TINGGAL NAMAKU
Yang takkan pernah dirindukan
Keadaan dimana, yang tak pernah terbayang
Sedih sedan itu
Muram durja
Pekat menggeliat
Air begitu dingin
Menusuk persendian tulang rusuk
Seketika murai meninggi
Puing yang bercerai-berai
Bak kuburan
Terlihat hanya cawan-cawan kosong
Nan indah bersolek rapi
Begitu pedih
Risih, perih
Perlahan belai angin masuk
Di sela pori-pori kulitku
Tertunduk
Seraya menengadah padamu
Seakan langit membuka pintu ketujuh
Tuhan pantaskah-ku menerimanya
Tuhan apa ini memang kehendak mu
Tuhan haruskah nyawa yang dikorbankan
Tuhan tegur sapamu sangatlah menyakitkan
Basah air mata membanjiri siku
Lutut begitu kaku
Menusuk kalbu
Pelung rindu
Senyum, si anak-kecil itu
Canda tawa teman, sanak saudara
Ikut mengiringi langkah kepergianku
Dulu dikampung ini
Banyak pesta
Banyak tawa
Senyum bahagia
Namun sayang,
Itu dulu
Padahal baru kemarin-ku menyapamu
Padahal baru kemarin-kau tersipu malu padaku
Padahal baru kemarin-ku meminang mu
Kini yang tampak
Hanya seonggok daging
Tak bernyawa yang menyapa
Itu temanku
Itu sanak saudaraku
Dan itu
ITU AKU !!!...
Duh Tuhan
Dimanakah ini
Sudahkah aku mati
Kenapa begitu gelap
Ini bukanlah alamku
Seraya meronta-ronta
Bau anyir
Merah darah serta nanah
Keluar dari jasad yang membeku
Kaku
ITU AKU !!!...
Begitu dingin Tuhan
Begitu sunyi Tuhan
Begitu menakutkan
Begitu memilukan
Tertunduk pasrah
Dengan takdir darimu
Dan kini
Tinggal namaku
Diatas batu nisan
Yang tertulis
“KORBAN BENCANA PALU”
Kudus, 21 Oktober 2018