Ini kali kedua saya ke Raja Ampat. Bedanya saya hanya sampai di pusat pemerintahan yakni Waisai. Tak banyak tempat wisata yang saya kunjungi kala itu. Hanya di pantai WTC, pantai Waiwo, dan Saleo. Pemandangannya pun biasa seperti  pinggir pantai pada umumnya. Kecuali di Waiwo yang agak sedikit berbeda. Kita bias langsung memberi memberi makan ikan-ikan di laut yang beraneka ragam warnanya.
Alhamdulillah.. Setelah 3 tahun. Saya akhirnya bisa kembali menginjakkan kaki di Waisai berkat ibu Kepala Sekolah tempat saya bekerja. Ya. Meski profil saya di atas adalah ibu rumah tangga. Tapi sebenarnya saya telah menjadi seorang guru di SDIT Al-Izzah di kota Sorong sejak Oktober 2017 tahun lalu. Karena libur telah tiba, Kepala Sekolah yakni ibu Aisyah pun merealisasikan rencana liburan yang direncanakan jauh-jauh hari sebelumnya untuk para guru. Kami hanya mengumpulkan uang sebesar 400 ribu per orang. Sudah termasuk tiket PP Sorong-Waisai. Sisanya akan ditanggung sekolah. Total yang pergi ada 29 orang dewasa di tambah anak-anak jadi sekitar 36 orang.
Singkat cerita kami berkumpul hari kamis 20 Desember 2018 di pelabuhan rakyat ba'da duhur atau pukul 01.00 siang karena kapal akan berangkat pukul 02.00. Namun tetap saja Indonesia! Ya jam karet. kapal meninggalkan dermaga hampir pukul 02.30. Oia.Â
Tarif kapal dari Sorong-Waisai adalah 100.000 dengan lama perjalanan hampir 2 jam. Meski lampu kabin dimatikan, tetapi tidak mengurangi cahaya dari luar yang menembus kaca jendela. Saya memilih memakai kacamata dan headshet lalu mencoba untuk tidur seperti penumpang lain.
![Semoga ke depan harganya tidak naik| Dokumentasi pribadi](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/12/29/photo-2018-12-28-20-21-54-5c2702fec112fe223245c0d4.jpg?t=o&v=770)
Mesjid Raya menjadi tempat tujuan pertama kami untuk melaksanakan sholat ashar. Lalu kami menuju pantai WTC untuk mengambil beberapa gambar menikmati senja.
![Senja di Pantai WTC| Dokumentasi pribadi](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/12/29/wtc-5c2703146ddcae7374154e74.jpg?t=o&v=770)
Setelah sarapan, hari pertama yaitu Jumat kami awali dengan brefing di ruang tengah penginapan. Seperti di sekolah, breafing di mulai dengan tilawah bersama. Tempat-tempat tujuan kami adalah salah satu pembahasan saat breafing juga.Â
Setelah itu kami beramah tamah dengan empunya sekolah. Pak Hasan selaku Kepala SMK 2 Raja Ampat yang sudah banyak makan garam di dunia pendidikan memberi banyak motivasi kepada kami. Terutama saya yang masih minim pengalaman mengajar.Â
Beliau banyak cerita bagaimana harus jadi guru sejati di daerah pendalaman Wamena. Harus berjalan kaki berjam-jam untuk sampai di tempat tujuan. Kadang harus berpura-pura jadi anggota OPM (Organisasi Papua Merdeka) untuk mengamankan diri dan keluarga.
![Ramah Tamah dengan Kepala SMK 2 Raja Ampat| Dokumentasi pribadi](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/12/29/ramah-tamah-5c27031512ae9446831c56a3.jpg?t=o&v=770)
Beliau di berangkatkan ke Australia dan Amerika untuk belajar beberapa bulan di sana. Beliau pun sempat menginjakan kaki di istana Negara untuk mendapatkan penghargaan.
![Foto bersama Pak Hasan. Di belakang adalah tempat kami menginap| Dokumentasi pribadi](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/12/29/sekolah-5c27037e6ddcae520e740324.jpg?t=o&v=770)
Salah satu alumni ada yang kerja di resort ternama di Raja Ampat dan memiliki gaji 15 juta per bulan. Wow. Saya rasa pak Hasan memiliki kebahagiaan tersendiri mengetahui muridnya sesukses atau sesejahterah itu.
Setelah beramah tamah kami langsung menuju Waiwo. Yap. Masih menggunakan truk. Meski panas-panas, riuh karena canda dan tawa tetap menjadi penyemangat. Bahagia tidak harus do mobil mewah. Yekan?. Waiwo masih seperti yang saya lihat 3 taun lalu. Hanya saja resortnya (menurut saya) tidak terawat. Ikan juga tidak sebanyak dulu. Bukan musimnya mungkin. Entahlah.
![di depan Waiwo resort| Dokumentasi pribadi](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/12/29/photo-2018-12-28-20-45-32-5c270427c112fe1fd00e2b52.jpg?t=o&v=770)
![Ikan tak sebanyak dulu| Dokumentasi pribadi](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/12/29/waiwo-5c2705acaeebe16a0b2595b3.jpg?t=o&v=770)
![Di ujung Penakaran ikan| Dokumentasi pribadi](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/12/29/afu-5c270524bde5754e8876c7d3.jpg?t=o&v=770)
![Bentuk resort yang unik| Dokumentasi pribadi](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/12/29/afu-2-5c2705ab12ae9440e84b1994.jpg?t=o&v=770)
![Bisa duduk manis menikmati menghirup aroma air asin| Dokumentasi pribadi](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/12/29/afu-3-5c270636aeebe16cc864a436.jpg?t=o&v=770)
Pesan dan kesan dihaturkan. Air mata semakin tak dapat dibendung. Setiap pertemuan pasti akan ada perpisahan. Tapi baik dan tidaknya seseorang dapat dilihat dari bagaimana kita berpisah. Apakah ia bersedih atau justru bahagia ditinggalkan. Saya selalu ingat pesan mba Gaganawati kompasianer dari Jerman "Menanam kebaikan saja tidak cukup, teruslah berbuat baik."
![Foto bersama Irma dan Ika yang memegang cindera mata| Dokumentasi pribadi](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/12/29/perpisahan-5c27063f43322f4df97a3b8d.jpg?t=o&v=770)
Sebelumnya saya melihat di permandian air panas Mamuya atau tepatnya di kabupaten Halmahera Utara. Ibu itu senyum-senyum melihat kami yang seperti orang udik. Hehehe. Teman saya malah berbaring ala-ala putri duyung membersihkan badan yang sebelumnya mandi di air laut. Dalam hati saya bersyukur di rumah ada mesin cuci dan airnya tinggal dicok langsung mengalir. Tapi rasanya pengen coba mencuci di sungai juga.
![Ibunya sesekali tersenyum melihat kami| Dokumentasi pribadi](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/12/29/sungai-5c2706baaeebe16abe7d1a44.jpg?t=o&v=770)
Sabtu 22 Desember. Tilawah menjadi awal kegiatan kami lagi pagi ini. Yap. Apapun kegiatan kita, dimana pun itu, kudu diawali dengan membaca firman Allah. Semoga setiap langkah kaki membawa keberkahan. Tujuan kami kali ini adalah pulau Pianemo, pulau Arborek, dan pasir Timbul. Semoga cuaca mau bersahabat kali ini.
Pukul 7.30 kami keluar dari penginapan hanya dengan satu truk. 3 teman kami harus kembali ke Sorong karena memiliki balita dan ada yang rewel ditinggal. Truk menuju dermaga. Di sana, 2 kapal mendekati kami. Seorang laki-laki agak gemuk dan berkulit gelap keluar menyapa kami. (Saya baru tau kalau ia bernama kaka Paul setelah seminggu di Sorong). Ia memberi salam dan juga beberapa instruksi. Tak lupa beliau mengingatkan untuk berdoa terlebih dulu. Salut nih  kaka.
![Kaka Paul berkaos putih| Dokumentasi pribadi](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/12/29/photo-2018-12-28-20-45-17-5c2706b612ae9454867d1573.jpg?t=o&v=770)
Begitu masuk di perairan Pianemo saya auto terkesima dengan air yang hijau. Berasa de javu. Kerinduan akan Halmahera Utara kembali muncul ke permukaan. Saya pernah pergi tanjung Bongo di Galela. Mirip sedikit. Kenapa sedikit? Ini jauh lebih indah. Hehe.
![Perairan sekitan Pianemo| Dokumentasi pribadi](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/12/29/photo-2018-12-28-20-21-46-5c2706fb43322f38b702b783.jpg?t=o&v=770)
![Giliran kami tiba| Dokumentasi pribadi](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/12/29/pianemo-2-5c270749677ffb11127b7594.jpg?t=o&v=770)
![Lukisan tangan Tuhan yang Maha Kuasa di belakang| Dokumentasi pribadi](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/12/29/photo-2018-12-28-20-21-02-5c2707646ddcae447a13f589.jpg?t=o&v=770)
![Banyak pengunjung. Belum lagi yang di sebelah kanan. Tidak lupa yang masih di anak tangga| Dokumentasi pribadi](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/12/29/photo-2018-12-28-20-22-04-5c2707d4c112fe24691aa9b2.jpg?t=o&v=770)
Rombongan kami selanjutnya menuju pulau Arborek. Di sini kami istirahat untuk makan siang. Pasirnya putih dan lautnya sangat biru. Kalau mau snorkling saya rasa ini tempat yang pas. Masyarakat setempat juga menyewakan alat snorkling. Lengkap dengan kaki bebek. Saya sempat berjalan-jalan ke rumah penduduk untuk mencari air mineral. Untuk air Aqua 1500ml harganya Rp. 12.000. Lebih mahal 2.000 dibanding di Sorong. Sangat dimaklumi.
![Titik sebelah kanan adalah tempat di mana saya berdiri | Dokumentasi pribadi](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/12/29/arborek-5c2707dd12ae9442bf29f458.jpg?t=o&v=770)
![Ika di gapura masuk Arborek. m gonna miss you.| Dokumentasi pribadi](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/12/29/arborek-2-5c2707c2ab12ae0d01285147.jpg?t=o&v=770)
![Namanya Ica. Salah satu anak yang saya temui di Arborek. Katanya dia sudah jago berenang loh manteman| Dokumentasi pribadi](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/12/29/photo-2018-12-28-20-27-34-5c270800ab12ae2ab46adea5.jpg?t=o&v=770)
![Begini lautnya Arborek| Dokumentasi pribadi](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/12/29/photo-2018-12-28-21-45-00-5c270a55aeebe16f131948f4.jpg?t=o&v=770)
Menurut saya kemungkinan tempat ini dulunya pulau yang mengalami abrasi. Spekulasi lain karena bertemunya 2 arus yang berlawanan arah sehingga membentuk gundukan pasir. Airnya pun sangat bening. Â
Saya sempat meminjam alat snorkler di kapal. Begitu kepala nyemplung ke dalam air. Entah dengan bahasa apa saya mengungkapkan  keindahan di bawah sini. Sepanjang mata memandang hanya dasar laut yang putih bersih. Airnya bening.
![2 Ombak yang berlawanan arah bertemu| Dokumentasi pribadi](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/12/29/pasir-5c270852bde5754fed070867.jpg?t=o&v=770)
![Sholat berjama'ah di pasir Timbul| Dokumentasi pribadi](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/12/29/solat-5c2708e912ae943e8c3549e7.jpg?t=o&v=770)
Kini saya mengerti kenapa bu Susi punya ide demikan. Saya yang notabene baru pertama kali menggunakan alat snorkling auto terkagum-kagum dengan indahnya bawah laut. Padahal ini hanya pasir putih dan air jernih. *tepok jidat. Bagaimana kalau lihat terumbu karang yang..... Oh.. Saya tidak dapat membayangkannya lagi.
![Tidak ada ikan. Tapi rasanya . . . . Terima Kasih Irma sudah ambil gambar ini| Dokumentasi pribadi](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/12/29/photo-2018-12-28-20-24-33-5c27091512ae943e96476f85.jpg?t=o&v=770)
Prinem. Itu jawaban salah satu anak buah kapal setelah saya tanya pulau apa ini ketika  turun. Saya tidak mengambil gambar di sini. Yang saya ingin lakukan adalah belajar menikmati indahnya bawah laut. Sama halnya tempat-tempat yang lain di Raja Ampat, airnya jernih. Rifa anak bu Aisyah sampai mengatakan "seperti ada kota di bawah laut" ketika ia mengangkat kepala setelah bersnorkling ria.
Tepat pukul 4 sore kami meninggalkan pulau Prinem. Terlalu cepat sebenarnya. Tapi ini demi menghindari ombak yang semakin meninggi menjelang petang. Setiba di dermaga saya bertemu teman lama saat kuliah. Marthen Bertobui. Setau saya dari akun sosial medianya, ia baru pulang dari Amerika dan Korea Selatan. Sekarang ia bekerja di Asosiasi Turis di Raja Ampat. Kantornya persis di depan dermaga.Â
Jadi setiap turis Internasional yang mau mengelilingi Raja Ampat harus melaporkan identitas dan sebagainya di kantor Marthen. Terjawab sudah kenapa ia bisa sampai bisa jalan-jalan ke luar negeri setelah kami bercakap-cakap. Ia masih saja rendah hati meski sudah memiliki pekerjaan yang "wah" menurut saya.
Dari marten saya belajar. Bahwa tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini. Kalau dulu saat kuliah ia bisa dibilang mahasiswa biasa saja, kini ia membuktikan kalau ia juga memiliki potensi dn kemampuan yang luar biasa. Kalau dulu ia masih terbata-bata berbahasa Inggris. Kini ia sudah lebih lancar dibanding saya. So. Keep fighting till the end.
![Foto bersama Marthen| Dokumentasi pribadi](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/12/29/marten-5c2709c1aeebe11441456d53.jpg?t=o&v=770)
Untuk kesekian kalinya, bersyukur banyak-banyak bahwa selama di Raja Ampat tidak terjadi apa-apa. Semoga korban tsunami diberi kekuatan dan kesabaran.
Salam hangat dari Kota Sorong Papua Barat.Â