Pengalaman DIY dalam menangani kasus TKD memberikan pelajaran berharga yang dapat diterapkan di daerah lain, terutama dalam hal kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan lembaga non-pemerintah. Di DIY, upaya penataan dan transparansi pengelolaan TKD melibatkan partisipasi aktif masyarakat dalam pengambilan keputusan, yang membantu menciptakan rasa kepemilikan dan tanggung jawab terhadap tanah milik desa.
Selain itu, pengembangan regulasi yang jelas dan ketat mengenai penggunaan dan pengelolaan TKD, serta penegakan hukum yang tegas terhadap penyalahgunaan, menjadi kunci untuk mencegah penguasaan ilegal dan konflik tanah. Dengan mengadopsi pendekatan serupa, daerah lain di Indonesia dapat memperkuat pengelolaan aset desa mereka, memastikan keberlanjutan ekosistem sosial dan ekonomi yang saling mendukung, serta meningkatkan kualitas hidup masyarakat desa secara keseluruhan.
Pengalaman DIY dalam menangani kasus TKD memberikan pelajaran berharga yang dapat diterapkan di daerah lain:
Pertama, Pentingnya Tindakan Hukum yang Tegas. Pada tahun 2023, sebanyak 16.000 meter tanah kas desa di DIY berhasil diselamatkan dari mafia tanah. Ini menunjukkan bahwa tindakan hukum yang tegas, seperti penyitaan dan pengembalian fungsi tanah, adalah langkah penting untuk melindungi aset desa.
Kedua, Kolaborasi Antar-Lembaga. Pemerintah DIY bekerja sama dengan aparat penegak hukum dan masyarakat untuk menyelesaikan kasus penyalahgunaan tanah. Kolaborasi ini perlu diperkuat di tingkat nasional, dengan melibatkan Badan Bank Tanah sebagai koordinator utama.
Ketiga, Penyusunan Kebijakan yang Lebih Ketat. Regulasi terkait TKD harus diperbarui untuk memastikan penggunaan yang sesuai dengan tujuan mulia, yaitu kesejahteraan masyarakat. Kebijakan ini harus mencakup mekanisme pengawasan, sanksi tegas, dan prosedur sewa atau pemanfaatan tanah yang transparan.
Peran Sentral Badan Bank Tanah dalam Pengelolaan TKD
Sebagai lembaga yang bertugas mengelola tanah secara nasional, Badan Bank Tanah memiliki kapasitas untuk memberikan solusi yang terstruktur dan berkeadilan dalam pengelolaan TKD:
Pertama, Pemetaan dan Digitalisasi Data Tanah. BBT dapat memimpin upaya digitalisasi data TKD di seluruh Indonesia. Sistem informasi yang terintegrasi akan memudahkan pengawasan, mengurangi tumpang tindih penggunaan tanah, dan meningkatkan transparansi.
Kedua, Pengelolaan Berbasis Keadilan Sosial. Dalam konteks redistribusi tanah, BBT dapat memastikan bahwa TKD digunakan untuk kepentingan masyarakat yang membutuhkan, seperti petani kecil, UMKM, dan program pemberdayaan desa. Hal ini sesuai dengan prinsip keadilan sosial yang menjadi mandat utama lembaga ini.
Ketiga, Intervensi dalam Kasus Penyalahgunaan. BBT memiliki wewenang untuk mengintervensi kasus penyalahgunaan TKD. Langkah ini mencakup evaluasi kontrak pemanfaatan tanah, pembatalan perjanjian yang melanggar aturan, dan pengembalian tanah ke fungsi awalnya.