Toni: "Satu-satunya kebijakan yang bisa disepakati di sini adalah kebijakan untuk tidak jadi kaleng. Padahal kita tidak ada salahnya dijadikan makanan. Kalian ingat ketika pemerintah pernah membuat program makanan gratis? Cuma kita yang tidak terdaftar sebagai menu!"
Iwan: "Iya! Anehnya, di luar sana, mereka sengaja bikin program makan ikan gratis, tetapi yang mereka tawarkan itu adalah kami yang sudah tersimpan bertahun-tahun! Transparansi kali, mana janji-janji baiknya?"
Ika: "Kalau mereka terus begini, bisa-bisa kita tidak ada di wishlist masyarakat! Bisa-bisa, kita mewakili himpunan 'ikan terpinggirkan'."
Toni: (tetap optimis) "Tapi lihat sisi baiknya, guys! Kita disimpan di kaleng ini dan di-launching sebagai produk 'prabisa'! Jadi artis food blogger dunia perikanan! Siapa tahu jadi terkenal?"
Iwan: "Artis? Yang ada bisa-bisa diliput 'katakan tidak pada kaleng' di TV! Mereka pasti bertanya-tanya, 'Mengapa ikan-ikan ini rela direduksi? Apakah mereka dipaksa jadi produk kaleng?'"
Ika: "Ya sudah, kalau kita sudah terjebak di sini, mari kita buat 'fish-cast'! Siaran langsung dari dunia kaleng! Ngobrol tentang kebijakan tumpang tindih ini dan ajak manusia untuk lebih bersyukur."
Tiba-tiba, suara dari atas terdengar. Seorang pekerja pabrik menjelaskan kepada bosnya.
Pekerja: "Lihat, bos! Ikan-ikan di kaleng ini mulai berkomentar tentang kehidupan mereka..."
Bos: "Ya ampun, mereka baru saja diperlakukan tanpa perasaan! Ayo kita bikin program baru, 'Makan Ikan Kaleng Bersama'. Pastikan mereka merasa istimewa!"
Iwan: (dalam kaleng) "Bukan kaleng-kaleng! Kita sudah cukup menderita! Apakah manusia ingin dikalengkan seperti kami? Karena kami sudah berkorban, kami ingin rasa syukur, bukan sekadar jadi bahan bahan olahan!"
Lagi-lagi, Ikan-ikan di dalam kaleng itu berkomentar. Saat itulah, mereka menyadari bahwa meskipun terkurung dalam kaleng, mereka harus berjuang untuk suara mereka.