Mohon tunggu...
Alfy Trisnawati
Alfy Trisnawati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hidup berawal dari mimpi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Pentingnya Pendidikan Karakter di Era Digital untuk Masa Depan

7 Mei 2024   21:10 Diperbarui: 7 Mei 2024   21:19 333
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pentingnya pendidikan karakter diera digital itu sangat penting. Dengan banyaknya ujian dan godaan dengan kecanggihan teknologi, pendidikan karakter diharapkan dapat membentuk karakter seseorang sehingga memiliki dampak positif terhadap perkembangan emosinal, spiritulitas dan kepribadian seseorang. Bagi sebuah bangsa pendidikan karakter merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari membangun jati diri bangsa. Jika karakter generasi bangsa yang buruk, bagaimana nasib bangsa kita kedepannya? sayangnya, masih banyak orang yang tidak menyadari akan hal ini. Sedangkan untuk beberapa orang yang menyadari akan pentingnya hal ini, tentu saja mereka sudah melakukan tindakan-tindakan kecil.

Tidak dapat dipungkiri bahwa era digital saat ini sangat pesat, namun tidak diimbangi dengan karakter yang baik. Oleh karena itu pentingnya pendidikan karakter di era serba digital seperti sekarang. Dunia digital sudah menjadi bagian dari hidup manusia. Mulai dinikmati dari orang dewasa hingga anak-anak. Kehadiran dunia digital yang serba memudahkan dan cepat, tentu saja akan menjadi gaya hidup yang tidak terpisahkan. Memang dari satu sisi memberikan akses mudah, memperoleh informasi secara update dll. Lalu bagaimana dengan sisi negative dari penggunaan digital?

Nah, pada kesempatan kali ini saya akan memaparkan seberapa penting sih menekankan pentingnya pendidikan karakter bagi kaum millenial? Agar tidak memakan waktu banyak, langsung saja kita simak sebagai berikut.

1. Pendidikan Karakter Akan Menjadi Benteng

Benarkah digital selalalu memberikan dampak positif? Jawabannya tentu saja tidak. Tetap ada sisi negative bagi mereka yang tidak bisa menggunakan digital secara bijak dan cerdas. Alih-alih mecerdaskan, justru menjatuhkan moral dan mendegradasi karakter. Apalagi jika orang tersebut adalah anak-anak dan remaja yang secara kemampuan kognitifnya belum sepenuhnya terbentuk.

Masih sangat riskan mengalami kesalahan dalam menangkap informasi. Setidaknya itulah yang saya lihat ketika saya melihat disekeliling dan melihat dari kajian psikologi. Pentingnya pendidikan karakter mulai ditekankan di sini. Dampak digital yang begitu pesat dapat kita rasakan. Dalam satu menit saja, kita bisa melihat puluhan bahkan ratusan lebih informasi masuk. Informasi yang masuk dalam otak jika tidak dikelola dan tidak memiliki pengaturan emosi yang baik, dampaknya bisa menimbulkan perasaan negative.

Bentuk perasaan negative ini bermacam-macam. Ada perasaan iri, dengki dan “ingin menjadi” seperti ini dan itu. dengan kata lain, jati diri dan karakter kita pun terombang-ambingkan. Ibarat kata, otak kita itu seperti kartu memory yang memiliki kapasitas tertentu. Jika RAM yang kita miliki cepat, tidak masalah menangkap informasi sebanyak itu. Bagaimana jika kemampuan memory kita terbatas? Yang terjadi kita overdosis informasi.

Pendidikan karakter akan menjadi benteng terhadap masuknya budaya-budaya negatif yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia. Anak-anak harus dilatih sejak dini, agar memiliki karakter yang kuat dan tidak mudah terbawa oleh arus negatif di era digital.

2. Mengurangi Terjadinya Overdosis Informasi Digital

Dampak overdosis informasi tentu saja akan mempengaruhi kemampuan diri untuk mencerna. Seperti kata Baron dan Byne bahwa manusia cenderung menangkap informasi negative daripada informasi positif. Dalam kondisi kognitif kita terbatas, atau ketika kapasitas memory kartu di otak kita terbatas, maka kita cenderung menangkap informasi negative daripada informasi negative. Itu sebabnya digital itu berbahaya bagi kaum millennial.

Kita tahu bahwa di era digital, informasi apapun bisa masuk. Tidak ada filter kecuali diri kita sendiri, untuk itulah pendidikan karakter diperlukan untuk mengurangi atau bahkan mencegah terjadinya overdosi informasi digital yang berbau negatif. Apa itu contohnya? Banyak, isu tentang radikalisme, paham-paham liberal, atau tayangan-tayangan yang kurang pantas untuk dipertontonkan.

Oke, bagi orang dewasa dan orang tua mungkin hal seperti itu tidak menjadi masalah. Tetapi bagi anak-anak dan remaja dibawah 25 tahun, belum tentu menyikapi itu semua dengan bijaksana seperti halnya orang dewasa. Belum lagi dampak digital yang sifatnya negatif yang lain. Kita tahu sebagian besar kaum millennial memainkan media sosial (facebook, twitter, IG, youtubes, WA dsb) mereka di sana selain melihat postingan, mereka juga melihat komentar dari para netizen.

Namannya juga komentar, pastinya ada banyak sekali komentar bertebaran. Ada yang mengunakan bahasa kotor, kasar dan kurang bijak. Secara tidak langsung akan mempengaruhi orang tersebut juga mengadopsi dan merasa bebas mengumpat lewaet komen seenaknya.

3. Meningkatkan Jiwa Nasionalis

Pentingnya pendidikan karakter kelihatannya sepele, tetapi berdampak positif untuk pembentukan sikap. Setidaknya itulah yang saya yakini. Seseorang yang memiliki karakter yang baik, tentu saja seseorang mampu mengenali siapa dirinya. Tahu apa yang diinginkannya dan tahu apa tujuan hidupnya.

Dengan kata lain, tahu identitas diri. Orang yang memiliki identitas diri pastinya memiliki ideology sendiri. Meskipun bagi anak-anak dan remaja sedikit sadar betul akan hal ini. Setidaknya, jika sejak dini sudah dikenalkan pentingnya pendidikan karakter, mereka lebih tahu dan memiliki filter pertahanan dari serangan digital di luar sana.

Pentingnya pendidikan karakter selain membantu dalam mengetahui jati diri, tentu saja mampu meningkatkan jiwa nasionalis. Orang ini sadar bahwa digitalisasi hanyalah sarana, bukan sebagai tujuan. Maksudnya, menggunakan digital sebagai alat untuk mencapai dan memudahkan apa yang dia harapkan. Ketika digitalisasi dan aksesorisnya sebagai alat atau sarana, tentu saja akan memanfaatkan digital termasuk media sosial dengan tujuan positif.

Beda cerita bagi sebagian besar orang anak-anak dan remaja saat ini. Mereka menjadikan digital sebagai tujuan.

Darimana mengetahui digital sebagai tujuan mereka? Indikatornya mudah. Dapat dilihat ketika kita Tanya ke mereka. Mereka memainkan media sosial untuk apa? Sebagian besar karena semua teman-temannya memiliki akun di media sosial.

Jadi atas dasar “biar sama” maka mereka terjun meramaikan. Alasan klise seperti ini yang menjadi latarbelakang pentingnya pendidikan karakter.

Karena sedikit yang menjawab bahwa media sosial sebagai ajang untuk membranding diri, karena besok ingin jadi ini dan itu. jadi konteksnya bukan “biar sama” tetapi untuk membantu memudahkan mencapai tujuan.

4. Mengetahui Sikap Yang Harus Ditunjukan

Pentingnya pendidikan karakter bagi anak-anak dan remaja, setidaknya setelah menyadari dan mengetahui akan hal ini akan memudahkan mereka untuk memudahkan dalam mencapai tujuan yang diinginkan. Seperti yang telah disinggung di paragraph di atas, bahwa seseorang yang telah mengenali diriinya sudah pasti memiliki tujuan dan tahu apa yang seharusnya ditunjukan.

Lain cerita bagi mereka yang tidak mendapatkan pendidikan karakter sejak dini. Sebagian mereka binggung, dan hanya menjadi pengembira hidup orang lain. Padahal, dirinya yang seharusnya digembirakan, bukan justru menjadi pengembira bagi hidup orang lain.

Sesuai pengamatan kecil-kecilan yang saya lakukan, jaman millennial lebih sibuk membentuk diri mereka seperti pandangan dan penilaian oranglain.

Itu sebabnya mereka selalu ingin tampil lebih “wah” dan tampil sebaik mungkin. Caranya gimana? Tentu saja dengan menunjukan lewat postingan di akun media sosial masing-masing. Atau sekedar ikut hengout bersama teman-teman ke mall, kafe dan semacamnya. Padahal, aslinya tidak memiliki uang. Karena demi status sosial dan terpandang “wah” meski uang tidak ada, hutang dan minta orang tua pun jadi.

Hal-hal semacam inilah yang menjadi perhatian orangtua masing-masing sebenarnya. Begitu pentingnya pendidikan karakter untuk anak-anak dan remaja di sekeliling kita. Tidak perlu jauh-jauh deh, kita bisa mengawalinya dari keluarga terkecil. Hal ini yang menjadi tantangan besar dan berat sebenarnya.

5. Bijak Sebelum Bertindak

Sedikit anak-anak dan remaja yang bisa bersikap bijak sebelum bertindak. Tentu saja konteks dalam hal ini bijak dalam menyikapi digitalisasi. Orang yang berpengaruh besar yang menentukan seorang anak dan remaja bisa bijak pun tidak lepas dari peran keluarga dalam membangun karakter. Keluarga inti yang memiliki peranan besar menekankan pentingnya pendidikan karakter.

Jika sejak dini anak sudah diajarkan asertifitas dan mendapatkan kasih sayang secara cukup. Di dukung lingkungan pergaulan yang baik, mungkin saja ini bisa teratasi dan tidak terkontaminasi dengan arus informasi di dunia digital yang supersonic kecepatan.

Alih-alih informasi yang masuk dengan cepat dapat mencerdaskan, jika tidak diimbangi kematangan berfikir, sebaik dan seupdate apapun informasi yang masuk, akan menjadi toxsik. Intinya adalah menekankan pentingnya pendidikan karakter dan agar kemampuan dalam proses berfikir anak kita bisa berkembang dengan baik.

Kognitif anak bisa berkembang baik jika kita memberikan kasih sayang dan pendidikan yang tepat. Hindari menggunakan kata-kata keras atau mengomeli. Karena ketika anak atau remaja dibentak, setiap satu bentakan akan ada calon sel syaraf yang di otak mati.

Semakin banyak syaraf di otak mati, tentu saja bisa mempengaruhi proses berfikir anak dalam menyikapi permasalahan, termasuk masalah arus digitalisasi yang sekarang sudah tidak dapat dibendung sama sekali. Ketika banyak calon sel syaraf otak yang rusak, tugas kita menekankan pentingnya pendidikan karakter pun semakin lebih ekstra dong.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun