Mohon tunggu...
Alfred Benediktus
Alfred Benediktus Mohon Tunggu... Editor - Menjangkau Sesama dengan Buku

Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Transformasi Kereta Api Indonesia, dari Jonan ke Didiek, Inovasi Tiada Henti Menuju Layanan Terbaik

21 Oktober 2024   15:07 Diperbarui: 21 Oktober 2024   15:34 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(transformasi KAI dari yang kumuh ke yang sejuk, olahan GemAIBot, dokpri)

Transformasi Kereta Api Indonesia, Dari Jonan ke Didiek, Inovasi Tiada Henti Menuju Layanan Terbaik

 

Dulu, naik kereta ekonomi identik dengan hiruk-pikuk pengamen, pedagang asongan, dan kursi yang keras. Namun, siapa sangka dalam satu dekade, wajah Kereta Api Indonesia berubah total. Dari layanan kelas ekonomi yang nyaman hingga kereta panoramic mewah dengan pemandangan memukau, transformasi besar ini tak lepas dari tangan dingin dua sosok visioner: Ignasius Jonan yang memulai revolusi, dan Didiek Hartantyo yang membawa inovasi KAI ke tingkat lebih tinggi. Kini, perjalanan kereta bukan sekadar moda transportasi, tetapi pengalaman yang mengubah cara kita menikmati waktu di atas rel.

Pengalaman Tak Terlupakan

Saya pertama kali naik kereta api tahun 1996 ketika hendak ke Jakarta. Waktu itu saya naik kereta senja utama kelas bisnis. Kedua ketika kembali dari Jakarta naik kereta yang sama tetapi kelas ekonomi. Waktu itu belum ada pengalaman berkesan selain "kegagapan" anak desa yang pertama kali naik kereta api.  

Pengalaman paling mengesankan sekaligus mengesalkan justru terjadi pada hari ulang tahun saya, 7 Maret 2007. Sehari sebelumnya saya ada keperluan dengan Komisi Seminari KWI di jalan Cut Mutia. Hari itu, 7 Maret saya kembali ke Yogyakarta dengan kereta Senja Utama. (Ketika masih di Jakarta terdengar berita kecelakaan pesawat Garuda Boeing 737-400 dengan nomor penerbangan GA-200 yang menewaskan 21 dari total 133 penumpang dan 7 kru.) 

Berangkat dari Stasiun Jatinegara. Saya hanya membawa satu tas kecil (yang seharusnya saya bawa sendiri di pundak) sedangkan berkas-berkas penting berupa data penerbitan dari Komisi Seminari saya simpan dalam flashdisk yang saya kantungi di saku depan celana bagian kiri bersama HP dan rosario sedangkan kantong kanan berisi dompet.  

Karena penumpang yang berdesakan dan tidak mau ribet saya menaruh tas saya persis di atas kepala saya. Saya waktu itu belum pernah berpikiran bahwa di kereta akan ada pencuri meskipun penumpang dan orang yang berjualan sama banyaknya. Memasuki stasiun di daerah Bekasi, saya baru menyadari kalau tas saya tidak ditempat lagi dan dibawa lari oleh seorang pemdua yang meloncat ketika kereta sudah melambat sebelum stasiun.  

Saya melaporkan ke petugas di kereta lalu di beri solusi agar saya turun dan balik ke Stasiun Jatinegara. Saya diberi surat keterangan oleh kepala kereta api untuk numpang komuter line ke Jatinegara untuk mencari tas di sana lalu keterangan untuk mengganti tiket ke Yogyakarta sore harinya. Saya hanya diberi tiket ekonomi dan tidak membayar lagi. Naik kereta ekonomi sore hari sungguh tersiksa. Penumpang hampir tidak punya waktu untuk tidur nyenyak karena penjual dan pengamen keluar masuk seperti di rumah mereka sendiri.  

Pengalaman ini terus membekas hingga kini: ingat kecelakaan pesawat, ingat tas dicopet di kereta, ingat naik kereta pengganti dengan kereta ekonomi, ingat tanggal itu saya rayakan ulang tahun. Sejak saat itu saya belum pernah naik lagi kereta hingga tahun 2018 lalu saya bersama keluarga naik kereta ekonomi dari Stasiun Banyuwangi ke Stasiun Lempunyangan Yogyakarta. Naik kereta ekonomi tapi sudah ber-AC dan tanpa pengamen dan penjual jajanan pasar lagi. Bahkan sekarang area seputar stasiun sudah steril dengan yang tidak berkepentingan untuk pergi dan datang dengan kereta di stasiusn. Sekarang untuk lintas Jawa rasanya lebih nyaman numpang kereta api segala kelas. 

Tentu pengalaman semacam ini sekarang sudah tidak ditemui karena KAI sudah berbenah dan kian maju.

 

(olahan GemAIBot, dokpri)
(olahan GemAIBot, dokpri)

Kereta Api Indonesia: Berbenah Menuju Layanan Kelas Dunia

Transformasi Kereta Api Indonesia (KAI) selama beberapa dekade terakhir adalah sebuah perjalanan luar biasa yang tidak hanya mengubah wajah moda transportasi ini, tetapi juga meningkatkan kualitas hidup banyak orang. Diawali oleh Ignasius Jonan, yang memimpin KAI menuju era baru dengan mengatasi berbagai tantangan seperti stasiun-stasiun yang kurang layak, dan kondisi gerbong kereta yang jauh dari kata nyaman. Jonan memperkenalkan reformasi besar-besaran untuk merombak infrastruktur dan layanan kereta, seperti melarang pengamen dan pedagang asongan di dalam kereta serta meningkatkan kenyamanan kereta ekonomi.

Lompatan Inovasi di Bawah Kepemimpinan Didiek Hartantyo

Melanjutkan tongkat estafet dari Jonan, Didiek Hartantyo memberikan warna baru bagi KAI dengan berbagai inovasi dan strategi untuk meningkatkan kualitas layanan. Didiek tidak hanya melanjutkan reformasi yang dimulai oleh Jonan, tetapi juga memperkenalkan sejumlah terobosan yang membuat pengalaman naik kereta semakin nyaman dan modern.

Berikut beberapa kemajuan paling berkesan selama di bawah kepemimpinannya:

1. Peluncuran Kereta New Generation
KAI memperkenalkan kereta ekonomi dan eksekutif New Generation dengan kenyamanan lebih baik, seperti kursi yang ergonomis dan sistem tata udara yang lebih baik. Langkah ini memungkinkan penumpang kelas ekonomi menikmati fasilitas yang dulu hanya dinikmati penumpang kelas atas.

2. Kereta Panoramic dan Compartment Suite Class
Inovasi lain yang menarik perhatian adalah peluncuran kereta panoramic dengan jendela lebar yang memungkinkan penumpang menikmati pemandangan sepanjang perjalanan. Kereta Compartment Suite Class dan luxury juga hadir dengan fasilitas mewah, seperti kursi yang dapat direbahkan hingga 180 derajat, entertainment system pribadi, dan layanan makanan eksklusif.

3. Peningkatan Rute dan Kecepatan Perjalanan
Di bawah kepemimpinan Didiek, KAI tidak hanya memperbaiki fasilitas kereta, tetapi juga memperpanjang rute perjalanan dan mempercepat waktu tempuh. Contohnya adalah percepatan waktu tempuh untuk rute Jakarta--Surabaya yang kini bisa dicapai dengan waktu lebih singkat dibandingkan sebelumnya.

4. Digitalisasi dan Kemudahan Akses Layanan
Didiek juga mengedepankan digitalisasi, seperti dengan memperbarui aplikasi KAI Access, yang memungkinkan pembelian tiket dan layanan lain secara lebih mudah dan cepat. Langkah ini sejalan dengan kebutuhan zaman yang serba digital, serta mempermudah penumpang untuk merencanakan perjalanan.

Harapan dan Saran untuk KAI

Harapan bagi KAI ke depannya adalah agar tetap konsisten melakukan inovasi, serta menjangkau daerah-daerah terpencil yang belum terlayani dengan baik oleh kereta api. Mengingat banyak daerah di Indonesia yang masih sulit diakses, pengembangan jalur baru bisa membantu mendorong perekonomian dan pariwisata lokal. Selain itu, peningkatan fasilitas ramah lingkungan, seperti penggunaan energi terbarukan pada kereta, dapat menjadikan KAI sebagai contoh transportasi hijau di Indonesia.

Satu harapan lain yang belum sepenuhnya terwujud adalah penerapan harga tiket yang lebih terjangkau untuk semua kalangan, tanpa mengurangi kualitas layanan. Meskipun banyak peningkatan pada kelas-kelas tertentu, akses terhadap layanan kelas ekonomi yang tetap murah dan berkualitas masih menjadi perhatian penting.

(ilustrasi olahan GemAIBot, dokpri)
(ilustrasi olahan GemAIBot, dokpri)

Terus Berinovasi Menuju Masa Depan

Agar tetap relevan dan menjadi pilihan utama masyarakat, KAI bisa mengembangkan sistem transportasi multimoda yang terintegrasi, sehingga perpindahan dari kereta ke moda transportasi lain (seperti bus atau LRT) menjadi lebih mudah. Selain itu, peningkatan keamanan di stasiun dan sepanjang jalur kereta, serta fasilitas penunjang seperti Wi-Fi gratis, fasilitas makan minum gratis (karena sudah termasuk dalam tiket, bukan malah dimanfaatkan oleh oknum untuk kepentingan pribadi), fasilitas tidur malam yang nyaman seperti bantal dan selimut (bukan yang disewakan oleh petugas) sehingga bisa meningkatkan kepuasan penumpang. Didiek dan tim KAI bisa terus mencari cara untuk menghadirkan pengalaman yang lebih baik dan inovatif dalam setiap perjalanan.

Dengan segala pencapaian yang ada, tidak diragukan lagi bahwa transformasi KAI adalah bukti nyata bagaimana perusahaan ini bisa beradaptasi dan berinovasi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Sebuah perjalanan yang dimulai oleh Ignasius Jonan dan diteruskan oleh Didiek Hartantyo, menuju Kereta Api Indonesia yang semakin maju dan dicintai.

Mari kita berharap KAI terus "MENDIDIEK" lebih baik untuk masa depan yang lebih cerah, untuk KAI sebagai pilihan prioritas bagi masyarakat untuk bepergian antarkota. Saya dan keluarga, kini kalau pergi-pergi sekitar Yogyakarta dan Solo lebih senang naik KRL. Dan anak-anak sudah menagih lagi kapan naik kereta lagi (kalau dulu dari Banyuwangi) dari Yogyakarta ke Banyuwangi lalu nyebrang dan berlibur di Bali. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun