Mohon tunggu...
Alfred Benediktus
Alfred Benediktus Mohon Tunggu... Editor - Menjangkau Sesama dengan Buku

Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Keluarga Berziarah dalam Harapan

15 Desember 2024   06:35 Diperbarui: 15 Desember 2024   06:43 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keluarga Berziarah dalam Harapan, Membangun Keceriaan dalam Iman

 

Dalam perjalanan Advent (ketiga) ini, kita diingatkan akan pentingnya berziarah sebagai sebuah keluarga, merayakan harapan dan keceriaan dalam iman yang menyatukan. Mari kita merenungkan makna di balik perjalanan iman kita dan bagaimana kita dapat menyalakan semangat harapan dalam setiap langkah.

Menjadi Keluarga yang Senantiasa Berziarah dalam Pengharapan

Menjadi keluarga yang senantiasa berziarah dalam pengharapan merupakan sebuah tantangan sekaligus komitmen yang mengharuskan setiap anggota keluarga untuk menjaga keyakinan dan harapan mereka tetap hidup dalam setiap situasi.

Hal ini memerlukan kerja sama, pengertian, dan kasih sayang yang kuat di antara semua anggota keluarga. Dalam hidup ini, kita mungkin akan menghadapi berbagai rintangan dan tantangan, namun dengan berpegang teguh pada harapan dan saling mendukung satu sama lain, kita dapat melewati segala tantangan tersebut bersama-sama sebagai satu keluarga.

Pada minggu ketiga Advent, yang juga dikenal sebagai Minggu Gaudete atau Minggu Keceriaan/Sukacita, kita diajak untuk merenungkan tema yang sarat makna: menjadi keluarga yang senantiasa berziarah dalam pengharapan. Dalam konteks ini, kita dapat mengaitkan pesan dari Kitab Zefanya 3:14-18a, Filipi 4:4-7, dan Injil Lukas 3:10-18.

1. Kebangkitan Keceriaan dalam Harapan (Zefanya 3:14-18a)

Zefanya mengajak kita untuk bersukacita dan bersorak karena Tuhan ada di tengah kita. Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering menghadapi tantangan dan kesulitan. Namun, sebagai keluarga beriman, kita dipanggil untuk hidup dalam pengharapan akan kasih dan penyertaan Tuhan.

Keluarga yang bersatu dalam pengharapan akan mampu menemukan sukacita, bahkan di tengah kesukaran. Kesatuan dalam kebaikan dan pengharapan ini akan membangkitkan semangat keceriaan yang tulus.

Kita perlu mengingat bahwa Tuhan senantiasa hadir dalam setiap momen kehidupan kita, baik dalam kegembiraan maupun kesedihan. Dia tidak pernah berhenti memberikan kita kekuatan dan semangat untuk melanjutkan perjalanan hidup ini.

Dengan mengandalkan kekuatan dan cinta-Nya, setiap tantangan yang kita hadapi dapat menjadi peluang untuk kita bertumbuh dan berkembang. Oleh karena itu, setiap anggota keluarga harus saling mendorong dan membangun satu sama lain dalam cinta dan pengharapan ini.

Dengan demikian, kita bukan hanya menjadi keluarga yang berziarah dalam pengharapan, tetapi juga menjadi saksi nyata tentang bagaimana kasih dan penyertaan Tuhan dapat mengubah hidup kita.

2. Keceriaan yang Diawali dengan Doa (Filipi 4:4-7)

Dalam suratnya kepada jemaat di Filipi, Santo Paulus menekankan pentingnya bersukacita dalam semua keadaan, dan bahwa sukacita sejati berasal dari hubungan yang dekat dengan Tuhan melalui doa.

Mari kita berkomitmen (sebagai keluarga) untuk menjalin komunikasi yang baik, dimulai dengan doa bersama. Ketika keluarga berdoa, mereka membuka diri untuk menerima damai sejahtera Allah, yang menguatkan harapan mereka.

Sukacita bukan hanya sekadar perasaan, tetapi juga sebuah pilihan yang harus kita ambil dalam perjalanan hidup kita bersama.

Selain itu, penting bagi kita untuk ingat bahwa sukacita dan pengharapan tidak selalu berarti absennya kesulitan atau tantangan. Justru di tengah-tengah tantangan itulah, kita seringkali menemukan makna dan kekuatan sejati dari pengharapan dan sukacita.

Sebagai keluarga, kita harus menjadikan setiap kesempatan, baik mudah maupun sulit, sebagai momen untuk bersama-sama memperdalam ketergantungan kita pada Tuhan dan satu sama lain.

Dengan demikian, kita bukan hanya mengejar kebahagiaan sesaat, tetapi juga membangun sebuah kebersamaan yang kokoh yang dihiasi dengan kasih dan pengharapan yang tak pernah pudar.

Dengan cara ini, kita memilih untuk bersukacita, tidak hanya dalam keadaan baik, tetapi juga dalam segala keadaan.

3. Menghadapi Tantangan dengan Sukacita (Lukas 3:10-18)

Injil Lukas memberikan sketsa tantangan yang dihadapi oleh masyarakat ketika Yohanes Pembaptis menyeru pertobatan. Ia memanggil setiap orang untuk berbagi dan berbuat baik.

Kita (keluarga) diajarkan untuk saling menolong dan berbagi beban. Ketika kita menghadapi tantangan, seperti perubahan atau kesulitan, keceriaan kita sebagai orang percaya harus terpancar melalui tindakan kita.

Kita dapat menciptakan suasana yang penuh harapan dengan menjadi berkat bagi satu sama lain, mengingatkan bahwa ada Tuhan yang selalu menyertai kita.

Pertanyaan yang diajukan kepada Yohanes Pembaptis, "Apa yang harus kami lakukan?" mencerminkan keinginan yang mendalam untuk berubah dan bertobat. Sebagai keluarga, pertanyaan ini dapat diartikan sebagai tantangan bagi kita untuk terus belajar dan beradaptasi, untuk menjadi lebih baik dalam berbagi dan berbuat baik. Hal ini tidak hanya berlaku dalam menghadapi kesulitan, tetapi juga dalam merayakan kebahagiaan bersama.

Dengan bertanya "Apa yang harus kami lakukan?" kita mengakui bahwa kita selalu memiliki ruang untuk tumbuh dan berkembang, untuk menjadi lebih baik, lebih mampu mencintai dan mendukung satu sama lain.

Dan jawabannya mungkin berbeda bagi setiap anggota keluarga, namun satu hal yang pasti, jawabannya akan selalu mengarah pada cinta dan kasih sayang, karena inilah yang Tuhan inginkan bagi kita.

(olahan GemAIBot, dokpri)
(olahan GemAIBot, dokpri)

Makna Spes Non Confundit dari Paus Fransiskus

Dalam ensikliknya, Paus Fransiskus mengajak kita untuk melihat keluarga sebagai pusat harapan dan kasih. Istilah "Spes Non Confundit" mengingatkan bahwa harapan tidak akan pernah mengecewakan. Harapan ini menjadi fondasi yang mengikat kita (keluarga) dalam perjalanan iman. Ketika keluarga berfokus pada kasih dan saling mendukung, mereka menciptakan ruang bagi harapan yang tumbuh dan membawa keceriaan.

Sebagai penutup, mari kita ingat bahwa dalam kebersamaan dan dalam pengharapan, kita dapat menghadapi tantangan hidup. Dengan berkumpul dalam doa, berbagi sukacita, dan menjaga kebersamaan sebagai keluarga, kita membangun sebuah komunitas iman yang kuat.

Di tengah perjalanan ini, mari kita menjadi berkat bagi satu sama lain dan terus berziarah dalam harapan, karena kita tahu bahwa Tuhan menyertai kita di setiap langkah.

Selamat menjalani Minggu Adven Ketiga, Minggu Gaudete, Minggu Sukacita karena Natal makin dekat, semoga kita semua senantiasa hidup dalam keceriaan dan pengharapan.


Salam dari Kaki Merapi, 15 Desember 2024

Alfred B. Jogo Ena

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun