Mohon tunggu...
Septian Alhinduan
Septian Alhinduan Mohon Tunggu... Staff Officer -

Melangkah setahap demi setahap menuju cita-cita yang lebih baik

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Perayaan Imlek sebagai Momentum untuk Meningkatkan Pembaruan Etnis Demi Pluralisme

28 Januari 2017   11:14 Diperbarui: 28 Januari 2017   11:27 621
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: www.nanxiang.co.id

Tahun Baru Imlek merupakan perayaan terpenting orang Tionghoa. Perayaan Tahun Baru Imlek dimulai di hari pertama bulan pertama (Tionghoa: pinyin: zhēng yuè) di penanggalan Tionghoa dan berakhir dengan Cap Go Meh di tanggal kelima belas (pada saat bulan purnama). Di negeri Tiongkok, adat dan tradisi wilayah yang berkaitan dengan perayaan Tahun Baru Imlek yang sangat beragam. Namun, kesemuanya banyak berbagi tema umum seperti perjamuan makan malam pada malam Tahun Baru, serta penyulutan kembang api. Meskipun penanggalan Imlek secara tradisional tidak menggunakan nomor tahun malar, namun penanggalan Tionghoa di luar Tiongkok seringkali dinomori dari pemerintahan Huangdi.

Bagi etnis Tionghoa, Tahun Baru Imlek dianggap sebagai hari libur besar untuk orang Tionghoa dan memiliki pengaruh pada perayaan tahun baru negeri sekitarnya, serta budaya yang dengannya orang Tionghoa berinteraksi meluas. Di Daratan Tiongkok, Hong Kong, Makau, Taiwan, Singapura, Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand dan negara-negara lain atau daerah dengan populasi suku Han sangat signifikan.

Berdasarkan sejarah Tiongkok, Kaisar pertama China Qin Shi Huang menetapkan bahwa tahun Tionghoa berawal di bulan 10 pada 221 SM. Kemudian pada 104 SM, Kaisar Wu yang memerintah sewaktu Dinasti Han menetapkan bulan 1 sebagai awal tahun sampai sekarang. Saat ini, tahun pertama Tahun Baru Imlek/Yinli dihitung berdasarkan tahun pertama kelahiran Kongfuzi (Confucius), hal ini dilakukan oleh Kaisar Han Wudi sebagai penghormatan kepada Kongfuzi yang telah mencanangkan agar menggunakan sistem penanggalan Dinasti Xia dimana Tahun Baru dimulai pada tanggal 1 bulan kesatu.

Pro dan Kontra Aturan Pemerintah

Sejak 1946, ketika Republik Indonesia baru berdiri, Presiden Soekarno mengeluarkan Penetapan Pemerintah tentang hari-hari raya umat beragama No.2/OEM-1946 yang pada pasal 4 nya ditetapkan 4 hari raya orang Tionghoa yaitu Tahun Baru Imlek, hari wafatnya Khonghucu (tanggal 18 bulan 2 Imlek), Ceng Beng dan hari lahirnya Khonghucu (tanggal 27 bulan 2 Imlek). Melalui Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967, rezim Orde Baru di bawah pemerintahan Presiden Soeharto, melarang segala hal yang berbau Tionghoa, di antaranya Imlek.

Pada tahun itu juga dikeluarkan Surat Edaran Presidium Kabinet Ampera Nomor 6 Tahun 1967 dan Keputusan Menteri Perdagangan dan Koperasi Nomor 286/KP/XII/1978 yang isinya menganjurkan bahwa WNI keturunan yang masih menggunakan tiga nama untuk menggantinya dengan nama Indonesia sebagai upaya asimilasi. Hal ini didukung pula oleh Lembaga Pembina Kesatuan Bangsa (LPKB) yang menganjurkan keturunan Tionghoa, antara lain, mau melupakan dan tidak menggunakan lagi nama Tionghoa; Menikah dengan orang Indonesia pribumi asli; Menanggalkan dan menghilangkan agama, kepercayaan dan adat istiadat Tionghoa, termasuk bahasa maupun semua kebiasaan dan kebudayaan Tionghoa dalam kehidupan sehari-hari, termasuk larangan untuk perayaan Tahun Baru Imlek.

Masyarakat keturunan Tionghoa di Indonesia kembali mendapatkan kebebasan merayakan tahun baru Imlek pada tahun 2000 ketika Presiden Abdurrahman Wahid mencabut Inpres Nomor 14/1967. Kemudian Presiden Abdurrahman Wahid menindaklanjutinya dengan mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 19/2001 tertanggal 9 April 2001 yang meresmikan Imlek sebagai hari libur fakultatif (hanya berlaku bagi mereka yang merayakannya).

Pada tahun 2002, Imlek resmi dinyatakan sebagai salah satu hari libur nasional oleh Presiden Megawati Soekarnoputri mulai tahun 2003. Karena kebijaksanaan dan keberaniannya tersebut, Presiden Abdurrahman Wahid mendapat gelar sebagai bapak pluralisme. Sejak tanggal 17 Januari 2000, Presiden Abdurrahman Wahid mengeluarkan Keppres No.6/2000 tentang pencabutan Inpres N0.14/1967 tentang pembatasan Agama, Kepercayaan dan Adat Istiadat Tionghoa. Dengan dikeluarkannya Keppres tersebut, masyarakat Tionghoa diberikan kebebasan untuk menganut agama, kepercayaan, dan adat istiadatnya termasuk merayakan Upacara-upacara Agama seperti Imlek, Cap Go Meh dan sebagainya secara terbuka.

Warna-warni Perayaan Imlek

Perayaan Imlek atau Sin Cia tidak jauh berbeda dengan tahun baru Masehi atau tahun baru Hijriah bagi umat Islam. Kata Imlek (im=bulan, lek=penanggalan) berasal dari dialek Hokkian atau Bahasa Mandarin-nya Yin Li yang berarti kalender bulan (Lunar Newyear). Menurut sejarah, Sin Cia merupakan sebuah perayaan yang dilakukan oleh para petani di Tiongkok yang biasanya jatuh pada tanggal satu di bulan pertama di awal tahun baruTahun baru Imlek adalah tahun baru Cina. Pada umumnya, yang banyak merayakan Imlek adalah warga Tiongha.

Perayaan ini juga berkaitan erat dengan pesta perayaan datangnya musim semi yang dimulai pada tanggal 30 bulan ke-12 dan berakhir pada tanggal 15 bulan pertama atau yang lebih dikenal dengan istilah Cap Go Meh. Perayaan Imlek meliputi sembahyang Imlek, sembahyang kepada Sang Pencipta/ Thian (thian=Tuhan dalam Bahasa Mandarin), dan perayaan Cap Go Meh. Tujuan dari sembahyang Imlek adalah sebagai bentuk pengucapan syukur, doa dan harapan agar di tahun depan mendapat rezeki yang lebih banyak, untuk menjamu leluhur, dan sebagai media silaturahmi dengan keluarga dan kerabat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun