Mohon tunggu...
Ali Iskandar
Ali Iskandar Mohon Tunggu... Lainnya - Pelayan Maszawaibsos

Peminat Sosial Humaniora, tinggal di Lumajang.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Problematika Wakaf Pedesaan: Suara Sumir dan Konflik Kepengelolaan

14 Juli 2024   12:15 Diperbarui: 14 Juli 2024   12:16 10
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika seseorang melakukan transaksi wakaf tanah dengan peruntukan musholla masjid, maka serta-merta warga desa merespon dengan melakukan "wakaf dukungan". Bagi jamaah atau warga yang punya harta, tenaga, makanan, alat bangunan, bahan bangunan, keahlian, fikiran, dan lain sebagainya. 

Dan hal itu dilakukan dalam waktu-waktu tentu melalui proses musyawarah kapan "waqaf dukungan" berupa "non kebendaan kekal" itu dilakukan dan pada pembangunan mushola atau masjid misalnya.  Dalam  buku Wakaf Undercover disebutkan, pola wakaf non kebendaan itu biasa dilakukan oleh panitia pembangunan masjid musholla dan direspon secara sporadis dan insidentil bagi warga yang memiliki waktu luang atau punya keahlian yang dibutuhkan.

Sebagai contoh seorang tukang bangunan dan warga lain yang terlibat dalam proses pembangunan. Mereka siap meluangkan waktu tenaga fikiran sebagai "benda waqaf". Mereka  berhimpun bersama untuk bergotong-royong dalam membangun mushola atau masjid itu. Hal itu dilakukan secara sukarela tanpa dipungut biaya kecuali para tukang selaku orang yang memiliki keahlian dalam bangunan itu yang menjadi profesinya. Itupun adakalanya mereka siap dibayar miring daripada membangun rumah warga biasa.

Ada pula warga yang menyediakan kemampuan suaranya, kemampuan argumentasinya untuk mendirikan pos amal jariyah menjaring uang receh dari pengguna jalan guna melempar kan koin 1000 lembar Rp2.000 dan seterusnya. Uang receh itu berguna untuk mendukung pembiayaan bangunan masjid musholla. Mereka biasanya secara bergantian berceramah di jalanan untuk memotivasi si para "wakif jalanan" untuk berwakaf melalui recehan sisa belanja dlsb,  untuk mendukung pembiayaan pembangunan masjid mushola itu.

Pada wakaf pedesaan, hal ini menjadi kekuatan, untuk mempercepat apa yang yang menjadi cita-cita bersama. Yakni terwujudnya bangunan mushola atau masjid yang memberikan kekhusyukan bagi warga harga untuk beribadah. Kekuatan ini telah berlangsung lama serta diakui oleh siapapun, meski dalam proses ikrar wakaf, proses pembangunan dan penjaringan dananya berlangsung secara [wakaf] undercover. Bahkan negara juga "mendukung" atas manfaat yang diperoleh dari wakaf undercover ini. Apa manfaatnya ?, masyarakat terpenuhi kesejahteraan rohaninya.

Bahkan negara melalui pemerintahan desa, memiliki struktur khusus untuk melayani kebutuhan rohani warga masyarakatnya, yaitu staf kesejahteraan rakyat.   

Dalam kinerjanya, staf ini menangani persoalan masyarakat pada layanan pernikahan, kematian, wakaf dan semacamnya. Sebab itu dalam tradisi yang berlaku di pedesaan, jabatan kesra dalam struktur organisasi desa tersebut di dipegang oleh tokoh agama setempat atau mereka yang memiliki keahlian di bidang keagamaan serta lulusan pesantren salaf.

Yang menjadi kelemahan dan adalah kesemua  proses wakaf itu, tidak dilangsungkan secara administratif. Bolehlah pada waqaf non kebendaan semacam "wakaf" tenaga, uang receh, jasa keahlian, dan semacamnya yang tidak dapat dilangsungkan dalam catatan administrasi wakaf secara resmi dan tercatat di lembaga berwenang KUA. Tetapi pada aset atau benda wakaf berupa tanah yang dilakukan oleh nenek moyang, jika tidak tercatat secara resmi, inilah yang menjadi sumber konflik berikutnya, jika terjadi di hal-hal yang yang kurang berkenan di puluhan tahun kemudian. Akan muncul aneka pengakuan suara-suara sumbang, sumir yang mengganggu kenyamanan warga dalam beribadah. Bahkan suara suara tersebut "menghapus wakaf" warga dalam bentuk non kebendaan itu.

"Alat" pengaman.

Sebab itu konflik wakaf boleh jadi berlangsung secara panjang, namun dapat secara singkat terselesaikan. Tergantung kasus per kasus yang terkait dengan kebendaan wakaf, motivasi anak cucu serta keinginan warga sekitar dan juga para jamaah. Utamanya adalah nazir, tokoh agama, tokoh masyarakat setempat. 

Jika mereka sama-sama peduli terhadap kekhusyukan warga dalam menjalankan ibadah, maka tentu saja mereka dapat duduk bersama membahas hal ini. Namun demikian jika salah satu unsur-unsur diantara mereka yang masih mengedepankan egoitas serta kepentingan-kepentingan tertentu maka jangan harap untuk selesai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun