Dimensi potret wajah yang digambar ulang tidak berubah sehingga hasil akhir dari objek setelah ditransformasi masih tetap jelas dan menyerupai aslinya. Orang-orang yang melihat pun tetap mudah mengenal.
[caption id="attachment_413835" align="aligncenter" width="500" caption="Pin Ilustrasi Bung Karno dan Nelson Mandela dengan Gaya Wedhaism (Foto; Alee)"]
Pada peringatan KAA ke-60, wajah-wajah para pemimpin dan tokoh masyarakat diilustrasi dengan gaya Wedhaism. Gaya ilustrasi yang ditemukan oleh Wedha, salah satu bapak ilustrator Indonesia. Ilustrasi tersebut dibuat oleh Wedha’s Pop Art Portrait (WPAP) Chapter Bandung.
WPAP Chapter Bandung menggarap kurang lebih 100 ilustrasi dari mulai ilustrasi para pemimpin negara yang memprakarsai terjadinya KAA, tokoh tambahan, gubernur Jawa Barat, hingga bangunan heritage yang ada di Bandung.
"Kaget juga waktu diminta penanggung jawab artistik acara KAA untuk ikut menyukseskan acara KAA dengan ilustrasi gaya wedhaism. Soalnya, biasanya kalau acara-acara seperti ini balik lagi, ilustrasinya jadul, lha, ini minta retro banget,” ungkap Ahmad Nada, ketua komunitas WPAP Chapter Bandung saat berbincang sore lalu di sebuah penerbitan.
Setelah membuat contoh ilustrasi Bung Karno dan Nelson Mandela, ilustrasi-ilustrasi lain pun dilanjutkan. Nada melibatkan kurang lebih 17 ilustrator yang tergabung dalam WPAP Chapter Bandung untuk menggarap proyek besar tersebut.
Mereka mengerjakan 13 standing figure tokoh-tokoh KAA, 5 instalasi (tiap instalasi terdiri atas 2 tumpuk boks) berisi potret tokoh-tokoh KAA dari masa ke masa, hingga membuat panel pop art sepanjang 200 meter. Panel tersebut dipasang di seberang Gedung Merdeka dan di Bandara Husaen Sastra Negara.
[caption id="attachment_413848" align="aligncenter" width="560" caption="13 Standing Figure Tokoh KAA di Sekitar Gedung Merdeka (Foto; dok.WPAP)"]
[caption id="attachment_413852" align="aligncenter" width="570" caption="Istalasi Hasil Karya Komunitas WPAP Chapter Bandung Menyala Terang (Foto; dok.WPAP)"]
Agar hasil ilustrasi sempurna, Nada juga melibatkan para senior di WPAP pusat. Hasilnya? Seperti yang bisa dinikmati sekarang. Hasil karya pop art yang sangat memanjakan mata. Lantas, apa kesulitan yang dirasakan saat menggarap proyek tersebut?
"Saat membuat pop art bangunan heritage sangat sulit karena trace untuk bangunan lebih detil dan presisi. Kemudian foto para tokoh rata-rata masih hitam putih dan resolusinya kecil, sehingga karakternya tidak keluar,” jelas Nada. “Belum lagi harus bolak-balik konfirmasi ke panitia pusat untuk memastikan fotonya sudah benar, foto tokoh yang akan diilustrasi,” sambungnya.