Mohon tunggu...
Alfred Benediktus
Alfred Benediktus Mohon Tunggu... Editor - Menjangkau Sesama dengan Buku

Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Dari Kekecewaan ke Harapan, Refleksi Kekalahan Timnas Indonesia Melawan Jepang

15 November 2024   22:36 Diperbarui: 15 November 2024   23:10 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

(olahan GemAIBot, dokpri)
(olahan GemAIBot, dokpri)

Tanggung Jawab Pemangku Kebijakan dalam Membangun Timnas

Pasca laga, semakin jelas bahwa perlu ada perubahan mendasar dalam cara kita melihat sepak bola. Kekecewaan yang dirasakan bukan hanya milik suporter, tetapi juga tanggung jawab pejabat yang menduduki posisi strategis dalam pengelolaan dan pengembangan olahraga ini.

Para pemangku kebijakan harusnya menyadari bahwa kegagalan timnas bukan sekadar hasil dari kekalahan di lapangan, tetapi juga akibat dari pengabaian sistematis terhadap pembangunan yang berkelanjutan. Berita buruknya ialah selama ini terlalu banyak waktu yang terbuang untuk menciptakan komitmen yang nyata dalam investasi dan perencanaan. 

Ketika kita melihat ke belakang, kita dihadapkan pada kenyataan bahwa janji-janji manis tanpa tindakan nyata hanyalah omong kosong belaka. Ini adalah panggilan bagi mereka yang berkuasa untuk introspeksi dan mempertanggungjawabkan keputusan yang sering kali lebih mengutamakan kepentingan pribadi atau politik ketimbang masa depan olahraga bangsa.

Selanjutnya, aplikasi dari teori ini dalam praktik kerap tampak lemah. Banyak pejabat yang duduk dalam posisi strategis tampaknya tidak memahami secara mendalam tentang sepak bola, yang menjadikan mereka lebih fokus pada citra dan popularitas daripada hasil riil di lapangan. Ketidakmampuan ini mendorong kita untuk mempertanyakan integritas dan tujuan mereka. Laporan tahunan yang dihasilkan, walau tampak menjanjikan, sering kali cacat dan jauh dari realitas yang dihadapi para atlet. 

Jika Indonesia serius ingin berkompetisi di pentas dunia, maka penting bagi pemangku kebijakan untuk bergeser dari sikap defensif dan mulai mengambil tindakan konkret yang radikal, berangkat dari analisis mendalam, penyusunan perencanaan yang transparan, hingga akuntabilitas yang nyata terhadap kemajuan timnas.

Membangun Sistem Pembinaan Berkelanjutan untuk Generasi Atlet

  • (olahan GemAIBot, dokpri)
    (olahan GemAIBot, dokpri)

Sekaranglah saatnya untuk berani melihat ke dalam diri, menilai kebijakan yang diambil, dan bersiap untuk berinvestasi dalam potensi yang ada. Kita tidak bisa terus-menerus menggantungkan harapan pada sosok yang baru datang dan berharap keajaiban terjadi. 

Jika kita ingin melihat Garuda terbang tinggi di pentas internasional, kita harus mulai memperhatikan dan mendukung generasi muda kita, memberikan mereka kesempatan untuk tumbuh dan berkembang.

Untuk mewujudkan sistem pembinaan berkelanjutan, dibutuhkan sinergi antara pemerintah, klub, akademi, dan masyarakat. Kesadaran akan pentingnya dukungan infrastruktur yang memadai, pelatihan berkualitas, serta pembelajaran yang berkelanjutan harus menjadi fokus utama. 

Selain itu, perlu ada komitmen dari semua pihak untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi para atlet muda, dari pelatih yang memiliki kompetensi tinggi hingga program-program yang mendorong mental dan karakter mereka. 

Kita harus mengedepankan pendekatan holistik yang tidak hanya mengutamakan prestasi di kompetisi, tetapi juga menekankan pengembangan skill teknis, etika olahraga, dan kepemimpinan. Jika kita gagal dalam langkah ini, mimpi untuk melihat generasi Atlet Garuda berkiprah di level dunia hanya akan tetap menjadi angan belaka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun