Mohon tunggu...
Ali Iskandar
Ali Iskandar Mohon Tunggu... Lainnya - Pelayan Maszawaibsos

Peminat Sosial Humaniora, tinggal di Lumajang.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Memulai Memahami Fondasi Keluarga

14 Juni 2024   11:03 Diperbarui: 14 Juni 2024   11:25 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

.

Sekalipun berpasangan itu merupakan kodrat, namun boleh jadi menjadi rumit saat mereka tidak memahami fondasi keluarga. Fondasi keluarga memiliki posisi urgen untuk mencapai sebuah keluarga yang dikatakan sebagai sakinah mawadah Rohmah.

Masing-masing baik, suami maupun istri tentu memiliki gambaran yang berbeda dalam memahami fondasi keluarga. Keperbedaan ini dapat menjadikan sebagai pemicu atas perselisihan yang terjadi secara terus-menerus. Namun hal ini dapat diselaraskan semenjak dini. Semenjak mereka masih belum melaksanakan prosesi sakral akad nikah, kesepakatan dan kesepahaman bersama. Ini patut untuk digaungkan kepada setiap calon pengantin. Tujuannya agar mereka pada saat hidup bersama, memiliki kesamaan pandangan dalam memahami pondasi keluarga yang mereka jalani ke depan.

Konsep pondasi keluarga sakinah.

Penggalian konsep pondasi keluarga sakinah memang perlu diperjelas. Sebab dalam kehidupan ini, ada banyak konsep paradigma yang mendasari seorang berpikir untuk bertindak sesuai dengan arah pikirannya tersebut.

Sedang paradigma yang ditawarkan di sini adalah paradigma Islam yang dijadikan sebagai alat untuk membangun pondasi keluarga sakinah tersebut. Konsep paradigma pondasi keluarga sakinah seperti yang dijelaskan dalam modul bimbingan perkawinan KUA Kecamatan, disusun oleh tim modul Bimtek bimbingan perkawinan tahun 2021 Kementerian Agama Pusat.

Dikatakan bahwa peserta harus bisa memastikan "Apa beda manusia dengan makhluk lainnya ?".

Penting untuk dijadikan perhatian unsur spiritual yang menjadi terdepan dalam hal ini. Dimensi kehidupan selain dunia ialah akhirat. Dimensi akhirat merupakan hakikat kehidupan yang sebenarnya. Ia bersifat abadi, tak terbatas pastinya setiap manusia akan mengarungi dimensi tersebut sesuai dengan keadaan yang ditanamnya selama mereka menjalani kehidupan di dunia. Paradigma ini yang perlu dipahami bersama oleh masing-masing calon pengantin sebelum mereka mengarungi bahtera rumah tangga.

Ketika mereka sudah memahami sampai kepada tingkatan kesimpulan bahwa apa yang mereka yang mereka lakukan tidak akan pernah sia-sia. Sekalipun itu kebaikan sebiji atom, akan memberikan nilai kelak pada saat menjalani kehidupan Abadi. Hal ini dapat dipahami bahwa selama tiupan ruh dihembuskan ke dalam sebuah janin maka pada saat itu mereka berkomitmen untuk taat kepada Allah SWT kapanpun, dimanapun dalam kondisi apapun utamanya setelah seseorang tersebut hidup dewasa.

Paradigma ini boleh jadi tidak sama dipahami oleh para calon pengantin. Boleh jadi pula diantara mereka memahami bahwa kehidupan itu hanya di dunia kemudian kehidupan akhirat sebagai bentuk transit belaka. Bahkan mereka meyakini tidak akan terjadi sama sekali.

Atau yang kedua sama-sama memakai paradigma yang sama yakni paradigma agama Namun bila calon suami dan calon istri tidak memahami skala prioritas, maka bukan tidak mungkin hal ini menjadi pemicu terhadap perselisihan yang tak kunjung selesai.

Maka fungsi bimbingan perkawinan yang dilaksanakan oleh KUA bertugas untuk menyamakan paradigma tersebut. Serta memulai dari mana mereka mengimplementasikan paradigma itu. Langkah seperti apa yang patut untuk dilakukan bersama dalam rumah tangga oleh masing-masing pasangan.

Kita sering menemukan pasangan suami istri yang saling diam sekalipun mereka satu rumah. Atau mereka berbeda tempat tinggal tetapi masih menjadi satu ikatan. Ada pula yang bertempat tinggal di rumah yang sama akan tetapi terjadi perselisihan dan pertengkaran terus-menerus. Perbedaan pemikiran, skala prioritas, menempatkan satu barang dan semacamnya boleh jadi merupakan persoalan kecil bagi yang satu, tetapi besar dalam pandangan yang lain. Persoalan yang tampak belum tentu dapat diobati sesuai dengan apa yang mereka sampaikan kepada konseling.

Boleh jadi apa yang mereka sampaikan hanyalah kamuflase agar pasangannya cepat mengambil kesimpulan di hadapan orang lain. Tetapi masih menyimpan argumen lain semata-mata untuk menjaga keharmonisan yang terpaksa tersebut.

Pijakan Spiritual Sebagai Alas Fondasi.

Pijakan spiritual dalam konsep memahami fondasi keluarga sakinah adalah untuk memastikan bahwa dimensi kehidupan kedua akan senantiasa dijalani tanpa batas waktu. Masing-masing suami dan istri mengalami kondisi yang berbeda sesuai dengan amal perbuatannya.

Dalam bimbingan perkawinan di KUA Kecamatan, tehnisnya, akan disajikan gambaran tentang keadaan mereka pada saat di akhirat, coba untuk diketengahkan agar cepat memperoleh kesepakatan kehidupan bersama yang abadi di akhirat kelak. Memahami, apakah kehidupan mereka tetap bersama di akhirat kelak ataukah tidak, dapat ditata dan dimulai semenjak dini. Semenjak sekarang saat sebelum akad nikah dilangsungkan.

Secara sederhana dapat dilakukan dengan mencatat skala prioritas yang perlu dilakukan pada tahap perkawinan 5 tahun, 10 tahun terlebih dahulu sebanyak mungkin. Hal ini dilakukan oleh masing-masing calon suami dan calon istri. Lantas memberitahukan hasil portofolio atau catatannya itu kepada masing-masing.

Boleh jadi ini merupakan bagian dari ikhtiar dan teknik komunikasi untuk penyelarasan dalam menentukan fondasi keluarga mereka berdua ke depan.

Bukan tanpa kendala untuk menjadikan keselarasan. Boleh jadi ini menjadi tantangan awal. Tetapi setidaknya masing-masing telah mengetahui tentang pondasi yang selama ini mereka bangun sesuai latar belakang masing-masing. Atau dibangunkan oleh orang tua mereka, lingkungan pendidikan dan masyarakat sekitar.

Pengaruh Dalam Memahami Fondasi.

Apa dampak dari keperbedaan berfondasi ? . Perselisihan. Ada seorang yang memahami bahwa hidup adalah sekarang. Nanti dan besok dapat dicarikan solusi. Dengan seorang yang berpandangan bahwa hidup adalah esok hari.

Tidak ada yang keliru dalam sudut pandang itu.  Hanya saja saat dua paradigma tersebut bersatu dalam satu keluarga, manakah yang diprioritaskan ?. Aji mumpung, tetap optimis disertai pengetahuan dan tindakan membangun untuk keberlanjutan rumah tangga mereka.

Pastinya jawaban ada pada masing masing pihak. Hanya mereka yang mampu mengelola ritme rezeki dan karakter yang mampu mempertahankan  rumah tangganya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun