Mendengar penjelasan Alan, Bu Zahra terlihat agak ragu tapi perlahan setuju untuk mencobanya. Sebagai simulasi, Alan mengadakan sesi pertemuan secara terbatas dengan beberapa wali murid untuk uji coba memperkenalkan mereka pada fitur pembayaran di platform dan memberikan tutorial sederhana. Ternyata, beberapa orang tua yang lebih muda merasa senang karena prosesnya lebih cepat dan transparan. Meski beberapa wali murid senior masih kesulitan, Alan yakin dengan pendekatan bertahap, sistem ini bisa diterima.
Setiap langkah maju pasti akan selalu disertai pertanyaan dan kekhawatiran dari para guru dan pengurus yayasan. Mereka khawatir tentang kesulitan teknis, takut akan kesalahan, dan merasa bahwa cara manual sudah cukup. Alan pun menyadari, masalah sebenarnya bukanlah di platformnya, melainkan di pola pikir yang belum terbiasa dengan digitalisasi.
Namun, Pak Imran tetap menjadi tantangan terbesar. Suatu hari, Alan memutuskan untuk berbicara lebih personal. Ia menyampaikan bahwa platform ini bukan sekadar alat, tapi upaya untuk memastikan madrasah bisa berkembang dan memberikan pelayanan yang lebih baik kepada siswa dan wali murid.
"Pak, dengan adanya platform ini, yayasan akan lebih mudah membangun kepercayaan dengan wali murid. Manajemen administrasi akan terkelola dengan rapi dan aman. Semua informasi bisa diakses transparan, baik informasi akademik maupun informasi keuangan. Dengan begini, kita bisa menunjukkan bahwa madrasah ini mengikuti perkembangan zaman tanpa menghilangkan nilai-nilai keislaman."
Alan juga menjelaskan bahwa salah satu alasan penting bagi madrasah untuk bertransformasi digital adalah perubahan zaman. Dengan hadirnya Generasi Z dan Generasi Alpha, yang sejak lahir sudah terbiasa dengan teknologi, pola pikir masyarakat pun ikut berubah. Saat ini, orang tua yang memiliki akses ke berbagai pilihan pendidikan cenderung memilih sekolah yang modern dan inovatif, yang sejalan dengan kebutuhan anak-anak mereka yang melek teknologi.
"Pak Imran," katanya perlahan, "generasi siswa yang datang ke madrasah ini di masa depan akan berbeda. Mereka adalah anak-anak yang terbiasa dengan internet, ponsel, dan teknologi. Orang tua mereka pun mencari sekolah yang tidak hanya mengajarkan ilmu agama dan pengetahuan umum, tapi juga keterampilan yang relevan dengan dunia modern. Kalau kita tetap bertahan dengan sistem lama, madrasah ini ke depan akan kalah saing dengan sekolah yang sudah bertransformasi digital."
Pak Imran menatap Alan dengan tatapan serius, lalu berkata, "Alan, madrasah ini sudah berdiri puluhan tahun. Selama itu, kita tetap punya siswa yang belajar di sini. Bukankah itu tanda bahwa metode kita sudah baik?"
Alan tersenyum, menghormati pandangan Pak Imran, tapi tetap melanjutkan argumennya. "Pak, betul bahwa madrasah ini sudah banyak berjasa. Tapi, di masa depan, calon siswa dan orang tua mereka akan memilih berdasarkan kenyamanan dan kemudahan. Jika madrasah ini tidak mengikuti perkembangan zaman, bisa jadi mereka akan lebih melirik sekolah yang menawarkan layanan berbasis teknologi. Platform digital ini bisa menjadi nilai tambah yang membuat madrasah kita lebih menarik bagi calon siswa dari Generasi milenial.
Alan menambahkan bahwa melalui platform digital, madrasah ini bisa memberi kesan sebagai lembaga pendidikan yang dinamis dan siap menghadapi tantangan zaman. Dengan sistem absensi digital, laporan nilai yang transparan, kemudahan mengakses tugas-tugas, dan metode pembayaran online, orang tua akan merasa bahwa madrasah ini berkomitmen untuk mendukung kemajuan anak-anak mereka secara komprehensif.
Pak Imran termenung mendengar penjelasan Alan. Walau masih terlihat ada keraguan di matanya, sepertinya ia mulai memahami maksud Alan. Ia sadar bahwa zaman terus berubah, dan madrasah ini harus bisa menyesuaikan diri agar tetap relevan.
"Jadi menurutmu, platform digital ini bukan hanya soal teknologi, tapi juga soal menjaga agar madrasah ini tetap survive dan diminati ?" tanya Pak Imran dengan nada yang lebih terbuka.