Bukan takut saat jabatan habis siapa yang melanjutkan programnya, tapi takut kalau jabatan habis tidak bisa memberikan apa-apa.
Sikap netral ini adalah sikap yang membela rakyat. Karena sebagai penguasa, pejabat negara dan aparat sekalipun bertugas untuk rakyat, bekerja untuk rakyat dan mengabdi kepada rakyat. Karena itu, sikap netralitas bukanlah apatis, tapi profesional dan berintegritas dalam menyikapi jabatan yang hampir habis.
Kalau menunjukkan sikap tidak netral, malah menunjukkan ketakutan yang besar akan habisnya jabatan, takut ada hal yang disembunyikan, takut program yang dibuat tidak lagi dilanjutkan. Padahal, tidak perlu dipikirkan, rakyat akan menilai, jika terdapat program yang tidak jalan, maka presiden selanjutnya juga yang akan dikritik.
Hadapi dengan berani dan tegakkan kebenaran
Jangan takut, untuk melawan ketidak benaran. Jangan takut untuk mendukung orang yang kamu dukung dan tetap waras. Jika tidak bisa membela rakyat, maka kita sebagai rakyat yang harus membela diri sendiri.
Masyarakat harus bersatu untuk membuktikan bahwa sikap tidak netral pemerintah dapat dihentikan dengan "people power". Bukan turun ke jalan atau membuat huru-hara, tapi tunjukkan di bilik suara. Bahwa, mereka yang meremehkan rakyat tidak akan bisa mengalahkan kekuatan rakyat.
Sebagaimana Abraham Lincoln mengatakan "dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat" dalam sebuah sistem demokrasi. Karena itu, jika sebuah pemilu saja sudah bermain tidak fair dan tidak menghargai rakyat sebagai penguasa tertinggi. Kok mau dapat suara dari rakyat?
Sekali lagi, rakyat tidak perlu takut untuk bersuara dan menunjukkan siapa yang berkuasa. Cukuplah rakyat tunjukkan kekuasaan mereka dalam bilik suara. Tunjukkan siapa sebenarnya penguasa di Indonesia.
Rakyat harus membela rakyat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H