Begini, WFH sebenarnya adalah inovasi yang muncul saat pandemi Covid-19, masyarakat terpaksa bekerja dari rumah dan diam di rumah karena kebijakan pembatasan atau semi lockdown.
Berdasarkan beberapa informasi pada media online, ternyata WFH meningkatkan produktivitas para karyawan daripada WFO.Â
Terus, bukannya bagus kaya gitu? Betul.
Hanya saja, ini bisa mengarah pada budaya quite quitting. Mungkin tidak semua orang seperti ini, tapi, di luar Indonesia khususnya di negara barat, budaya ini sedang trend dan ramai di antara pekerja.
Quite quitting artinya keluar diam-diam. Maksudnya bukan dia-diam resign, tapi seolah-olah menghilang setelah jam kerjanya telah selesai dan biasanya akan sulit dihubungi.
Misalkan, kamu bekerja dari jam 9-5. Maka, setelah jam 5 kamu akan mematikan seluruh komunikasi dengan dunia kerja, hal ini menyebabkan kamu sulit dihubungi oleh atasan atau rekan kerjamu.
Keadaan ini dikarenakan kebanyakan orang bekerja di rumah. Komunikasi hanya dilakukan saat waktu kerja dan di sebuah aplikasi tertentu. Sehingga, jika pekerja tidak membuka aplikasi tersebut, maka harus sabar menunggu.
Berbeda dengan WFO, ketika seseorang membutuhkanmu, maka kamu akan ada di tempat dan mungkin langsung menjawab pertanyaan atau membantu pekerjaan seseorang.
Intinya, WFH memberikan fleksibilitas jam kerja dan terkadang menyulitkan komunikasi. Sedangkan, WFO tidak memberikan fleksibilitas jam kerja, tapi memudahkan komunikasi.
Oleh karena itu, banyak orang yang ingin melakukan WFH karena jam kerja mereka fleksibel dan bisa bekerja kapan saja.
Selain itu, alasan seperti, macet, polusi, panas dan sejenisnya adalah alasan yang cukup aneh karena kemana saja kamu pergi, keadaan seperti itu akan selalu ditemukan.