Mohon tunggu...
Alia Nuraeni
Alia Nuraeni Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Singaperbangsa Karawang

Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Singaperbangsa Karawang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ujaran Kebencian Termasuk Liberasi Pers Bermedsos?

7 November 2023   23:10 Diperbarui: 7 November 2023   23:37 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Belakangan ini seringkali kita jumpai  dimedia sosial mengenai pengguna media sosial yang meningkat karena mudahnya akses dalam penggunaannya terlebih sekarang setiap orang mempunyai smartphone membuat semua orang mempunyai media sosial pribadi mereka. Media sosial yang seharusnya digunakan untuk dapat berkomunikasi dengan teman maupun keluarga dari jarak jauh nyatanya sekarang dirasa telah terjadi penyelewengan. Penyelewengan ini berupa tindakan-tindakan yang melanggar hukum berupa penghinaan maupun ujaran kebencian yang ditunjukkan kepada seseorang maupun kelompok tertentu. Hal ini diperparah terlebih pada akhir tahun 2023 menuju 2024 ini merupakan tahun politik, dimana merupakan hari-hari sensitif menuju pada pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Indonesia. Hal ini menyebabkan maraknya ujaran kebencian maupun penghinaan yang dilontarkan oleh para pengguna media sosial yang dapat bersembunyi sebagai seorang anonim untuk menyerang pihak terntentu dengan sangat mudah.

Apa itu Penghinaan dan Ujaran Kebencian?

Penghinaan menurut hukum di Indonesia adalah sebuah pernyataan dimana pernyataan tersebut dianggap memiliki unsur penghinaan yang dituduhkan kepada korban baik itu fakta maupun opini pribadi terdapat unsur kesengajaan maupun tidak. Selama pernyataan tersebut dianggap menghina oleh korban, itu dianggap sebagai upaya untuk menyerang kehormatan maupun nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan (hukum online.com, 15/5/2009).

Menurut Micheal Herz, hate speech adalah ujaran yang dilakukan untuk membenci seseorang berdasarkan pada ras, agama, jenis kelamin, maupun kewarganegaraannya. Ujaran kebencian dapat diartikan sebagai sebuah tindakan yang memiki tujuan yang berupa sebuah kata, tulisan maupun tindakan yang dilakukan oleh perorangan maupun kelompok yang memiliki tujuan untuk merendahkan maupun memperlakukan serta mengintimidasi korban (Mauladi, 2019).

Apa itu Liberalisme Pers?

Liberalisme adalah paham yang mempertahankan kebebasan dan persamaan hak setiap orang dalam berbagai aspek kehidupan mereka, termasuk ekonomi, politik, sosial, agama, dan bidang lainnya yang berkaitan dengan kehidupan manusia. Teori ini juga menentang segala bentuk pembatasan terhadap kebebasan seseorang (Suhelmi, 2007).

Penyebaran demokrasi politik, kebebasan agama, perdagangan bebas, dan ekonomi adalah faktor-faktor yang mendorong perkembangan teori pers libertarian, menurut Schramm (1965) dalam Munandar (2010). Sebuah gagasan muncul pada abad ke-18 dan berkembang pada abad ke-19. Menurut teori libertarian, pers harus memiliki kebebasan yang seluas-luasnya jika mereka ingin membantu orang mencari kebenaran. Karena kebebasan pers merupakan ukuran dari semua kebebasan, kebebasan pers sangat penting. Teori ini bahkan menganggap media sebagai kekuatan keempat, atau keempat belas, di luar pemerintahan dan bahkan dapat menentangnya.

Penghinaan, Ujaran Kebencian dalam Liberalisme Pers Bermedia Sosial

Indonesia adalah bangsa yang heterogen dengan berbagai suku, bahasa, dan agama. Ada 1.340 suku, 742 bahasa, dan banyak agama dan kepercayaan, serta budaya. Baik dalam bentuk singular maupun plural. Keragaman adalah ciri khas Indonesia yang harus dipertahankan. Bagi Indonesia, keragaman itu menjadi kekuatan, bukan ancaman yang mengancam keutuhan bangsa. Ini adalah hal yang membedakan Indonesia dari negara lain.

Menjembatani hubungan antara berbagai perbedaan yang seringkali terjadi disharmonis, termasuk kekerasan sesama umat beragama dan kekerasan antarumat beragama, pluralisme telah menjadi salah satu wacana kontemporer yang sering dibicarakan. Pada dasarnya, pluralisme berasal dari toleransi; ketika semua orang menerapkan toleransi pada orang lain, pluralisme muncul.

Namun, keberagaman sekarang mulai rusak karena munculnya ujaran-ujaran kebencian di masyarakat seiring perkembangan. Orang dari berbagai suku dan agama saling melontarkan kata-kata yang mengancam keutuhan. Dengan perkembangan teknologi komunikasi yang menghasilkan komunikasi digital dan sosial media, ujaran kebencian semakin meningkat. Beberapa masyarakat justru menggunakan sosial media sebagai tempat menyebarkan ujaran kebencian.

Yang paling menyakitkan adalah ujaran kebencian yang dikombinasikan dengan hoax atau berita palsu. Penyebaran hoax yang semakin marak, tanpa ampun, dan tidak terbendung memiliki potensi untuk menimbulkan konflik di masyarakat dan memicu sentimen dasar, yang pada gilirannya dapat memperkuat radikalisme. Jika hoax digunakan untuk mencapai kepentingan politik, itu dapat menyebabkan kerusakan tatanan sosial.

Sekarang, pemburu kekuasaan menyebarkan banyak hoax bermotif politik. Mereka menanamkan keyakinan yang salah di kepala orang, membuat mereka percaya padanya, dan akhirnya membuat mereka merasa empati dan marah dan meminta dukungan publik atas peristiwa politik atau kemanusiaan yang sedang berlangsung. Terlebih di akhir tahun sekarang banyak sekali berita-berita maupun topik-topik yang bermunculan mengenai isu politik karena semakin dekat dengan Pemilu 2024. Semakin dekat dengan pemilu seringkali terjadi berbagai berita, statement, maupun ujaran-ujaran kebencian baik dalam bentuk penghinaan maupun penyebaran hoax yang akan saling menyerang pihak satu dengan pihak lainnya.

Mereka yang menyebarkan ujaran kebencian dan berita palsu selalu berlindung di balik gagasan demokrasi liberalisme, yaitu kebebasan berbicara tentang realitas sosial politik. Orang-orang memiliki kebebasan untuk menyuarakan pendapat mereka karena rakyat memiliki daulat atas diri mereka sendiri dan negara mereka. Mereka menyatakan pendapat negatif karena kebebasan berpendapat dan berekspresi bagian dari liberalisme yaitu memberikan kebebasan berbicara. Namun, hal tersebut salah karena liberalisme memang kebebasan individu akan tetapi kebebasan ini tidak tanpa batas, kebebasan ini memiliki keteraturan dan tanggung jawab. Oleh karena itu, ideologi ini masih mengandung keteraturan dengan kata lain, bebas bukan sebebas-bebasnya.

Literasi Media Digital Sebagai Sebuah Solusi

Agar liberalisme media sosial tidak mengganggu keamanan umum. Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang media massa, termasuk literasi media dan literasi digital, adalah salah satu tindakan yang dapat diambil. Bawden mendefinisikan literasi digital sebagai kemampuan untuk berhubungan dengan informasi hipertektual, yang berarti membaca media komputer secara non-sekuensial. Ini memberikan pemahaman baru tentang literasi digital, yang berakar pada literasi komputer dan literasi informasi (Mauludi, 2019).

Salah satu tujuan utama dari diadakannya sebuah literasi digital yaitu untuk dapat memberi pengajaran tentang bagaimana pengguna media digital tidak hanya dijadikan sebagai sebuah objek yang dipenuhi dengan ribuan informasi secara pasif, tetapi juga dapat memiliki kemampuan untuk mengubah informasi yang didapatkan tersebut menjadi pengetahuan yang bermanfaat untuk dapat menganalisa dan menciptakan pengetahuan dengan cara yang inovatif dan kreatif dari berbagai sumber yang tersedia di internet. Literasi digital memungkinkan masyarakat untuk memahami fungsi media sosial secara luas.

Selain itu, masyarakat dapat menemukan informasi tentang masalah kesehatan, gizi, keluarga, dan lainnya yang dapat meningkatkan kualitas hidup. Mereka mempunyai sebuah kemampuan untuk dapat mengikuti dalam kehidupan bernegara dan politik dengan menyampaikan pendapat yang mereka punya dengan cara yang bijak dan baik tanpa melakukan provokasi, fitnah, atau mencemari reputasi orang lain. Di internet, masyarakat dapat berbagi pendapat, perspektif, dan ide yang baik melalui media sosial.

Alia Nuraeni, Mahasiswa Prodi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Singaperbangsa Karawang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun