Mohon tunggu...
Ali Muakhir
Ali Muakhir Mohon Tunggu... Penulis - (Penulis Cerita Anak, Content Writer, dan Influencer)

Selama ini ngeblog di https://www.alimuakhir.com I Berkreasi di IG @alimuakhir I Berkarya di berbagai media dan penerbit I (cp: ali.muakhir@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Jatuh Cinta Pada Pesona Pulau Kelor

27 Oktober 2015   18:44 Diperbarui: 28 Oktober 2015   08:04 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

UFUK belum juga muncul saat Lelaki Berciput itu menggunakan jasa ojek langgananya menuju pool travel Bandung Jakarta. Dia mengejar travel pemberangkatan paling pagi supaya tiba di Marina Ancol Jakarta sesuai dengan jadwal.

Sepanjang jalan, wajah Lelaki Berciput itu sumringah karena untuk pertama kalinya akan mengeksplorasi Pulau Bidadari dan beberapa pulau di sekitarnya bersama 20 Kompasianer lain yang terpilih dalam Blog Compatition Pesona Bahari yang diadakan kompasiana dan Kementrian Pariwisata.

Sesuai perkiraan, travel yang ditumpangi Lelaki Berciput itu pun tiba di Jakarta tepat waktu. Kemudian dia melanjutkan perjalanan dengan Bus Transjakarta menuju Marina Ancol supaya lebih cepat dan mudah.

Lantaran sejak dari Bandung belum sempat sarapan, Lelaki Berciput langsung memesan mie cup dan segelas kopi di warung yang berjejer di dekat pintu masuk Marina Ancol Jakarta sambil menunggu kompasianer lainnya.

Kurang lebih setengah jam kemudian, Lelaki Berciput tiba dan berkumpul dengan para kompasianer yang telah lebih dahulu sampai di meeting point yang telah disepakati, di Dermaga No. 15, Marina Ancol, Jakarta. Baru kemudian melakukan registrasi di kantor pemberangkatan Pulau Bidadari.

Sambil menunggu kompasianer lain, Lelaki Berciput dan kompasianer disodori snack dan minuman dari panitia. Setelah semua peserta kumpul, perjalanan wisata pun dimulai dengan menggunakan speedboat menuju Pulau Bidadari.

Kurang lebih dua puluh menit kemudian, speedboat yang ditumpangi para kompasianer menepi di dermaga Bidadari Resort. Lelaki Berciput sempat terpesona pada dermaga mungil dan taman pohon yang dipangkas rapi menghiasi dermaga. Sebelum keterpesonaannya berubah menjadi cinta, dia buru-buru menuju resort untuk mengikuti acara selanjutnya.

Foto Atas Dermaga Pulau Putri dan Foto Bawah Taman Pohon (Foto @KreatorBuku)

***

Adalah sosok Candrian Attahiyyat, arkeolog yang selama ini menjaga kekayaan sejarah di Pulau Bidadari dan pulau-pulau yang tersebar di sekitar Pulau Bidadari. Sosok kebapaan yang kelihatan memang suka mendongeng itu yang akan menemani kompasianer mengeksplorasi Pulau Bidadari, Pulau Onrust, dan Pulau Kelor. Pulau Cipir yang harusnya masuk dalam agenda dengan terpaksa di-delet karena waktu.

Setelah menghabiskan wellcome drink, beraman-tamah sejenak dengan teman-teman dari Kementrian Pariwisata dan tim kompasiana, eksplorasi pun diawali dengan berkeliling Pulau Bidadari. Sebagai ritual wajib, sebelum eksplor apalagi kalau bukan foto-foto di depan resort.

Ada Apa di Rumah Bidadari?

Pulau Bidadari adalah satu dari seribu pulau yang ada di kepulauan seribu. Selain resort dan bangunan-bangunan pendukungnya, pulau dengan luas daratan kurang lebih 6,03 hektar tersebut menyimpan beberapa keunikan. Sebut saja misalnya Benteng Martello, Pohon Rezki, Pohon Jodoh, Elang Bondon yang masih ada sarangnya, dan Biawak.

“Ini pohon rezeki,” terang Yosh Aditya dari Kementrian Pariwisata menunjuk pohon besar yang berada di dekat pantai bagian kiri resepsionis resort Pulau Bidadari. “Konon, rezeki kita akan banyak kalau kita foto sambil memegang pohon rezeki atau kalau mau lebih banyak rezekinya memeluk pohon rezeki dengan dua tangan,” lanjutnya membuat para kompasiner kepalanya penuh dengan bohlam yang menyala.

Bagaimana mungkin memeluk pohon dengan diameter yang lebih dari dua meter itu hanya dengan dua tangan? Mimpi kali, ya … kalau syaratnya cuma foto sambil pegang pohon saja sih, nggak masalah.

Konon karena mitos tersebut, tiap orang yang datang ke sini selalu menyempatkan diri untuk foto bersama pohon tersebut. Bahkan, kalau kebetulan wisatawan sedang ramai, bisa antre panjang.

Kompasianer melanjutkan perjalanan menuju reruntuhan Benteng Martello Pulau Bidadari. Kenapa musti lengkap menyebutkan bentengnya, soalnya Benteng Martello ada juga di Pulau Kelor dan Pulau Onrust.

Benteng Martello Pulau Bidadari zaman Belanda dulu digunakan sebagai tempat pertahanan dari serangan musuh yang ingin menyerang Jakarta lewat jalur laut. Meriam-meriam yang digunakan pun sampai sekarang masih ada di sekeliling benteng.

Menurut sejarah, pada abad 17, Pulau Bidadari, Pulau Kelor, dan Pulau Cipir menjadi salah satu pulau basis pertahanan VOC sekaligus penunjang aktivitas di Pulau Onrust, pulau yang aktivitasnya paling sibuk pada saat itu.

Pada sekitar tahun 1850, Belanda membangun menara pengawas untuk melindungi dan memperkuat armada lautnya, menara pengawas yang kemudian dikenal dengan nama Benteng Martello. Benteng selain berfungsi sebagai menara pengawas juga didesain sedemikian rupa agar dapat mengakomodir berbagai kebutuhan tentara kolonial.

Benteng memiliki beberapa ruang bawah tanah, salah satu fungsinya sebagai gudang amunisi. Bangunan berbentuk lingkaran dengan diameter 23 meter dengan sejumlah jendela di seluruh sisinya, dimaksudkan agar senjata bisa bermanuver hingga 360 derajat. Sementara untuk mengakomodir kebutuhan air bersih, di bagian tengah benteng dibangun tembok bundar mungil yang berfungsi sebagai bak penampung air.

 

Keunikan di Pulau Bidadari. Searah Jarum Jam Pohon Rezeki, Benteng Martello, Kijang Totol, dan Pohon Sejuta Cinta. (Foto @Kreatorbuku)

Belanda juga membangun benteng serupa di Pulau Onrust dan Pulau Kelor. Belanda sempat membangun jembatan penghubung dan jalur bawah laut antar benteng. Benteng dan jembatan akhirnya hancur karena serangan yang bertubi-tubi dari tentara Inggris dan hempasan gelombang tidal dari aktivitas Gunung Krakatau tahun 1883.

Mendengar sejarah tersebut, Lelaki Berciput langsung ngelap keringat, betapa dahulu orang-orang Belanda makmur hidup di bumi Nusantara, bahkan di pulau-pulau kecil yang ada di kepulauan seribu ini.

Kompasianer melanjutkan perjalanan menuju Pohoh Jodoh, sebelum kemudian istirahat sejenak sebelum mengeksplor Pulau Onrust dan Pulau Kelor.

Oh iya, di sebelah reruntuhan benteng ada pohon yang tinggi menjulang. Ada patung elang yang cukup besar. Elang Bondol. Kalau kita melihat ke atas pohon, di atas pohon itulah Elang Bondol tersebut bersarang. Hingga sekarang, sarangnya masih ada. Jika kita ke sana dan sedang beruntung, bisa melihatnya sedang bertengger di atas pohon.

Selain memelihara elang, Pulau Bidadari juga tempat yang nyaman bagi biawak. Biawak bebas berkeliaran di sini karena di sini menjadi habitat biawak yang nyaman. Binatang lainnya adalah kijang totol yang jinak dan cantik, secantik bidadari.

Merinding di Pulau Onrust

Sepertinya, siapa pun yang mengunjungi Pulau Onrust bakal merinding disko begitu sampai di sana dan mendengar sejarahnya. Lelaki Berciput pun merasakan hal yang sama, apalagi mendengar ceritanya langsung dari kuncennya.

Matahari sudah condong ke barat ketika dua perahu yang ditumpangi rombongan kece badai para kompasianer dan Kementrian Pariwisata mendarat di Pulau Onrust. Sejak dari jauh, pulau tersebut terlihat mati.

Para kompasianer digiring masuk reruntuhan bekas rumah sakit. Di rumah sakit inilah, dahulu sekitar tahun 1800, saat wabah lepra melanda batavia para penderita diobati dan diungsikan. Bukan apa-apa, saat itu penderitanya sangat banyak sehingga perlu rumah sakit khusus untuk menangani mereka.

Pulau Onrust selain untuk menampung penderita lepra, juga menampung jamaah haji saat musim haji tiba. Mereka ditampung untuk mengecek kesehatan pasca pergi haji, siapa tahu di antara mereka ada yang sakit atau membawa penyakit dari luar. Tiap musim haji, Pulau Onrust menjadi pulau paling sibuk di kepulauan seribu.

Fasilitas yang dibangun di Pulau Onrust selain rumah sakit, asrama haji, penjara, juga tempat penampungan air yang sampai sekarang masih berfungsi, hanya karena sudah tidak kondusif, sekarang penampungan tersebut ditutup.

Hati-hati kalau ke Pulau Onrust karena salah satu binatang endemiknya adalah tikus, makanya di sini dahulu bangunan asrama haji pada bagian luar diberi tembok dari besi supaya tikus tidak masuk.

Pulau Ornust yang Misterius. Searah Jarum Jam Prasasti, Kincir Angin, Reruntuhan Rumah Sakit, dan Makam. (Foto @KreatorBuku)

Hingga sekarang ini, peninggalan arkeologi pada masa kolonial Belanda di Pulau Onrust masih terus diteliti, jadi mustinya tetap dijaga bersama-sama. Selain reruntuhan, ada satu bangunan yang masih utuh karena memang direnovasi, bangunan tersebut sekarang ini dijadikan museum.

Pulau Onrust yang luasnya kurang lebih 11 hektar awalnya sebuah pelabuhan VOC sebelum pindah ke Tanjung Priok, Jakarta Utara. Pulau ini juga menjadi markas tentara penjajah Belanda sebelum masuk Jakarta. Di pulau ini para tentara Belanda beraktivitas bongkar muat logistik perang.

Sebelum kompasianer meninggalkan pulau sejenak melewati tiga makan di sudut Pulau Onrust, konon salah satu dari tiga makan tersebut adalah Karto Suwiryo, sahabat Presiden Soekarno yang diadili karena divonis membangkang kepada negara.

Kemudian ada makam Belanda dan makam pribumi. Meski semua makan terlihat terawat, tetapi tetap terlihat bagaimana dahulu Belanda membedakan kasta Belanda dengan kasta pribumi. Mereka meninggal dunia dalam usia muda, entah karena penyakit tropis atau penyakit kencing tikus yang membuat penduduk Pulau Onrust meninggal dalam usia muda. Innalillahi wa innailaihi rajiun.

Cinta Pada Pandangan Pertama

Usai berlinang air mata mengunjungi Pulau Onrust, para kompasianer melanjutkan perjalanan menggunakan perahu menuju Pulau Kelor. Salah satu pulau terdekat di Pulau Onrust dan Pulau Bidadari.

Mungkin karena terbawa suasana, selama perjalanan menuju Pulau Kelor, semua terdiam dan tidak seheboh waktu berangkat dari Pulau Bidadari menuju Pulau Onruts. Kalau pun ada teriakan karena ada terjangan ombak yang cukup besar. Membuat perahu oleng ke kiri dan ke kanan.

Keterdiaman para kompasianer ternyata tidak bertahan lama begitu melihat Pulau Kelor yang mungil dan terlihat sangat cantik. Lelaki Berciput yang sejak tadi diam pun langsung pindah posisi di depan dan mengabadikan dirinya dengan Pulau Kelor dari perahu bagian depan.

Sungguh, siapa pun yang melihat pemandangan Pulau Kelor akan terpesona bahkan jatuh cinta pada pandangan pertama. Lelaki Berciput pun merasakan hal yang sama. Bayangkan, tidak jauh dari Jakarta ada pulau mungil di tengah laut. Ada benteng warna merah bata yang dikitari beberapa tumbuhan yang daunnya berguguran karena musim panas. Pulau dikelilingi pasir putih yang bersih. Melihatnya tepat sore hari, saat matahari mulai tidak terik.

Pulau Kelor Pada Saat Pagi Hari dan Siang Hari Pun Tetap Memesona (Foto @KreatorBuku)

Dari perahu, para kompasianer mengabadikan pesona Pulau Kelor. Semua seolah tak ingin melewatkan kesempatan yang belum tentu setiap hari terpampang di depan mata, termasuk Lelaki Berciput itu.

Suasana makin heboh ketika perahu mendarat dan berlabuh di dermaga cinta. Waktu yang hanya tersisa tidak lebih dari satu jam benar-benar dimanfaatkan kompasianer untuk mengeksplorasi Pulau Kelor.

Pulau Kelor saat ini sudah jauh lebih tertata rapi, bersih, dan terawat karena sudah ada pengembang. Ada beberapa gazebo untuk duduk-duduk, ada ruang terbuka yang bisa digunakan untuk lesehan, dan ada pasir putih yang cukup luas. Seperti yang saya ceritakan sebelumnya, di Pulau Kelor ini ada Benteng Martelo yang lumayan masih terlihat bentuknya.

Benteng Martelo inilah yang membuat Pulau Kelor memesona. Pesonanya begitu terpancar membuat siapa pun tergoda untuk menyentuhnya, memeluknya, menikmatinya, bahkan mengabadikannya.

Bahkan, salah satu artis dan pemain film mengucapkan janji suci pernikahannya di sini. Ah … seandainya waktu bisa berputar, ingin rasanya Lelaki Berciput pun mengucapkan janji sucinya di sini.

Karena belum puas, keesokan harinya, pagi-pagi sekali, sebelum mentari pagi muncul, kompasianer kembali mengintip kecantikan Pulau Kelor, sekadar untuk memastikan, apa kecantikannya palsu atau nyata? Ternyata oh ternyata, kecantikannya memang terpampang nyata. Lelaki Berciput makin klepek-klepek jatuh cinta. Bahkan, hingga kembali ke Pulau Bidadari, binar-binar cinta di matanya terus berpijar.

***

Ini Dia Sebagian Keseruan Para Kompasianer (Foto @KreatorBuku)

Tanpa terasa, selama dua hari satu malam Lelaki Berciput dan para kompasianer menjelajah Pulau Bidadari, Pulau Ornust, dan Pulau Kelor. Sebelum kembali ke Marina Ancol, malam hari dilakukan ramah tamah dan saling mengenal para kompasianer lebih dekat. Ramah tamah diakhiri dengan pembagian hadiah ngetwit. Horeee, Lelaki Berciput dapat hadiah bersama kompasianer senior, Mas Harris Maulana. Kemudian barbeque dan rujakan.

Pagi-pagi setelah sarapan, sebelum benar-bener mengakhiri kebersamaan, beberapa kompasianer menghabiskan waktu dengan tidur-tiduran, keliling pantai Pulau Bidadari, foto-foto sepuasnya, dan naik bananaboat. Seperti apa foto-foto mereka? Kita lihat saja hasilnya. Semoga kebersamaan mengeksplorasi Pulau Bidadari, Pulau Onust, dan Pulau Kelor kembali terulang pada waktu dan kesempatan lainnya.

@KretorBuku

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun