Mohon tunggu...
Alfred Benediktus
Alfred Benediktus Mohon Tunggu... Editor - Menjangkau Sesama dengan Buku

Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Mengenal Likuifaksi

4 November 2024   21:45 Diperbarui: 5 November 2024   11:15 328
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tim BPBD Mamuju Tengah saat mengecek area likuifaksi yang menimbun ekskavator di Desa Saloadak, Kabupaten Mamuju Tengah, Sulawesi Barat, Minggu (3/11/2024). (Dok BPBD Mamuju Tengah)

Mengenal Likuifaksi: Fenomena, Gejala, dan Langkah-langkah Pencegahan

[Pertama-tama sebelum menyelesaikan tulisan ini yang sudah saya mulai dari Minggu siang kemarin (tidak rampung-rampung karena diselang-seling dengan acara lain) mari kita lambungkan doa dan kepedulian kita untuk para korban letusan gunung Lewotobi di Flores Timur NTT. Di berbagai WAG orang aktif menggalang kepedulian dengan membuka donasi untuk para korban. Semoga mereka mendapatkan perhatian yang layak dari berbagai pihak. Bagi korban yang meninggal, beristirahatlah dalam damai abadi di surga]

Sabtu 2 November 2024 di sebuah WAG beredar sebuah video singkat tentang Likuifaksi di Mamuju Tengah, Sulawesi Barat. Mengerikan juga ya. Apa itu itu Likuifaksi?

Likuifaksi adalah fenomena alam yang terjadi ketika tanah kehilangan kekuatan dan kekakuannya, menyebabkan tanah berperilaku seperti cairan, air yang mengalir dengan perlahan.

Proses ini umumnya dipicu oleh getaran atau kejutan kuat, terutama gempa bumi. Pada saat terjadi likuifaksi, tekanan air dalam pori-pori tanah meningkat drastis, sehingga partikel-partikel tanah terlepas satu sama lain.

Akibatnya, tanah tidak lagi mampu menahan beban di atasnya, membuat bangunan, jalan, atau infrastruktur lain menjadi rentan mengalami kerusakan atau bahkan amblas lalu "mengisap" apa saja di atasnya. Di video itu "alat berat" ikut terhisap. Apakah ada drivernya tidak dijelaskan. Tetapi peristiwa itu tampak menakutkan.

(likuifaksi di Mamuju Tengah, jogja.suaramerdeka.com)
(likuifaksi di Mamuju Tengah, jogja.suaramerdeka.com)

Tanah yang rentan terhadap likuifaksi umumnya berjenis pasir atau lempung jenuh air, seperti yang ditemukan di daerah pesisir, dataran rendah, atau kawasan sungai.

Likuifaksi adalah ancaman serius bagi keselamatan lingkungan, terutama bagi daerah yang sering dilanda gempa bumi atau yang berada di wilayah geologi rawan.

Gejala-Gejala Likuifaksi

Likuifaksi dapat dikenali melalui beberapa gejala yang umumnya terlihat pada saat atau setelah terjadi gempa. Salah satu gejalanya adalah permukaan tanah yang terlihat mencair atau bergelombang seperti lumpur basah. Di area yang mengalami likuifaksi, sering ditemukan retakan-retakan pada tanah, baik dalam pola horizontal maupun vertikal.

Selain itu, tanah yang terkena likuifaksi seringkali mengeluarkan air atau pasir ke permukaan, terlihat seperti semburan atau pancaran lumpur. Bangunan yang berdiri di atas tanah tersebut dapat miring, tenggelam sebagian, atau bahkan roboh, karena kehilangan dukungan dari fondasi yang biasanya kokoh.

Antisipasi dan Penanganan Likuifaksi

Untuk mengurangi risiko dan dampak likuifaksi, ada beberapa langkah antisipasi yang dapat diambil, terutama bagi wilayah-wilayah yang rawan bencana. Langkah-langkah ini melibatkan aspek pemetaan, pembangunan infrastruktur yang lebih kuat, serta upaya sosialisasi kepada masyarakat.

Pertama, Analisis Geoteknik dan Pemetaan Zona Risiko

Langkah awal dalam menangani risiko likuifaksi adalah melakukan analisis geoteknik di wilayah-wilayah yang rentan, seperti daerah pesisir atau tanah aluvial. Pemerintah dan pihak terkait perlu memetakan zona-zona berisiko untuk mengidentifikasi area yang mungkin terkena likuifaksi.

Dengan demikian, daerah yang rentan bisa dihindari atau diambil langkah-langkah khusus dalam mendirikan bangunan di area tersebut.

Kedua, Perbaikan Tanah dan Fondasi

Salah satu solusi untuk mengantisipasi likuifaksi adalah memperbaiki struktur tanah. Metode seperti injeksi semen atau menggunakan bahan pengikat lain dapat meningkatkan kekuatan tanah sehingga lebih tahan terhadap gempa.

Pembangunan fondasi yang kokoh juga penting dilakukan, terutama fondasi tiang pancang yang tertanam dalam tanah. Fondasi jenis ini tidak mudah bergeser atau amblas, sehingga bangunan lebih stabil meskipun terjadi likuifaksi.

Ketiga, Desain Bangunan Tahan Likuifaksi

Bangunan yang dibangun di area rawan likuifaksi memerlukan desain fondasi yang dapat menahan gaya angkat akibat tekanan air dalam tanah.

Misalnya, menggunakan fondasi tiang pancang yang lebih dalam atau fondasi khusus yang mampu meredam gaya likuifaksi. Dengan desain ini, bangunan akan lebih stabil dan tidak mudah bergeser jika likuifaksi terjadi.

Keempat, Edukasi dan Pelatihan Kesiapsiagaan

Sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat adalah langkah yang sangat penting. Masyarakat perlu mengetahui tanda-tanda likuifaksi dan bagaimana cara menghindari bahaya ketika gejala-gejalanya muncul. Pelatihan dan simulasi rutin perlu dilakukan agar masyarakat siap menghadapi likuifaksi dan dapat melakukan evakuasi dengan aman.

Kelima, Pengembangan Infrastruktur Penunjang

Infrastruktur mitigasi, seperti drainase atau bendungan kecil, dapat dibangun di sekitar area berisiko untuk mengurangi ketinggian air tanah. Drainase berfungsi menyalurkan air tanah agar tidak tertahan di dalam tanah, yang dapat menurunkan potensi likuifaksi. Selain itu, drainase ini membantu menjaga stabilitas tanah saat terjadi getaran gempa.

Keenam, Pemantauan Ketinggian Air Tanah Secara Berkala

Ketinggian air tanah yang tinggi menjadi salah satu indikator risiko likuifaksi. Oleh karena itu, penting dilakukan pemantauan rutin terhadap ketinggian air tanah di daerah yang rawan.

Hal ini terutama penting di wilayah yang berada dekat laut atau sungai besar. Jika ketinggian air tanah meningkat, maka langkah antisipasi bisa dilakukan lebih awal.

Ketujuh, Penguatan Tim Penyelamat dan Relawan

Selain edukasi kepada masyarakat, tim penyelamat dan relawan juga perlu dilatih untuk siap menangani kondisi yang mungkin timbul akibat likuifaksi.

Dengan pengetahuan yang memadai, tim ini dapat membantu proses evakuasi dan memberi pertolongan kepada korban dengan cepat dan efisien.

Akhirnya perlu disadari bahwa,

Likuifaksi adalah fenomena yang berbahaya, terutama bagi daerah-daerah yang sering mengalami gempa atau memiliki tanah yang jenuh air. Dalam menghadapi ancaman ini, penting untuk melakukan berbagai langkah pencegahan, mulai dari pemetaan zona risiko, penguatan infrastruktur, hingga edukasi kepada masyarakat dan pelatihan tim penyelamat. Dengan persiapan yang matang, risiko likuifaksi dapat diminimalkan sehingga keselamatan dan kesejahteraan masyarakat lebih terjamin.

Di musim penghujan dengan tingkat intensitas yang tinggi, disertai angin badai yang kadang tidak terdeteksi oleh pemikiran manusia, mar kita selalu waspada dan saling mengingatkan untuk waspada.

Bagi tinggal di sekitar bantaran sungai atau pegunungan yang rawan longsor, untuk selalu waspada manakala terjadi curah hujan yang tinggi selama berjam-jam atau bahkan berhari-hari.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun