Mohon tunggu...
Alfred Benediktus
Alfred Benediktus Mohon Tunggu... Editor - Menjangkau Sesama dengan Buku

Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

Bukan Kaleng-Kaleng

21 November 2024   13:43 Diperbarui: 21 November 2024   13:50 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Ilustrasi: diskusi ikan dalam kaleng, foto olahan GemAIBot, dokpri)

Bukan Kaleng-Kaleng

Di dalam sebuah pabrik makanan kaleng yang megah, dua ikan, Iwan dan Ika, terjebak dalam kaleng tuna berlabel "Bergizi dan Murah Meriah". Mereka berharap menjadi hidangan andalan di meja makan manusia, tetapi kenyataannya jauh dari harapan.

Iwan: (memandang label kaleng) "Eh Ika, kita ini sudah ditempatkan di kaleng berlabel 'Bergizi'! Pasti banyak yang suka sama kita!"

Ika: "Iya, tapi lihat deh, mereka lebih suka ikan salmon impor! Padahal kita sudah relakan diri masuk ke kaleng ini. Apa mereka tidak bersyukur, ya?"

Iwan: "Ya ampun, Ika. Mungkin kita seharusnya membuat kampanye 'Cintai Ikan Lokal'! Mungkin mereka tidak tahu bahwa kita juga punya rasa!"

Tiba-tiba, kaleng mereka bergetar dan suara dari kaleng tuna lainnya bergema.

Toni (ikan dari kaleng sebelah): "Eits, jangan salah, Iwan! Kita bukan satu-satunya. Ada kaleng sarden intan di sebelah yang lebih 'dihargai'. Lihat, selama ini kita difavoritkan sebagai pakan dog food!"

Ika: "Pakan dog food? Benar-benar niat sekali mereka memberi kita label 'Bergizi'. Kita malah jadi makanan hewan peliharaan! Harusnya kita gugat balik, deh!"

Iwan: (menepuk tangan) "Kita penuhi syarat pengajuan protes! Kumpulkan ikan-ikan lainnya! Ayo kita adukan kebijakan ini! Ini kan kebijakan yang tumpang tindih, bikin kita jadi 'ikan kaleng' tapi yang diinginkan masyarakat malah ikan segar!"

Ika: (sambil berpikir) "Kalau begini, bisa jadi kita ini bukan ikan kaleng, tapi ikan 'kaleng-kaleng'. Gimana kalau kita kirim surat terbuka ke manusia? 'Tuan-tuan dan Nyonya-nyonya yang terhormat! Sukakah Anda jadi kaleng, atau lebih baik jadi menu unggulan? Kita di sini demi cita rasa, bukan jadi pakan anjing!'"

Toni: "Satu-satunya kebijakan yang bisa disepakati di sini adalah kebijakan untuk tidak jadi kaleng. Padahal kita tidak ada salahnya dijadikan makanan. Kalian ingat ketika pemerintah pernah membuat program makanan gratis? Cuma kita yang tidak terdaftar sebagai menu!"

Iwan: "Iya! Anehnya, di luar sana, mereka sengaja bikin program makan ikan gratis, tetapi yang mereka tawarkan itu adalah kami yang sudah tersimpan bertahun-tahun! Transparansi kali, mana janji-janji baiknya?"

Ika: "Kalau mereka terus begini, bisa-bisa kita tidak ada di wishlist masyarakat! Bisa-bisa, kita mewakili himpunan 'ikan terpinggirkan'."

Toni: (tetap optimis) "Tapi lihat sisi baiknya, guys! Kita disimpan di kaleng ini dan di-launching sebagai produk 'prabisa'! Jadi artis food blogger dunia perikanan! Siapa tahu jadi terkenal?"

Iwan: "Artis? Yang ada bisa-bisa diliput 'katakan tidak pada kaleng' di TV! Mereka pasti bertanya-tanya, 'Mengapa ikan-ikan ini rela direduksi? Apakah mereka dipaksa jadi produk kaleng?'"

Ika: "Ya sudah, kalau kita sudah terjebak di sini, mari kita buat 'fish-cast'! Siaran langsung dari dunia kaleng! Ngobrol tentang kebijakan tumpang tindih ini dan ajak manusia untuk lebih bersyukur."

Tiba-tiba, suara dari atas terdengar. Seorang pekerja pabrik menjelaskan kepada bosnya.

Pekerja: "Lihat, bos! Ikan-ikan di kaleng ini mulai berkomentar tentang kehidupan mereka..."

Bos: "Ya ampun, mereka baru saja diperlakukan tanpa perasaan! Ayo kita bikin program baru, 'Makan Ikan Kaleng Bersama'. Pastikan mereka merasa istimewa!"

Iwan: (dalam kaleng) "Bukan kaleng-kaleng! Kita sudah cukup menderita! Apakah manusia ingin dikalengkan seperti kami? Karena kami sudah berkorban, kami ingin rasa syukur, bukan sekadar jadi bahan bahan olahan!"

Lagi-lagi, Ikan-ikan di dalam kaleng itu berkomentar. Saat itulah, mereka menyadari bahwa meskipun terkurung dalam kaleng, mereka harus berjuang untuk suara mereka.

Begitulah petualangan "ikan kaleng" yang terjebak dalam absurdnya kebijakan pemerintah. Satu hal yang pasti, di dunia yang penuh drama, mereka adalah pahlawan yang tak terduga, mengajarkan kita untuk bersyukur, bahwa tidak semua hal yang dipersiapkan bertujuan untuk membuat kita kenyang. Kadang, hidup malah memberi kita kaleng-kaleng penuh ejekan yang 'bukan kaleng-kaleng'.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun