Mohon tunggu...
Alfred Benediktus
Alfred Benediktus Mohon Tunggu... Editor - Menjangkau Sesama dengan Buku

Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengapa Kita Terjebak dalam Lingkaran Kematian?

16 Desember 2024   09:28 Diperbarui: 16 Desember 2024   09:28 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(semua agama berperan memutus mata rantai kekerasan, olahan GemAIBot, dokpri)

Mengapa Kita Terjebak dalam Lingkaran Kematian?

Mari Menelaah Maraknya Kekerasan dalam Masyarakat Modern

 

Di era informasi yang serba cepat dan terhubung ini, berita mengenai kekerasan yang merenggut nyawa semakin sering kita temui. Dari tindakan brutal yang dilakukan oleh aparat penegak hukum hingga penganiayaan oleh individu-individu yang seharusnya menjadi panutan, masyarakat sedang berada dalam krisis moral.

Apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa perilaku barbar ini semakin marak? Melalui lensa psikologi, sosiologi, antropologi, dan ajaran agama, dalam tulisan ini kita akan menyelami akar masalah ini dan mencari jalan keluar untuk perbaikan.

Kenyataan Terpampang di Depan Mata

Kekerasan telah menjadi bagian dari sebagian besar kehidupan manusia. Namun, belakangan ini, kita menyaksikan lonjakan tindakan kekerasan yang tampaknya semakin banal.

Misalnya, insiden polisi menembak siswa sekolah menengah, sopir pribadi yang melakukan penganiayaan demi membela anak majikannya, atau penganiayaan karyawan di tempat kerja.

Tindakan-tindakan ini bukan hanya mencerminkan tindakan individu, tetapi juga merupakan cerminan dari dinamika sosial, ekonomi, dan struktural yang lebih luas.

Dalam banyak kasus, kekerasan dapat dipahami sebagai sebuah respons terhadap ketegangan yang terakumulasi dalam masyarakat. Misalnya, insiden kekerasan di sekolah sering kali dapat dihubungkan dengan masalah bullying, tekanan akademis, dan kurangnya dukungan emosional.

Ketika siswa merasa terpojok atau tidak memiliki saluran untuk mengekspresikan ketidakpuasan mereka, beberapa di antaranya mungkin memilih untuk melampiaskan kemarahan mereka melalui tindakan kekerasan.

Di tempat kerja, ketidakpuasan terhadap kebijakan manajemen, ketidakadilan, atau kurangnya pengakuan dapat menciptakan budaya toksik yang memicu tindakan agresif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun