiliki semangat membangun tempat ibadah. Pada umumnya warga berprofesi sebagai buruh perkebunan salak dan kopi bergotong royong mewujudkan impian bersama. Ini
adalah kunci dalam menuntaskan bangunan masjid di pedalaman lereng Semeru terpencil. Bahan material seperti batu, pasir dan bahan bangunan kayu diperoleh dari alam setempat. Nilai perjuangannya adalah diusung dan peroleh dengan alat manual dan sederhana. Seperti pasir, dihimpun dari sungai dan diangkut secara manual keatas lokasi masjid. Pula dengan batu koral dipecah dengan palu manual jauh dari peralatan modern. Bagi yang "beruang", maka membelikan semen dan bahan bangunan lainnya.
Asupan gizi penunjang tenaga para tukang disuplai oleh ibu-ibu warga dusun setempat.  Tentu dengan keterbatasan yang dimiliki pula.

Tantangan berikutnya, terletak pada memindahkan material bangunan yang dibeli dari toko-toko di pusat kecamatan. Tiadanya akses jalan layak saat itu, jalan menanjak, licin jika hujan turun, makadam [jalan berbatu], lebar jalan terbatas, naik - turun, berliku menambah khas dusun terpencil. Perjuangan warga setempat untuk memindahkan material bangunan yang dibeli dari toko bangunan yang dibeli pusat kecamatan setempat menambah cucuran keringat perjuangan warga dusun.

Status Tanah Masjid.

Sebagai warga dusun pedalaman yang berprofesi sebagai buruh perkebunan, perjuangan lain menanti. Yaitu kejelasan status tanah masjid yang sulit dimengerti bagi warga setempat. Menurut penuturan Pak Jamad  bahwa pada umumnya tanah di Rawa baung berstatus tanah P2. Yaitu tanah yang tidak tercatat di kantor desa setempat. Sehingga hak-hak tanah yang dihuni warga buruh perkebunan tersebut kurang begitu mendapatkan perhatian dari beragam pihak. Meski demikian warga dusun, melakukan aktivitas ekonomi ; berkebun dan menjual hasil kebunnya itu ke pihak luar dusun. Sebagai warga negara yang baik, mereka memberikan kontribusi kepada negara dengan membayar pajak tanah, tempat tinggal dan kebunnya dengan dibuktikan adanya SPPT [Surat Pembayaran Pajak Tanah].

Pada saat terdengar informasi dari warga dusun lain bahwa ada program Prona untuk peningkatan status tanah, warga dusun lebih lambat memperoleh informasi itu. Terlebih bergerak untuk mengikuti alur informasi tersebut. Kelambatan bukan karena mereka enggan. Akan tetapi akses atau relasi pada kekuasaan yang amat terbatas. Sebagai warga buruh perkebunan pegunungan memang setiap hari disibukkan pekerjaan perburuhan, yang mana harus tunduk dan patuh kepada Bosnya. Sehingga kesempatan untuk berinteraksi pada kekuasaan amat kurang. Faktor lain adalah medan yang sulit dijangkau. Baik oleh warga sekitar maupun pemegang kebijakan wilayah setempat. Faktor psikologis kaum akar rumput menjadi dominan dalam hal ini. Kelindan keterbatasan pendidikan relasi kuasa. Keterbatasan ekonomi menjadi batu sandungan yang paling rentan dan mudah ditemukan pada saat mereka menginginkan perubahan status tanah tersebut. Atau dalam bahasa kromo  "Ati karep Bondo Cupet". Warga setempat menghendaki kejelasan status tanah masjid agar supaya mereka beribadah lebih tenang, apa daya relasi pada kuasa yang masih tertutup. Sehingga mengubur cita-cita tersebut.

Namun aneka keterbatasan di atas tidak menyurutkan api impan tersebut. Di samping Masjid dengan desain sederhana tahun 80-an telah berdiri, lembaga pendidikan tingkat anak anak mengikuti kebutuhan warga setempat. Setidaknya PAUD dan taman kanak-kanak telah berdiri semenjak 2000-an.

Menurut Pak Mudin awal pendiriannya berlangsung amat sederhana. Proses pembelajaran dilangsungkan lebih dulu daripada perizinannya ini biasa dilakukan oleh kampung-kampung di pedesaan lainnya selanjutnya bangunan sederhana didirikan untuk menjamin ketenangan anak-anak dalam belajar demikian pula dengan guru yang tersedia juga di ajar oleh guru dengan kompetensi yang terbatas pada waktu itu. Dalam bahasa warga setempat yang penting jalan dulu perizinan diurus kemudian.

Akses kuasa memang tidak dimiliki oleh warga setempat akan tetapi kepedulian warga luar kampung menggerakkan mereka untuk menjadi penghubung pada dunia luar. Khususnya para donatur yang peduli akan pendidikan warga Kampung pedalaman diantaranya Pak modern bawon ini sebagai aktivis sosial near institusi beliau siap menjadi penghubung mencari celah di antara himpitan keterbatasan yang kompetensi relasi yang dimilikinya itu kuatnya batu karang keterbatasan tidak menyurutkan semangatnya untuk mencari celah dalam memikirkan dan menghubungkan para kaum berada untuk menyumbangkan sedikit dananya pada proses pendidikan tingkat anak-anak di Dusun pedalaman usahanya tidak sia-sia meskipun dalam kisaran 1 sampai 2 juta yang diperoleh akan tetapi ini menjadi nafas penyambung nyawa operasional institusi pendidikan sederhana tingkat anak-anak di Dusun rowo Baung itu ada di antara mereka yang memberikan donasi berupa Bantuan Operasional proses perizinan di dikbud waktu itu maupun bantuan lainnya yang sifatnya tidak dapat dibuktikan secara administratif. Biasanya warga Kampung amat bergantung pada calon anggota legislatif maupun eksekutif. Penghubungnya adalah para tokoh masyarakat dalam hal ini sepanjang para calon tersebut ikhlas maka investasi mereka terhadap lembaga pendidikan pedalaman senantiasa dikenang oleh warga lereng gunung tersebut.

Perjuangan psikologis di tengah rumitnya Medan berat yang dimiliki oleh warga dalam mewujudkan cita-cita bersama yang telah disepakati utamanya adalah bangunan ibadah maupun pendidikan patut diapresiasi meski hanya dengan pujian oleh pihak luar seperti saya dengan aneka keterbatasan yang dimiliki akses kuasa yang tertutup pendidikan kaum lalu yang terbatas tetapi masih menyisakan Harapan bahwa generasi penerus harus memperoleh pendidikan yang layak ini yang patut dijadikan poin untuk diperlihatkan kepada dunia luar.

Pada saat orang-orang dengan gelimang fasilitas namun Nir Spirit yang dipertontonkan tentu bukan Expose rasa bersyukur yang terlihat. Terlebih kelimang fasilitas itu menambah rasa malas untuk memanfaatkannya. Pada saat yang sama orang pedalaman dengan kondisi geografis menantang justru memperlihatkan Spirit perjuangan yang tidak didukung oleh akses kuasa sebab terbatasnya relasi kuasa yang dimilikinya.

Para warga tetap memiliki semangat beribadah dan menyekolahkan anak-anaknya di institusi yang mereka dirikan secara bersama-sama setidaknya ini menjadi bekal baginya bahwa anak-anak harus lebih baik daripada dirinya lebih maju daripada dirinya lebih sukses daripada dirinya. Dan semua yang dilakukannya itu berlangsung secara tulus dengan kesadaran penuh layaknya alam telah setiap hari menghidupinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun