Mohon tunggu...
Alfrizhaasz
Alfrizhaasz Mohon Tunggu... Lainnya - Community Development

Seorang community development yang berfokus pada pemberdayaan masyarakat yang menyukai dunia literasi dan pengembangan karya kreatif.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Mengungkap Eksistensi Perempuan dalam Perspektif Simone de Beauvoir terhadap Novel The Dictionary of Lost Words by Pip Williams

10 Januari 2025   13:45 Diperbarui: 10 Januari 2025   15:33 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Esme menyadari bahwa mengikuti konvensi hanya akan memperkuat ketidaksetaraan, sehingga ia mengambil langkah untuk melampaui batasan tersebut.

3. Bahasa sebagai Alat Penindasan dan Perlawanan

De Beauvoir melihat budaya dan bahasa sebagai alat yang sering digunakan untuk menindas perempuan. Dalam novel ini, Esme memahami bagaimana bahasa mendefinisikan perempuan secara bias dan eksklusif. Ia mengumpulkan kata-kata seperti "bondmaid" (hamba perempuan) yang dianggap tidak penting oleh laki-laki, tetapi memiliki makna mendalam bagi perempuan.

"If we don't record the words of women, the poor, and the forgotten, who will? And what kind of dictionary will it be if it doesn't serve them too?"

Melalui kutipan ini, Esme mengungkapkan pentingnya mendokumentasikan pengalaman perempuan agar tidak terlupakan.

4. Perempuan sebagai Agen Perubahan Sosial

De Beauvoir mendorong perempuan untuk mengambil peran aktif dalam perubahan sosial. Esme, dengan mengumpulkan kata-kata perempuan dan menantang norma patriarkal, menjadi agen perubahan. Ia tidak hanya melestarikan sejarah linguistik perempuan tetapi juga membuka jalan untuk inklusivitas dalam budaya dan bahasa.

"There is no power greater than being heard, and I want women to have that power."

Esme memahami kekuatan yang lahir dari didengar, sehingga ia memperjuangkan agar suara perempuan tidak lagi diabaikan.

Karya sastra Pip Williams ini ditulis dengan sangat puitis dan reflektif, Pip Williams menghadirkan kisah yang menginspirasi dengan bahasa yang indah dan penuh makna. Tokoh Esme menjadi simbol pemberdayaan perempuan dalam dunia yang penuh ketidakadilan. Novel ini tetap relevan dengan perjuangan perempuan untuk kesetaraan di era kontemporer.

Namun, alur pada novel tersebut sangat lambat di awal. Beberapa pembaca seperti saya mungkin merasa bagian awal cerita terlalu lambat karena fokus pada pengenalan latar. Adapun beberapa karakter pendukung, seperti Tilda yang kurang mendapatkan porsi cerita yang cukup untuk memperdalam makna perjuangannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun