Apakah Penggunaan Tagar #Desperate Bisa Membantu?
"Dalam dunia pencarian kerja yang penuh tantangan, tagar #Desperate muncul sebagai suara keputusasaan dari para pencari kerja muda. Namun, apakah langkah ini benar-benar dapat membuka pintu kesempatan atau justru menutupnya? Mari kita telusuri apakah menyematkan label 'putus asa' pada profil LinkedIn bisa menjadi jembatan menuju pekerjaan impian, ataukah hanya sekadar refleksi dari ketidakpastian yang melanda pasar tenaga kerja saat ini."
Fenomena pencari kerja muda yang mulai menggunakan tagar #Desperate di profil LinkedIn mereka mencerminkan realitas yang semakin berat dalam pasar tenaga kerja saat ini.
Ada banyak faktor yang berkontribusi terhadap meningkatnya keputusasaan ini, termasuk meningkatnya persaingan, ketidakpastian ekonomi, serta perkembangan teknologi yang mengubah kebutuhan pasar kerja secara signifikan.
Kenyataan yang Makin Terasa
Kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan memang semakin nyata, terutama bagi kalangan muda yang baru lulus atau mereka yang masih beradaptasi dengan dunia kerja. Beberapa penyebab utama dari fenomena ini meliputi:
Pertama, Jumlah Lulusan yang Tinggi. Dengan banyaknya lulusan dari berbagai institusi pendidikan, lapangan pekerjaan yang tersedia tidak mampu menyerap semua tenaga kerja yang masuk. Hal ini memperparah persaingan.
Kedua, Mismatch Skill. Banyak perusahaan merasa bahwa lulusan baru kurang memiliki keterampilan yang relevan atau sesuai dengan kebutuhan industri yang terus berkembang, terutama dalam hal kemampuan digital, analitik, dan soft skills.
Ketiga, Efek Pandemi dan Perubahan Ekonomi. Pandemi COVID-19 membawa dampak besar bagi ekonomi global. Banyak perusahaan yang mengurangi tenaga kerja atau memberlakukan pembekuan perekrutan, memperparah kondisi pasar tenaga kerja.
Apakah Penggunaan Tagar #Desperate Bisa Membantu?
Menggunakan tagar #Desperate di LinkedIn adalah langkah yang mungkin dilakukan dalam kondisi tertekan, namun hal ini tidak selalu strategis.
Ada risiko bahwa perusahaan dapat melihat tagar ini sebagai tanda keputusasaan, yang bisa membuat pencari kerja tampak kurang menarik atau tidak percaya diri.
Di sisi lain, ada kemungkinan bahwa hal ini menarik simpati dari perekrut yang mencari talenta yang termotivasi. Namun, tetap penting untuk mempertimbangkan bagaimana branding diri di dunia profesional.
Alternatif Solusi yang Lebih Efektif
Ada beberapa solusi yang lebih efektif daripada menggunakan tagar yang menyoroti keputusasaan. Berikut adalah beberapa langkah yang dapat diambil:
Pertama, Meningkatkan Skill. Pencari kerja dapat menggunakan waktu mereka untuk mengikuti kursus online atau memperoleh sertifikasi di bidang-bidang yang sedang dibutuhkan, seperti data analytics, digital marketing, atau pengembangan web. Banyak kursus yang gratis atau berbiaya rendah yang bisa diakses melalui platform seperti Coursera, Udemy, atau LinkedIn Learning.
Kedua, Networking yang Lebih Aktif. Membangun jaringan dengan profesional di industri yang diminati melalui LinkedIn atau acara networking dapat membuka lebih banyak peluang. Jaringan yang kuat sering kali menjadi jalan tercepat menuju peluang kerja.
Ketiga, Freelance atau Menciptakan Pekerjaan Sendiri. Jika pekerjaan tetap sulit didapat, mengapa tidak mencoba freelance atau bahkan memulai bisnis kecil sendiri? Banyak orang telah menemukan kesuksesan dengan menawarkan jasa freelance di bidang seperti desain grafis, penulisan, pengembangan aplikasi, atau konsultasi.
Keempat, Optimalkan Profil LinkedIn. Daripada menggunakan tagar yang menyoroti rasa frustrasi, optimalkan profil LinkedIn dengan pencapaian, keterampilan yang dikuasai, serta proaktif dalam berbagi konten yang relevan dengan bidang yang diminati. Saya sendiri bergabung dengan Linkedln sudah lama, tetapi belum mengoptimalkan profil saya.
Kebutuhan Perusahaan dari Calon Pekerja
Apa yang sebenarnya dicari perusahaan dari calon pekerja? Berikut adalah beberapa keterampilan dan karakteristik yang sering dibutuhkan oleh pemberi kerja:
Pertama, Keterampilan Teknis yang Relevan. Perusahaan mencari karyawan yang memiliki keterampilan teknis yang spesifik sesuai dengan industri mereka. Kemampuan seperti pemrograman, analisis data, atau pengelolaan proyek adalah contoh keterampilan yang semakin dibutuhkan.
Kedua, Kemampuan Beradaptasi. Dunia kerja berubah dengan cepat, dan perusahaan mencari individu yang bisa beradaptasi dengan baik terhadap perubahan. Kemampuan untuk belajar hal baru dan berinovasi menjadi nilai tambah.
Ketiga, Komunikasi dan Kerjasama. Soft skills seperti kemampuan komunikasi, kerjasama dalam tim, dan pemecahan masalah adalah keterampilan yang sangat dihargai, karena hal ini berkaitan dengan cara seseorang bekerja dengan orang lain dan memecahkan masalah secara kolektif.
Keempat, Pengalaman dan Portofolio. Perusahaan sering kali lebih tertarik dengan bukti nyata kemampuan daripada hanya melihat gelar akademik. Memiliki portofolio atau pengalaman kerja yang relevan, meskipun itu freelance atau proyek pribadi, bisa sangat membantu.
Pengalaman Pribadi dan Refleksi
Bagi mereka yang pernah atau sedang mengalami kesulitan serupa, hal yang terpenting adalah tetap menjaga optimisme dan terus berusaha.
Pengalaman menunjukkan bahwa kerja keras, ketekunan, serta kemampuan untuk terus belajar dan beradaptasi adalah kunci utama untuk melewati masa sulit ini.
Saya pernah mengalami kesulitan serupa, di mana sulitnya mendapatkan pekerjaan membuat saya berpikir untuk menciptakan peluang sendiri. Mengambil langkah untuk memulai bisnis kecil atau menjadi pekerja lepas bisa membuka pintu yang sebelumnya tidak terlihat.Â
Sekian tahun menjadi editor di sebuah perusahaan penerbitan membuat saya lalu "menyambi" untuk mendirikan penerbit sendiri agar bisa mengakomodasi naskah-naskah bagus yang tidak lolos di penerbit karena alasan sudah ada tema yang mirip atau sama di penerbit tertentu.
Saya membantu penulis yang hendak memiliki buku sendiri, tapi dengan sarat punya modal sendiri dan menjualnya sendiri. Saya hanya membantu menjadikan naskahnya sebuah buku yang layak untuk dimiliki dan dibaca orang.
Setelah dua tahun, lalu mengundurkan diri kemudian fokus pada penerbit sendiri hingga hari ini. Tetap setia dan bertahan pada komitmen untuk membantu para penulis (khususnya penulis pemula) untuk merasa bangga dengan dirinya yang sudah bisa menulis, menerbitkan dan menjual bukunya sendiri.
Secara finansial ternyata lebih menguntungkan. Dan lebih daripada itu, secara psikologis mereka semakin percaya diri untuk terus menulis dan menulis lagi.
Jika Tidak Mendapat Pekerjaan, Ciptakan Pekerjaan
Tagar #Desperate adalah tanda dari tantangan besar yang dihadapi oleh generasi muda. Namun, alih-alih menyerah pada keputusasaan, penting untuk melihat situasi ini sebagai peluang untuk berkembang dan berinovasi. Jika sulit mendapatkan pekerjaan, ciptakan pekerjaanmu sendiri.
Dunia digital memberikan peluang besar untuk memulai bisnis atau memberikan layanan yang bisa dijual secara online. Kreativitas dan ketekunan adalah modal utama.
Pada akhirnya, setiap pencari kerja harus tetap proaktif dan terus mengembangkan diri. Jangan biarkan tagar keputusasaan menjadi penghalang untuk mencapai potensi penuh.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H