Rani semakin tidak stabil, mulai bergetar di dalam cermin, memohon agar Andi bertindak cepat. "Kau tidak bisa membiarkanku terjebak sendiri! Kita bisa bebas jika kamu menginjakkan kaki di dunia ini!" Heran dan cemas, Andi terombang-ambing dalam ketakutan. Namun rasa ingin tahunya mendorongnya untuk melangkah ke depan.
Tiba-tiba, sosok Rani berubah menjadi makhluk mengerikan yang mengguncangkan ketahanan mental Andi. Kegelapan memenuhi ruangan, dan suara tawa dingin menggema, membuatnya tercekik dalam ketakutan. Andi merasa terperangkap oleh bayangan-bayangan kelam dari masa lalu dan kesalahan yang tidak tuntas.
Di saat krisis itu, Andi menegaskan posisinya; ia harus melawan ketakutan untuk bisa berpihak pada Rani yang terperangkap. "Kau tidak boleh mengendalikan aku!" teriaknya, mencoba melawan kekuatan jahat di dalam cermin. Dengan tekad yang membara, ia melemparkan batu di arah cermin.
Cermin itu pecah, melepaskan ledakan sinar putih yang mengalir deras. Andi terlempar mundur, dan saat dia mencoba menggapai cermin, bayangan Rani terjerat di dalam retakan yang semakin besar. Dalam sekejap, dia memahami bahwa kebebasan bukanlah hal yang mudah diperoleh.
Detik-detik sebelum cermin sepenuhnya hancur, Andi merasakan kehadiran Rani yang termotivasi dan lembut. Ia bisa merasakan bahwa di balik setiap kegelapan, ada harapan untuk bisa keluar, walaupun dengan pengorbanan yang tinggi.
Saat Andi tersadar dari kegelapan itu, dia mendapati dirinya tergeletak di tanah, dikelilingi oleh cahaya bulan yang lembut. Rumah tua itu lenyap, seolah-olah tidak pernah ada. Di belakangnya, jejak-jejak masa lalu mulai memudar, meninggalkan rasa penasaran yang tertahan: selamanya menjadi rahasia bagi yang berani masuk.
Andi menyadari kekuatan dalam pilihannya sendiri, dan rasa ingin tahunya akan misteri yang mengelilinginya telah membawa dampak abadi, bukan hanya pada dirinya, melainkan pada semua yang mendengar kisahnya.
Alfred B. Jogo Ena
#writerpreneur
#editor
#penerbit
#bajawapress
#konsultanpenulisanbuku
NB: Cerpen di atas terinpirasi dari Artikel saya yang masuk AU berjudul: "Mengurai Benang Kusut PPN 12%".
Cerita horor di atas adalah benang kusut rakyat Indonesia yang seolah pasrah pada setiap kebijakan yang merugikan dari pemerintah.Â