Suara-suara tawa di kedai itu perlahan menghilang. Semua orang sadar bahwa mereka juga bagian dari permainan ini. Mereka takut jika ada Fenga berikutnya yang dengan berani mengungkapkan kebenaran yang tidak nyaman.
Mereka pun menjadi saksi bahwa terkadang, kegilaan dan mabuk-mabukan hanyalah cara untuk menutupi rasa takut yang lebih besar. Dalam kegelapan kedai itu, mereka mulai berbagi kisah yang lebih dalam, bukan hanya tentang geng dan preman, tapi tentang bagaimana hidup dalam satu komunitas sering kali berarti saling melindungi, bukan hanya dari lawan, tetapi juga dari diri sendiri.
Dan di sinilah, di tengah tawa dan kesedihan, semua orang belajar, bahwa kadang-kadang, tertawa adalah cara terbaik untuk mengungkapkan ketidakadilan yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H