Lebih dari itu, jika benar kabinet ini adalah bentuk bagi-bagi kursi, maka nasib rakyat hanya akan menjadi korban dari permainan politik elit. Padahal, semangat awal dari zaken kabinet adalah memastikan bahwa posisi-posisi penting diisi oleh individu yang memiliki visi dan dedikasi tinggi untuk kemajuan negara. Menumpukkan banyak orang dalam struktur pemerintahan bisa jadi justru akan memperpanjang rantai birokrasi dan memperlambat laju reformasi yang dibutuhkan.
Apakah Kita Siap Membayar Harga dari Kabinet "Gemuk"?
Jika ini benar terjadi, publik harus bertanya: apakah kabinet 108 anggota ini adalah solusi atau justru masalah baru? Rakyat harus terus mengawasi dan mengingatkan bahwa pemerintahan bukan sekadar tentang jumlah orang, tetapi tentang kualitas dan dampak dari kebijakan yang dihasilkan.Â
Jika kabinet yang besar ini hanya akan menjadi tempat berkumpulnya politisi yang haus jabatan, maka jangan heran jika cita-cita Indonesia maju hanya akan menjadi mimpi kosong.
Apakah kabinet gemuk ini benar-benar langkah revolusioner yang akan membawa percepatan kemajuan, atau hanya ilusi perubahan di balik kepentingan politik?Â
Rakyatlah yang akan menilai dan merasakan dampaknya. Jika pada akhirnya kabinet hanya menjadi simbol dari bagi-bagi kekuasaan, maka mungkin kita perlu bertanya kembali: siapakah yang sesungguhnya "lebih leluasa untuk tidur," para menteri atau rakyat yang kembali terlelap dalam kekecewaan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H