Begitu masuk, mereka disuguhi pemandangan pantai yang indah. Pasir putih, ombak yang berdesir, dan kursi-kursi pantai yang nyaman. Tapi, suasana itu tidak bertahan lama. Tiba-tiba, seorang anak kecil berlari ke arah mereka sambil berteriak, "Pak, ini pantai umum, kok dilarang-larang sih? Kata Mama, ini hak semua orang!"
Pak Dibu dan kawan-kawan hanya bisa tersenyum kecut. Mereka tahu jawabannya, tapi tak ada yang berani menjawab. Akhirnya, mereka memutuskan untuk duduk di kursi pantai, menikmati kelapa muda yang disediakan hotel, sambil berpura-pura tidak mendengar protes warga yang berkumpul di balik tembok.
Sebelum pulang, Pak Dibu berpidato singkat, "Kami akan menindaklanjuti keluhan ini. Pantai adalah milik rakyat, dan kami akan memastikan hak-hak rakyat terpenuhi."
Tapi, begitu mobil dinas mereka menghilang di kejauhan, warga hanya bisa menggelengkan kepala. Mereka tahu, ini hanya sandiwara belaka. Besok, tembok itu akan tetap berdiri, dan pantai indah itu tetap terlarang bagi mereka.
Dan begitulah, sidak itu berakhir dengan tawa pahit warga dan kepura-puraan anggota dewan yang seolah peduli, padahal mereka sendiri yang membuat masalah.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI