Secara sosial, politisi oportunis merusak kepercayaan masyarakat terhadap institusi demokrasi. Janji yang sekadar alat manipulasi menciptakan skeptisisme yang menghambat partisipasi aktif. Hubungan patron-klien juga dominan, menciptakan ketergantungan pada individu tertentu untuk mengakses layanan publik.
Fenomena ini memicu polarisasi sosial. Kelompok yang diuntungkan membela politisi secara tidak kritis, sementara kelompok yang dirugikan terpinggirkan. Ketimpangan ini merusak solidaritas dan memicu konflik horizontal, menghambat realisasi nilai keadilan sosial.
4. Perspektif Antropologi: Warisan Feodalisme dan Politik Dinasti
Dalam budaya politik Indonesia, politisi oportunis memanfaatkan nilai-nilai tradisional seperti gotong-royong untuk membangun citra. Namun, praktik ini sering kali hanya membela kepentingan klan atau kelompok kecil. Politik dinasti menjadi manifestasi dari warisan feodal yang masih bertahan, di mana kekuasaan dianggap sebagai aset keluarga.
Simbol-simbol budaya lokal juga dimanfaatkan untuk legitimasi politik, tetapi sering kali mengkhianati nilai asli seperti keadilan dan tanggung jawab kolektif. Akibatnya, budaya lokal menjadi alat politik semata, merusak maknanya di mata masyarakat.
Reformasi Politik: Menuju Etika dan Moral yang Berkelanjutan
1. Prinsip Etika dan Moral
Etika politik harus berlandaskan keadilan, transparansi, dan tanggung jawab. Politisi perlu menempatkan pelayanan masyarakat di atas ambisi pribadi, dengan keberanian untuk menolak korupsi, nepotisme, dan politik uang. Moralitas politik juga harus menjaga kepercayaan masyarakat melalui teladan yang menginspirasi.
2. Pembatasan Jabatan dan Dinasti Politik
Pembatasan jabatan menjadi langkah strategis untuk memutus dominasi politik dinasti. Misalnya, membatasi satu posisi hanya untuk dua periode, serta melarang pasangan atau anak pejabat mencalonkan diri di wilayah yang sama. Transparansi dan pengawasan harus diperkuat, dengan pemberdayaan lembaga independen seperti KPK dan Ombudsman.
3. Edukasi dan Literasi Politik Masyarakat
Meningkatkan literasi politik adalah kunci. Pemilih harus diajarkan untuk memilih berdasarkan visi kandidat, bukan popularitas. Edukasi politik yang masif diperlukan untuk mengurangi praktik transaksional dan memperkuat kontrol masyarakat terhadap kekuasaan.
4. Reformasi Partai Politik
Partai politik perlu mereformasi sistem seleksi kandidat, memprioritaskan kompetensi, rekam jejak, dan komitmen pelayanan publik. Praktik "karier keluarga" harus dihapuskan demi menciptakan sistem yang lebih inklusif dan adil.
Kesimpulan: Membangun Politik yang Bermartabat
Politisi oportunis adalah cerminan dari sistem yang lemah dan budaya patronase. Untuk membangun demokrasi yang sehat, Indonesia harus menerapkan reformasi politik holistik, mulai dari pemimpin yang berintegritas, partai yang bertanggung jawab, hingga masyarakat yang teredukasi secara politik.Â
Dengan menanamkan nilai keadilan, transparansi, dan tanggung jawab, kita bisa memutus mata rantai politik oportunis dan menciptakan masa depan yang lebih baik untuk bangsa. Sistem politik yang bermartabat akan melahirkan generasi pemimpin yang tidak hanya bijak, tetapi juga berorientasi pada kesejahteraan rakyat.