Mohon tunggu...
Alfred Benediktus
Alfred Benediktus Mohon Tunggu... Editor - Menjangkau Sesama dengan Buku

Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Menelusuri 'Yang Ilahi' dalam Ritual Rai Fohon

23 September 2024   08:39 Diperbarui: 25 September 2024   23:10 357
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi masyarakat adat sedang makan bersama | Foto diambil dari: kupang.tribunnews.com

Dalam konteks ini, ritual Rai Fohon menekankan pentingnya sikap hormat terhadap alam dan Tuhan, serta nilai komunal yang kuat dalam kehidupan masyarakat. Ritual ini mengajarkan bahwa keseimbangan kosmos harus dijaga agar manusia dapat terus menikmati berkah dan kebahagiaan, tidak hanya dari segi materi, tetapi juga secara spiritual.

Pendapat tersebut menegaskan bahwa, alam menjadi sentral kekuatan yang memberikan berbagai peluang dan realitas bagi manusia dalam mengarungi kehidupan. Hal ini memberikan isyarat bahwa, manusia wajib memiliki hubungan yang baik dengan alam. Keterbatasan manusia terkadang memerlukan sebuah kemungkinan dalam hidup. Kemungkianan tersebut dapat diperoleh ketika manusia mampu menyamakan frekuensi dengan alam itu sendiri. (Ida Bagus & I Made 2021). 

Manusia membuat ritual bukan pertama-tama merasa dekat dengan Yang Ilahi melainkan seolah-olah membuat jarak dengan Yang Kudus dan diperlakukan khusus. Membuatnya seolah hadir dalam suatu misteri yang mengagumkan (fascinosum) sampai menggetarkan (tremendum). (Heru 2016: 14)

Ritual dibuat manusia karena di balik layar kehidupan ada kematian yang ditakuti. Dalam keyakinan lokal orang-orang percaya mula-mula menemukan narasi yang didorong secara teologis tentang kehidupan: "Kami tidak tahu apa alasannya dan apa pengaruhnya masyarakat luas menafsirkan hidupnya sebagai persiapan kematiannya dan melihat dalam kematian itu suatu peristiwa supernatural sebagai persiapan kebangkitannya." Dalam hal ini ritual dibuat dalam keyakinan menaklukan penderitaan (kematian) demi memperoleh hidup yang baru. (Martyn Smith 2008: 8). 

Ini merupakan salah satu cara untuk memahami istilah seperti "sacred space" tempat yang membangkitkan berbagai pengalaman emosional, terlepas dari hubungan narasi apa pun. Meski yang Ilahi memiliki dimensi Imanen, tetapi bagaimanapun pengalaman manusia akan situasi yang berjarak tetap bersifat eksistensial. 

Kita biasanya menuntut sejumlah kesinambungan dalam pernyataan ini tentang suatu tempat sebagai "suci" dengan koneksinya dengan "dunia", dan unsur-unsur ingatan yang menghalangi dan mempertimbangkan yakni sisi kekotoran ditempatkan dalam dunia "suci" atau "luhur" dalam arti permanen potensi harapan demi mencapai keselamatan.

Pandangan demikian mengekspresikan kepatuhan masyarakat pada norma-norma yang dibangun atas dasar kepercayaan animisme dan mereka terima sebagai warisan dari leluhur yang bernilai positif. 

Dalam kultur keyakinan sejauh bahasa ritual dipahami sebagai kapasitas yang diberikan individu tertentu untuk memberikan suara atas tangapann publik terhadap ucapan budaya tertentu dapat memberikan penafsiran yang kaya akan ritual tersebut dengan daya magisnya sendiri. Aktivitas komposisi antara ragawi dengan Yang Ilahi itu sendiri menjadi lebih dari sekadar tindakan individual melainkan komunal. (James 1988: 17) 

Ritual adat Rai Fohon menjadi kebiasaan kolektif perasaan masyarakat lokal Atambua dalam mencita-citakan sesuatu yang baik. Selain roh-roh yang dianggap sebagai peserta dalam situasi ritual, hampir selalu ada ketua adat sebagai pemain utama.

Orang-orang beragama mengklaim bahwa kekuatan nyata di balik alam bukanlah prinsip sama sekali; mereka adalah kepribadian, makhluk gaib yang kita sebut para dewa. 

Oleh karena itu, ketika orang yang benar-benar religius ingin mengendalikan atau mengubah keadaan alam, mereka biasanya tidak menggunakan mantra magis melainkan doa dan permohonan yang ditujukan kepada dewa atau dewi favorit mereka. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun