Satu jam berlalu, dan waktu ujian habis. Semua murid menyerahkan lembar jawaban, termasuk Bayu. Meski merasa cemas dengan hasil ujiannya, ia merasa jauh lebih baik daripada sebelumnya. Ia tahu bahwa kemenangan terbesarnya hari ini bukanlah tentang mendapatkan nilai tertinggi, melainkan memenangkan pergulatan batinnya untuk tidak menipu.
Beberapa hari kemudian, hasil ujian diumumkan. Jantung Bayu berdebar-debar ketika namanya disebut. "Bayu -peringkat kedua!" guru mengumumkan dengan bangga. Bayu tertegun. Peringkat kedua? Tidak mungkin! Bayu mengira ia akan gagal.
Namun, inilah yang mengejutkannya: teman sekelasnya yang biasanya selalu mendapat peringkat pertama ketahuan menyontek. Meski nilai ujian teman tersebut lebih tinggi dari Bayu, kejujurannya diragukan, dan ia didiskualifikasi. Bayu, dengan nilai yang lebih rendah tapi penuh kejujuran, naik ke peringkat kedua -dan lebih penting lagi, ia memenuhi syarat untuk beasiswa yang diidamkannya.
Bayu tersenyum tipis saat berjalan pulang. Hatinya damai, lebih dari yang pernah ia rasakan. Ia berhasil melewati ujian terbesar dalam hidupnya -bukan soal ujiannya, tapi ujian moralnya. Kini, ia tahu bahwa integritas dan suara hati adalah harta paling berharga yang ia miliki. Dan di bawah langit yang cerah, ia berjalan dengan langkah yang lebih ringan, bebas seperti burung yang dilihatnya di tepi senja itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H