Mohon tunggu...
Alfred Benediktus
Alfred Benediktus Mohon Tunggu... Editor - Menjangkau Sesama dengan Buku

Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama. Editor, penulis dan pengelola Penerbit Bajawa Press. Melayani konsultasi penulisan buku.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Mengelola Diri, Menjaga Fokus: Perspektif Penulis dan Editor tentang Makna Self-Control

10 Januari 2025   05:00 Diperbarui: 10 Januari 2025   17:23 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(olahan GemAIBot, dokpri)

"People with high levels of trait self-control are good at avoiding temptation --- not resisting it." --- Riikka Iivanainen, The secret life of people with high self-control (it's easier than you think)

Kata-kata Riikka Iivanainen mengungkapkan sebuah pemahaman yang mendalam tentang konsep self-control. Menurutnya, orang dengan tingkat kontrol diri yang tinggi bukan hanya mampu menahan godaan, tetapi lebih dari itu, mereka terampil dalam menghindarinya sejak awal. Pernyataan ini memicu refleksi tentang bagaimana kita menghadapi tantangan dan godaan dalam kehidupan sehari-hari.

[Riikka Iivanainen adalah seorang penulis, jurnalis, atau peneliti asal Finlandia yang sering menulis tentang topik-topik psikologi, perilaku manusia, dan pengembangan diri. Artikel yang Anda kutip, The secret life of people with high self-control (it's easier than you think), mencerminkan fokusnya pada eksplorasi konsep self-control dan bagaimana hal itu diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.]

Sebagai seorang penulis dan editor, memahami self-control tidak hanya relevan dalam konteks pribadi, tetapi juga dalam pekerjaan yang menuntut kreativitas, disiplin, dan kemampuan menyaring gangguan. Dalam tulisan ini, saya mengeksplorasi pandangan tentang bagaimana self-control bukan sekadar tentang menahan diri, tetapi menciptakan kondisi yang mendukung keberhasilan, baik secara personal maupun profesional.

Dengan melihatnya dari tiga perspektif  -masalah, menimba pengalaman, dan solusi- saya mencoba mendalami cara mengelola diri dan menjaga fokus dalam menjalani hidup terutama dalam keseharian saya sebagai seorang penulis dan editor.

Tantangan Godaan dalam Proses Kreatif

Dalam dunia menulis dan mengedit, godaan adalah musuh utama produktivitas. Gangguan seperti media sosial, kesibukan administrasi, atau bahkan rasa tidak percaya diri sering kali menghalangi proses penciptaan. Ketika tenggat waktu mendekat, tantangan ini semakin besar karena godaan untuk menunda menjadi lebih kuat. Sebagai seorang penulis, saya sering menghadapi dilema antara mengejar ide yang segar atau menyerah pada distraksi yang tampak lebih mudah.

Untuk mengatasi gangguan distraksi, saya biasanya "melarikan diri" dengan menulis dan posting dengan system terjadwal. Misalnya saya mau posting pukul 05 pagi, maka malam ini sebelum tidur saya sudah bereskan naskahnya dan tinggal tidur. Besok bangun pukul pukul 05.30 naskah sudah terposting di Kompasiana.

Sebagai editor, godaan lain muncul dalam bentuk perfeksionisme. Ketika menyunting sebuah karya, keinginan untuk terus memperbaiki sering kali menghambat proses penyelesaian. Jika tidak dikendalikan, ini dapat menguras waktu dan energi yang seharusnya digunakan untuk proyek lain.

Bahkan jika tidak hati-hati naskah orang bisa rusak di tangan editor ketika kelemahan manusiawinya muncul seperti: rasa lelah dan tidak mudah memahami maksud penulis atas kata-kata yang dipilihnya. Lalu jatuh pada keputusan sebagai hakim yang keji: naskah ini tidak layak karena bla bla...dan aneka alasan lainnya.

(olahan GemAIBot, dokpri)
(olahan GemAIBot, dokpri)

Strategi untuk Menghindari Gangguan

Melalui pengalaman, saya belajar bahwa self-control bukan tentang melawan godaan secara langsung, tetapi lebih kepada mengelola lingkungan kerja. Sebagai contoh, saya menciptakan ruang kerja (meski tidak ada ruang khusus karena bekerja dari dan di rumah) yang bebas dari gangguan digital dengan mematikan notifikasi dan mengatur jadwal khusus untuk menulis dan mengedit. Langkah kecil ini membantu saya fokus pada apa yang benar-benar penting.

[Biasanya jika ada gangguan berupa ide baru yang melintas, saya segera masuk ke "ruang note" di HP saya dan mencatat ide-ide yang terlintas. Kemudian setelah agak longgar mulai menuliskan pokok-pokok pikiran dalam dua tiga kalimat dan disimpan di folder bulanan dan diberi nomor. Artinya nanti akan digarap lebih lanjut.] 

Selain itu, pentingnya rutinitas juga tidak bisa diabaikan. Sebagai penulis, memiliki jam kerja tetap untuk menulis membantu saya menjaga konsistensi. 

[Saya selalu berusaha untuk konsisten punya waktu untuk menulis setiap hari (setelah menyiapkan tema-tema yang akan ditulis keesokan harinya). Tulisan utama sehari paling banyak 2, tetapi ketika ada ide baru terlintas bisa menyelesaikan 3-4 tulisan dengan bentuk yang bervariasi. Yang paling sulit adalah menulis puisi tiga bait dan penjelasannya. Karena butuh kontemplasi yang lebih serius agar pemilihan diksinya bisa sesuai dengan pesan yang mau disampaikan.]

Sebagai editor, menerapkan batas waktu untuk menyelesaikan proses penyuntingan membuat pekerjaan terasa lebih terstruktur dan efisien. 

[Jika ada naskah yang akan diterbitkan, prioritas utama adalah mengedit naskah tersebut dan biasanya saya punya deadline (termasuk pembuatan cover, konsultasi lanjutan dengan penulis) agar bisa segera "menghadap" perpusnas untuk meminta ISBN.] 

Saya juga menyadari bahwa belajar untuk berkata "kapan cukup sudah cukup" adalah bagian penting dari pengendalian diri.

Menerapkan Self-Control sebagai Penulis dan Editor

Mengelola self-control dalam pekerjaan menulis dan mengedit berarti menciptakan kebiasaan yang mendukung fokus dan produktivitas. Sebagai seorang penulis, saya memahami bahwa proses kreatif membutuhkan keseimbangan antara inspirasi dan disiplin [termasuk kapan harus membaca aneka sumber literasi lainnya agar mendukung atau memberi vitamin dan protein pada tulisan yang sedang digumuli].

Dengan menyusun lingkungan kerja yang kondusif, seperti menjaga meja kerja tetap rapi (meski kenyataannya sebaliknya penuh tumpukan buku di samping PC) dan meminimalkan distraksi digital (mengabaikan notifikasi WA atau medsos), saya dapat menciptakan ruang yang merangsang aliran ide. Pada saat yang sama, penting bagi saya untuk menjaga komitmen terhadap jadwal menulis harian, karena konsistensi menjadi landasan keberhasilan dalam dunia ini.

Sebagai editor, menjaga self-control berarti menetapkan ekspektasi yang realistis terhadap diri sendiri dan klien. Saya sering kali menghadapi tantangan untuk tidak terjebak dalam siklus revisi tanpa akhir.

Dalam situasi seperti ini, saya memprioritaskan komunikasi yang jelas dengan penulis lain, memastikan bahwa setiap revisi yang saya ajukan memiliki tujuan yang spesifik dan relevan. Dengan demikian, saya dapat mengelola waktu dengan lebih baik, menghindari perfeksionisme yang berlebihan, dan tetap menjaga kualitas hasil akhir.

Dalam kedua peran ini, penting juga untuk memberikan waktu bagi diri sendiri untuk beristirahat. Saya menemukan bahwa jeda yang terencana bukan hanya membantu mengurangi stres, tetapi juga memberi ruang bagi refleksi (yang seolah menjadi style tulisan saya, nuansa reflektif harus lebih kuat daripada sekadar fakta dan imajinasi).

Saat kembali bekerja, saya merasa lebih segar dan mampu melihat proyek dengan perspektif yang lebih jernih. Dengan menerapkan langkah-langkah ini, saya tidak hanya dapat menghindari godaan, tetapi juga memperkuat kemampuan untuk fokus pada tujuan jangka panjang.

Kesimpulan: Menjaga Fokus sebagai Bagian dari Self-Control

Bagi seorang penulis dan editor, self-control adalah kunci untuk mengelola diri dan menjaga fokus. Ini bukan tentang menekan godaan, tetapi merancang lingkungan dan pola kerja yang mendukung keberhasilan.

Dengan strategi yang tepat, kita dapat menciptakan ruang untuk kreativitas tanpa kehilangan arah, menyelesaikan tugas dengan lebih baik, dan pada akhirnya mencapai kepuasan dalam pekerjaan yang kita cintai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun