Sejarah HKSN merupakan proses yang panjang dan menjadi bagian terpenting dalam memperjuangkan nilai-nilai kepedulian sosial dan keadilan sosial, karena nilai kepedulian sosial merupakan interpretasi dari sila yang kelima dalam butir Pancasila, yaitu Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Di samping itu, sistem sosial merupakan salah satu bagian dari tujuh unsur kebudayaan yang tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan bermasyarakat. Membangun sosial tidak semudah membangun fisik yang bisa dilihat dalam hitungan waktu dekat, tetapi membangun sosial membutuhkan dana yang besar dan waktu yang cukup panjang, serta kesabaran yang ekstra.
Pondasi bangunan sosial dan kemasyarakatan yang telah diletakan oleh pendahulu kita sangat urgen untuk tetap dijaga dan dipertahankan di tengah perkembangan  globalisasi dan teknologi, seperti: konsep gotong royong, guyub rukun, kesetiakawan sosial, peduli sosial, solidaritas kelompok.
Ujian kepedulian sosial yang dihadapi masyarakat saat ini sangatlah berat terlebih di kalangan kaum milenial yang memiliki kecendrungan sikap individulistik dan kurang peka terhadap permasalahan sosial.
Era digitalisasi saat telah mencapai puncak kejayaannya dengan ditandai perkembangan industri 4.0 yang memudahkan dihampir seluruh aspek kehidupan manusia. Industri 4.0 benar-benar telah memanjakan manusia dari jarak yang jauh bisa semakin mendekat dan mampu menjalin pertemanan sebanyak-banyaknya di dunia maya melalui media sosial.Â
Kenikmatan digitalisasi dan industri 4.0 membuat kita terlena dengan masalah sosial dan lupa dengan kodratnya sebagai manusia sosial (homo socius).
Konsep ketimpangan budaya (culture lag) dan percampuran budaya (mestizo culture) sudah tidak berlaku bagi masyarakat modern, karena masyarakat telah menerima dan mampu beradaptasi dalam perubahan sosial. Kemajuan teknologi saat ini tidak membuat masyarakat kaget dan gagap teknologi (gaptek), justru masayarakat telah siap tetapi korbannya adalah rasa kepedulian sosial yang hampir punah di tengah-tengah masyarakat.
Sikap acuh, individualis dan tidak peduli terhadap lingkungan sosial merupakan penyakit baru yang tumbuh dari proses perubahan teknologi dan informasi yang perlu segera untuk disadarkan dan disembuhkan.
Panggilan untuk peduli terhadap permasalah sosial perlu direkontruksi dan digalakan kembali di tengah-tengah kehidupan bermasyarakat, mengingat konsep dan pondasi bangunan sistem sosial yang sudah diwariskan kepada kita merupakan harta benda yang sangat berharga.
Saatnya mengatasi krisis jiwa sosial dengan memberikan pendidikan pratikum secara langsung dalam kehidupan bermasyarakat melalui keteladanan sosial, serta mengamalkan amanat Undang-undang Nomor 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial.