Terlepas dari keharmonisan yang terjalin di antara anak asuh dan ibu asuh, ada kenyataan pahit yang terjadi pada anak-anak tersebut. Anak laki-laki yang sekarang berusia 5 tahun, pada kenyataannya diasuh oleh Bu Rina sejak usia 3 hari.
Tiga anak lainnya yang wajahnya mirip dan sekarang sudah kelas 2,3, dan 4 SD berasal dari keluarga kurang mampu dari Lampung. Mereka masih memiliki keluarga, mereka terlantar karena orangtuanya tidak mampu memberi kehidupan yang layak.
Saya tidak bertanya lebih lanjut tentang anak-anak yang lainnya, sungguh saya tak siap mendengar jawabannya.
“Ada di sini sejak usia 1 hari, bahkan ari-arinya pun ibu yang mengubur memotong dan mengubur,” cerita Ibu tersebut. Anak tertuanya sekarang sedang menyelesaikan S1 Pendidikan Guru Olahraga. Beberapa kali dia mengikuti kejuaraan olahraga dan berprestasi.
Ketika ditanya apa beliau senang berada di sini? Beliau jawab sangat senang karena bisa menjadi ibu bagi anak-anak yang sudah diasuh. Setelah itu beliau kembali melihat anak-anaknya yang tengah bersiap pergi sekolah.
Dari kejauhan, saya lihat tiga anak perempuan kira-kira berusia 10-12 tahun sedang mencuci piring bersama-sama di belakang rumah. Mereka mencuci sambil sesekali bermain busa sabun. Mereka tumbuh dengan bahagia dalam keterbatasan.
***
Hermann sempat mengalami kengerian perang saat bertugas sebagai prajurit di Rusia. Dia kemudian menjadi pekerja sosial untuk anak-anak terlantar dan yatim piatu setelah perang usai.
Dalam perjalanannya, dia menyadari bahwa pengasuhan efektif akan berjalan jika anak dapat tumbuh dalam keluarga yang penuh kasih sayang. Dari sinilah, dia mulai mengembangkan ide SOS Children’s Village. Ide tersebut terealisasi pada tahun 1949 di Austria dengan dana yang sangat terbatas.