Mohon tunggu...
Ali Iskandar
Ali Iskandar Mohon Tunggu... Lainnya - Pelayan Maszawaibsos

Peminat Sosial Humaniora, tinggal di Lumajang.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dari Dimensi Spiritual Sedekah Menuju Dimensi Fisikal Wakaf

21 Juni 2024   11:25 Diperbarui: 21 Juni 2024   11:25 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Keyakinan akan balasan kebaikan di akhirat   tak dapat bersua secara fisik oleh pelakunya. Boleh jadi pikiran ini muncul sebab ketidaksabaran manusia untuk segera beroleh balasan tersebut. Apa daya yang menentukan kapan akhirat datang, bukanlah pelaku sedekah tersebut. Keyakinan, perenungan rasio yang dibimbing oleh wahyu dan teladan pembimbing [Nabi] menjadikan seseorang menggerakkan diri untuk mengikuti kebaikan kebaikan. Jika kebaikan kebaikan itu dilakukan secara bersamaan [kompak], akan merubah keadaan menjadi peradaban.

Dalam  Buku Jejak Wakaf Sahabat ; Dari Sedekah Jariyah Menuju Wakaf ditulis bahwa semua itu dapat diawali dengan "gerak" keinginan sedekah berada diranah abstrak. Lalu berlanjut keranah fisik. Melalui apakah "gerak abstrak" tersebut dipahami oleh manusia lain. Jawabnnya adalah kalimat kalimat yang tersampaikan dari dan kepada seseorang kepada pendengarnya. Selanjutnya menggerakkan tubuh sesuai dengan pesan ucap dari penutur kebaikan itu. Dampaknya terjadi perubahan keadaan bahkan menjadi peradaban baru.

Dalam bimbingan wahyu Nabi SAW memotivasi para sahabat, juga umatnya: "Perumpamaan orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap tiap bulir seratus biji. Allah melipatgandsagkan bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia) Naya lagi Maha Mengetahui." (QS. Al Baqarah  : 261). Pada ayat lain Nabi SAW    juga menyampaikan: "Siapa  yang  mau  memberi  pinjaman  kepada Allah, pinjaman yang baik, maka Allah akan melipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak." (QS. Al Baqarah : 245).

Dua ayat di atas adalah kalimat spiritual,  kalimat yang tidak memiliki dampak jika pendengarnya tidak menggerakkan maksud tersirat dari wahyu Allah tersebut. Kalimat kalimat serupa di atas berdampak nyata saat pendengarnya yakin sepenuhnya keyakinan tersebut  akan  mewujud  keranah  nyata  saat  pendengarnya bergerak, terutama bersama mewujudkan pesan tersirat ayat itu. Dimensi spiritual memang tak tampak. Bila pengucapnya adalah seorang biasa, boleh jadi menjadikan pendengarnya monotan bahkan menjauh.  Akan  berbeda  bilamana  pengucap adalah mereka orang-orang yang berpengaruh disertai latihan latihan spiritual yang teruji.

Saat Rasul tiba di Yatsrib, terbersit dalam pikirannya untuk mendirikan masjid. Hari itu juga beliau mengutarakan kehendaknya dihadapan sahabat dan penduduk setempat yang menyambut rombongan Makkah itu. Ucapan memikat itu, sabdanya: "Barangsiapa yang membangun masjid di bumi, maka Allah SWT akan bangunkan rumah untuknya di surge."

Mendengar ucapan tersebut, yatim kembar bawah umur, penduduk setempat mewakafkan harta peninggalan orangtunya itu. Namun bagi tetap memaksa mereka agar menerima penggantian tanah tersebut, meski pada akhirnya dilepas dengan harga miring atas permintaan yatim kembar tersebut.

Bukan hanya para yatim yang tertarik untuk investasi akhirat. Para sahabat untuk berbondong investasikan kekayaannya untuk keperluan syi'ar. Terutama sahabat Umar bin Khattab, Abu Bakar as Shidiq, Abdurrahman bin Auf yang hijrah membawa kekayaan lainnya. Sahabat Umar Bin Khattab sempat berlomba sedekah dengan sahabat Abu Bakar As Shiddiq. Perlombaan investasi via sedekah ini tidak lepas didasari atas motif spiritual sebagai penyemangat. Tidak ada motif lain yang mendasari para sahabat dalam sedekah wakaf kecuali motif spiritual.

Spiritual-Akhirat


Jika  boleh  berpendapat,  pada  umumnya dimensi  spiritual sedekah tidak lepas dari adanya hari akhir. Keyakinan akan hadirnya hari akhir menyeruak kuat dibenak muslimin. Terlebih kehidupannya yang beragam di sana. Tidak seorang pun manusia bercita-cita hidup sengsara di alam akhiratnya. Sebaliknya bayangan kesejhateraan senantiasa menggelayut dalam benak muslimin. Kesejahteraan tersebut dapat dipesan oleh manusia semenjak menjalani kehidupannya di dunia. Sebab itu, quote motivasi dalam hal ini diatantaranya, dunia adalah ladang akhirat, dunia merupakan tempat bercocok tanam yang pada akhirnya dipanen di hari akhir. Ada banyak ayat maupun hadits memperkuat pendapat ini.

Dahsyatnya kesengsaraan kehidupan akhirat, menjadikan manusia termotivasi untuk mengerahkan kemampuan yang dimilikinya untuk kesejahteraan kehidupan tersebut. Para sahabat yang telah dijamin surga oleh Rasulullah SAW tidak segan segan untuk menginvestasikan hartanya  kekayaannya untuk  akhirat. Sekalipun dalam pencarian harta kekayaan itu diliputi dengan cara yang tidak mudah. Bahkan bertaruh nyawa seperti yang disaksikan dalam laman sejarah.
Motivasi akhirat pula menjadikan para sahabat tidak perhitungan dalam bersedekah. Dalam arti bahwa mereka tidak berpikir fisikal dalam efek sedekah yang telah dikeluarkan itu. Sedekah seperti memberi minum kepada hewan peliharaan, makanan bagi miskin, atau sekadar menjamu tamu dan hal hal remah lainnya, tidak memiliki dapak signifikan bagi penyumbangnya secara fisik. Artinya sedekah wakaf tersebut secara kasat mata adalah sedekah wakaf konsumtif. Habis pakai. Tidak memiliki nilai yang dapat dikembangkan secara langsung serta memberikan dampak ekonomis. Dalam sudut pandang bisnis jelas tidak memberikan nilai  langsung yang dapat digulirkan secara berkelanjutan. Pola sedekah demikian tidak dapat disebut sebagai sedekah wakaf.

Para sahabat terutama sahabat perempuan seperti Ummu Habibah, Ummu Salamah dan para sahabat yang sepemikiran lainnya memiliki kecenderungan dengan pola sedekah secara langsung tanpa berpikir akan efek bisnis akan sedekah tersebut. Mempersilakan akan rumahnya untuk dipakai berteduh para budak, memberi makan fakir adalah jenis sedekah yang habis pakai. Penerima manfaat, yakni para budak itu menjadi pulih tenaga dan dapat bekerja seperti biasanya dalam melayani tuannya. Tidak seperti misalnya sedekah rumah untuk kemudian disewakan yang hasilnya digulir sedekahkan kembali. Apa yang dipikirkan oleh mushoddiq dengan pola sedekah demikian memiliki kecenderungan yang sederhana, asal untuk mempertahankan hidup. Kisah-kisah sedekah Rasul seperti memberikan kurma bagi para pelanggar di bulan ramadhan, atau sekadar memberi minum kepada hewan, berbagi roti kepada mereka yang lapar, merupakan bentuk sedekah wakaf sederhana, sekadar untuk operasional melanjutkan kehidupannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun