Mohon tunggu...
Alfred Benediktus
Alfred Benediktus Mohon Tunggu... Editor - Menjangkau Sesama dengan Buku

Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Hari Pelantikan di Hari Kesaktian Pancasila

1 Oktober 2024   08:51 Diperbarui: 1 Oktober 2024   08:51 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(pontianak.tribunnews.com)

Sebuah cocokologi yang dicocok-cocokkan, situasinya cocok dan waktunya juga cocok. Pelantikan 580 anggota DPR periode 2024-2029 dari 8 partai lolos dengan PDIP mengirim anggota terbanyak, dijadwalkan pada 1 Oktober 2024, yang bertepatan dengan Hari Kesaktian Pancasila, memberikan makna yang mendalam bagi para wakil rakyat terpilih. 

Tanggal ini, yang secara historis penting bagi bangsa Indonesia, diperingati untuk mengingat perjuangan mempertahankan Pancasila sebagai dasar negara setelah ancaman ideologi lain, khususnya peristiwa Gerakan 30 September 1965.

Dalam konteks ini, pelantikan anggota dewan pada hari tersebut seolah menyampaikan pesan simbolis bahwa mereka bukan hanya pembuat undang-undang, tetapi juga penjaga dan pengawal Pancasila dalam kehidupan berbangsa. 

Setiap hari Kesaktian Pancasila bendera merah putih dinaikkan setengah tiang. Semoga itu tidak berarti, dukungan kepada anggota dewan periode lima tahun ke depan hanya berlangsung setengah hati, sejauh mana mereka sungguh merupakan perpanjangan tangan rakyat di parlemen baru didukung penuh. Saya kira tidaklah demikian.

Pelantikan pada Hari Kesaktian Pancasila seakan mengingatkan bahwa tugas anggota dewan lebih dari sekadar menjalankan fungsi legislatif, melainkan menjaga nilai-nilai persatuan, kemanusiaan, keadilan sosial, dan kesejahteraan rakyat. 

Makna dari momen ini menekankan tanggung jawab moral yang besar. Mereka diharapkan untuk menjadikan Pancasila sebagai landasan setiap kebijakan yang diambil, memastikan bahwa kepentingan rakyat selalu menjadi prioritas. Mereka tidak diharapkan untuk menjadi setengah hati berjuang bagi rakyat dan setengah bagi dirinya dan kelompoknya.

(pontianak.tribunnews.com)
(pontianak.tribunnews.com)

Namun, pertanyaan yang muncul adalah, apakah anggota dewan terpilih benar-benar akan menjalankan amanah ini? Sejarah politik di Indonesia menunjukkan bahwa sering kali ada jurang antara harapan (rakyat) dan kenyataan (yang dilakukan oleh anggota dewan). Meski dilantik pada tanggal yang penuh makna, banyak anggota dewan sebelumnya yang justru mementingkan kepentingan pribadi, partai, atau kelompok tertentu. 

Korupsi, absensi yang tinggi, dan kebijakan yang tidak selalu berpihak pada rakyat menjadi sorotan dalam kinerja para wakil rakyat selama ini. Hal ini memunculkan keraguan apakah pesan simbolis dari pelantikan di Hari Kesaktian Pancasila benar-benar akan diterjemahkan ke dalam tindakan nyata.

Meski demikian, setiap periode baru membawa harapan bahwa anggota dewan akan menyadari pentingnya peran dan tanggung jawab yang mereka emban. Pelantikan pada 1 Oktober ini seharusnya menjadi momentum bagi mereka untuk merefleksikan amanah besar yang diemban, yaitu menjaga integritas negara dan kepentingan rakyat. 

Mereka harus mampu menempatkan kepentingan publik di atas kepentingan pribadi atau golongan, dan benar-benar mengamalkan nilai-nilai Pancasila dalam setiap keputusan yang mereka ambil.

Pada akhirnya, apakah mereka akan menjalankan amanah tersebut tergantung pada komitmen dan integritas pribadi masing-masing anggota dewan. Meskipun pemilihan tanggal pelantikan ini memberikan pesan simbolis yang kuat, tindakan nyata mereka dalam menjalankan tugas sebagai wakil rakyat adalah ukuran sejati apakah mereka sungguh-sungguh menjaga Pancasila dan mengutamakan kepentingan rakyat. Simbolisme hanya akan berarti jika diwujudkan dalam kebijakan yang adil, transparan, dan berpihak pada kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.

Sebagai penutup saya ingin menyeduh kopi dan ingat sejarah tentang jutaan korban yang hingga kini tanpa pengakuan. Demi ambisi mereka dihabisi oleh segelintir yang maniak kekuasaan meski harus mabuk darah. Seduhan kopi itu menangis dalam kata yang tersangkut di tenggorokan dalam nama: Kopi dan Sejarah

KOPI DAN SEJARAH

Di cangkir pagi ini, hitam pekat teraduk
Seperti sejarah kelam yang tak pernah tuntas
Jutaan nyawa tenggelam, tak ada pengakuan
Pancasila bergetar, diam dalam sakti tanpa suara.

Tetes demi tetes ampas mengendap di dasar
Seperti mereka yang dihilangkan, dihapuskan dari ingatan
Negeri ini menyeduh amarah tanpa pertanggungjawaban
Sembari bertanya: di mana keadilan yang dulu dijanjikan?

Kopi dingin menunggu, pertanyaan tetap menggantung
Sejarah adalah ampas yang tak pernah selesai ditelan
Kesaktian yang dipuja namun luka yang tak dirawat
Menjadi warisan getir di bibir negeri tanpa jawaban.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun