Mereka harus mampu menempatkan kepentingan publik di atas kepentingan pribadi atau golongan, dan benar-benar mengamalkan nilai-nilai Pancasila dalam setiap keputusan yang mereka ambil.
Pada akhirnya, apakah mereka akan menjalankan amanah tersebut tergantung pada komitmen dan integritas pribadi masing-masing anggota dewan. Meskipun pemilihan tanggal pelantikan ini memberikan pesan simbolis yang kuat, tindakan nyata mereka dalam menjalankan tugas sebagai wakil rakyat adalah ukuran sejati apakah mereka sungguh-sungguh menjaga Pancasila dan mengutamakan kepentingan rakyat. Simbolisme hanya akan berarti jika diwujudkan dalam kebijakan yang adil, transparan, dan berpihak pada kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.
Sebagai penutup saya ingin menyeduh kopi dan ingat sejarah tentang jutaan korban yang hingga kini tanpa pengakuan. Demi ambisi mereka dihabisi oleh segelintir yang maniak kekuasaan meski harus mabuk darah. Seduhan kopi itu menangis dalam kata yang tersangkut di tenggorokan dalam nama: Kopi dan Sejarah
KOPI DAN SEJARAH
Di cangkir pagi ini, hitam pekat teraduk
Seperti sejarah kelam yang tak pernah tuntas
Jutaan nyawa tenggelam, tak ada pengakuan
Pancasila bergetar, diam dalam sakti tanpa suara.
Tetes demi tetes ampas mengendap di dasar
Seperti mereka yang dihilangkan, dihapuskan dari ingatan
Negeri ini menyeduh amarah tanpa pertanggungjawaban
Sembari bertanya: di mana keadilan yang dulu dijanjikan?
Kopi dingin menunggu, pertanyaan tetap menggantung
Sejarah adalah ampas yang tak pernah selesai ditelan
Kesaktian yang dipuja namun luka yang tak dirawat
Menjadi warisan getir di bibir negeri tanpa jawaban.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H