Mohon tunggu...
Ali
Ali Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Menulis sebagai cara melatih skill

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Pamer Harta dan Etika Pejabat Negara

9 Maret 2023   18:56 Diperbarui: 9 Maret 2023   18:56 582
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saat ini sedang ramai sekali masalah yang bisa dibilang menjadi Domino Effect dari kasus Mario Dandy dengan penganiayaannya. Awalnya yang di sorot adalah Dirjen Pajak sekarang merembet ke kementrian keuangan dan Bea Cukai.

Kasus Mario Dandy pada dasarnya adalah kasus diluar ranah perpajakan karena ini masalah penganiayaan yang masuk dalam pidana.

Tapi tingkah laku pamer harta anak pejabat pajak yang di bayar oleh rakyat membuat masyarakat sangat geram.

Sekarang, muncul juga kasus pamer harta yang dilakukan oleh kepala Bea Cukai di salah satu daerah di Indonesia dan putrinya yang juga pamer menggunakan pakaian mewah.

Ada banyak foto beredar di Internet dan media sosial mengenai kepala Bea Cukai yang menggunakan jam tangan rolex seharga ratusan juta dan anaknya menggunakan pakai merek mewah yang harganya 22 juta rupiah.

Lagi, masyarakat merasa sakit hati karena pajak yang mereka keluarkan ternyata untuk membayar hidup orang bermewah-mewah, sedangkan yang membayar sampai kesusahan untuk mencari makan.

Pamer itu tidak apa-apa

begini, tidak ada aturan tertulis  mengenai larangan untuk pejabat memamerkan harta kekayaan mereka atau hidup bermewah-mewah. Tidak ada hukum di Indonesia yang mengatur hal tersebut.

Tidak ada aturan umum atau khusus yang tertulis mengenai larangan hidup bermewah-mewah dan memamerkan harta bagi setiap orang.

Artinya, di Indonesia, hidup bermewah-mewah itu adalah hal yang diperbolehkan dan bukan melanggar hukum. 

Jadi, kenapa masyarakat tidak terima ketika ada anak pejabat memamerkan harta kekayaannya dan hidup bermewah-mewah?

Ini tentang etika dan kejujuran, bukan pamernya

Jika melihat reaksi masyarakat, jawaban mereka adalah rasa kecewa teramat dalam ketika mereka membayar pajak dan justru pajak yang mereka bayar malah dipakai bermewah-mewah.

Beberapa dari mereka ada yang bercerita selalu pusing memikirkan pengisian SPT dan masalah pajak seperti di tagih dan jika terlambat satu hari dendanya melebihi jumlah pajak yang mereka bayarkan.

Sakit hati dan kecewa, itulah kata yang tepat.

Jika sejak awal tidak ada kasus anak pejabat pamer harta, pasti masyarakat tidak akan menguliti seluruh harta pejabat negara yang ternyata mencurigakan. 

Meskipun begitu, ini patut di syukuri, karena jika tidak ada kasus pamer harta, kita mungkin tidak akan tahu bahwa banyak pejabat yang ternyata memiliki harta mencurigakan.

Kemudian, bagi mereka yang jujur dan memiliki integritas, saat ini pasti sedang tidur tenang tanpa masalah.

Etika dan kejujuran, itu adalah kuncinya.

Pejabat negara yang memiliki etika pasti akan mendidik dan mengajarkan pada keluarga mereka untuk tidak hidup terlalu mewah karena gaji mereka, uang mereka, berasal dari masyarakat yang bisa jadi hidup lebih sederhana.

Sehingga, akan lebih baik jika pejabat negara lebih menunduk dan hidup sederhana daripada pamer harta kemana-mana. 

MALU, itu kata yang tepat.

Pejabat dan keluarganya harusnya malu ketika memamerkan hartanya, sedangkan gajinya berasal dari rakyat.

Kejujuran juga wajib dimiliki pejabat negara. Ketika pejabat negara saja sudah bohong dalam memasukkan jumlah harta kekayaannya dan meminta masyarakat untuk jujur saat mengisi SPT, namanya munafik.

Meminta orang lain jujur, sedangkan kita berbohong adalah hal paling munafik.

Tidak heran masyarakat sangat geram dan kesal melihat kebohongan yang mereka temukan dan diberitakan.

Jadilah pejabat yang memiliki etika dan jujur

Pada akhirnya, pejabat yang lebih memiliki etika dan kejujuran adalah yang dibutuhkan di negeri ini.

Bukan mereka yang menerima suap dan melakukan korupsi demi kepentingan sendiri, tapi mereka yang amanah dan menjaga amanah tersebut sampai mereka mati.

Bukankah menjadi pejabat negara artinya mengabdi untuk negara?

Untuk itu, jika kalian ingin menjadi pejabat negara, ingat satu hal, kalian itu mengabdi pada negara. Jadi, kalau mau kaya jangan jadi pejabat, tapi jadi pengusaha atau bekerja dengan loyalitas.

Jadikan kasus RAT dan Kepala Bea Cukai sebagai contoh, bahwa etika dan kejujuran itu penting. 

Kalau mereka berdua bukan pejabat negara saya rasa tidak salah mereka pamer harta, tapi mereka ini dibayar oleh rakyat, sehingga mereka harus malu ketika keluarganya pamer ke orang yang menggaji mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun