Foto Diambil dari Akun Twitter @MencariHilal
Judul Film
Mencari Hilal
Rilis
15 Juli 2015
Sutradara
Ismail Basbeth
Produser
Salman Aristo, Putut Widjanarko, Raam Punjabi, Hanung Bramantyo
Produser Eksekutif
Haidar Bagir, Denny JA
Production
MVP Pictures, Studio Denny JA, Dapur Film, Argi Film, Mizan Productions
Pemain
Oka Antara, Deddy Sutomo, Torro Margens, Eryhrina Baskoro
Setiap jelang lebaran, umat Islam di Indonesia selalu saja disibukan dengan penentuan kapan tepatnya waktu berlebaran. Ini disebabkan karena ada sebagian ulama hanya menggunakan kalender sebagai penentu datangnya hilal (hisab). Sebagian lagi berpatokan pada kalender dan rukyatul hilal (melihat hilal). Hilal, bulan sabit yang terbit pada saat bulan baru.
Berbedaan ini tidak jarang menimbulkan keresahan pada umat. Beruntunglah, pemerintah selalu menjadi penengah dengan mengundang para ulama untuk sidang isbat. Sidang penentuan datangnya bulan baru.
Sidang isbat karena mengundang banyak pihak maka memerlukan dana yang cukup besar. Ada yang bilang hingga sekitar 9 Miliar. Belakangan diralat menjadi 2 Miliar. Upaya pemerintah ini pun banyak pihak yang tidak senang bahkan menentang.
Padahal, dibandingkan dengan menjaga ibadah shaum, uang sebesar itu tak ada artinya sama sekali. Masa, ibadah shaum digadaikan dengan angka 9 miliar dikatakan besar? Benar-benar terlalu.
Kemelut angka ini sangat menarik ketika diungkap dalam Film Mencari Hilal garapan sutradara Ismail Basbeth yang akan tayang di bioskop di seluruh Indonesia tanggal 15 Juli 2015. Sangat kontekstual dengan kondisi Indonesia sekarang. Kebetulan, saya dengan teman-teman #BloggerBdg dan #KBandung (Kompasianer Bandung) diundang untuk menyaksikannya sebelum film beredar.
Film sendiri berkisah tentang Mahmud (Deddy Sutomo), seorang ayah lulusan pesantren yang berjuang menerapkan Islam secara kaffah (sempurna). Mahmud galau saat mendengar rumor Kementrian Agama menganggarkan Rp. 9 Miliar untuk sidang isbat dan melihat hilal.
Mahmud ingat tradisi mencari hilal saat masih di pesantren dahulu. Ia pun kemudian memutuskan untuk mencari hilal. Awalnya akan pergi sendiri, tetapi kemudian dilarang oleh Hilda, anak perempuannya dengan alasan kesehatan.
Setelah dibujuk beberapa kali untuk mengurungkan niatnya, akhirnya Hilda membolehkan dengan syarat ditemani Heli (Okta Antara), adiknya yang selama ini menentang ayahnya karena kecewa dengan ayahnya yang demi berdakwah sampai melupakan kewajibannya sebagai seorang suami dan sebagai seorang ayah. Heli sendiri seorang aktivis lingkungan yang selama ini kritis dengan agama.
Selama dalam perjalanan inilah, dua orang ayah dan anak yang bagai air dan minyak ini tanpa sadar menggurai benang kusut yang selama ini terjadi di antara mereka. Perbedaan usia, pengetahuan, pengalaman, keyakinan, dan cara pandang begitu terasa dan sangat apik diperankan mereka berdua.
Penonton akan merasakan bagaimana menyebalkannya Mahmud karena mendakwahi supir bus yang ditumpanginya hingga ia diturunkan. Penonton juga sebal dengan sikap Heli yang sok cool, tak sabaran, dan sangat jelas digambarkan tidak melakukan shalat ataupun puasa.
Ada kejadian yang cukup menggelitik ketika Heli pada akhirnya menggambil kertas berisi alamat yang akan dituju Mahmud saat Mahmud sedang shalat. Heli ingin membuktikan bahwa tidak semua hal selalu digantungkan kepada Allah Swt, melainkan bisa dengan alat canggih (gawai) yang selama ini menemaninya.
Jadi ingat teman yang selalu mengagung-agungkan gawai juga dan bilang, “Ngapain jaman sudah canggih gini masih sibuk pakai teropong buat menentukan hilal!” PRET! Pengen nonjok deh rasanya.
Dengan gawai tersebut, Heli membantu menunjukan alamat yang dituju, tetapi apa yang terjadi? Alamatnya memang benar, tetapi ternyata beda kecamatan. Kena deh Heli. Ayooo mana orang yang selalu mengagung-agungkan gawai? Sini merapat.
Allah memang tidak pernah tidur, justru dengan kesalahan tersebut hubungan ayah dan anak semakin erat. Heli yang selama ini dianggap remeh oleh Mahmud menunjukan kepiawaiannya dalam mendamaikan masyarakat yang sedang konflik.
Hubungan mereka semakin erat saat keduanya kemudian ditemukan kembali di atas menara untuk melihat hilal, setelah sebelumnya ketegangan mereka memuncak. Mahmud mengusir Heli karena lagi-lagi tidak sefaham dengannya dan Heli mengeluarkan unek-uneknya yang selama belasan tahun dipendamnya. Ending dan cerita yang sangat luar biasa.
Selain cerita yang luar biasa, permainan karakter setiap bintang demikian natural, sehingga seolah kita sedang berkaca pada diri kita sendiri. Padahal, bintangnya tidak banyak. Selain aktor gaek Dedi Utomo dan Okta Antara, ada Toro Margens yang memerankan salah satu teman pesantren Mahmud yang tidak lagi ikhlas dalam berdakwah.
Pengambilan sudut gambar juga cukup menarik dan tidak membosankan, sehingga memanjakan mata penonton. Ismail Isbeth, sebagai sutradara yang berpengalaman dengan film-film indie yang memberinya banyak penghargaan tahu, mana visual yang pantas menjadi opening Film Mencari Hilal, di mana saatnya konflik memuncak, dan di mana harus diakhiri.
Semoga saja, dengan film religi yang sarat pesan moral dan sosial ini membuat kita mendapatkan hilal yang sesungguhnya dalam diri kita. Usia nonton dan usai Shaum Ramadhan. []
@KreatorBuku
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H