Malam itu, Didi duduk di teras rumahnya. Ia kembali menyeduh kopi, kali ini dengan air dan sedikit gula. Rasa pahitnya masih ada, tapi setidaknya sekarang lebih bisa dinikmati. Dalam diam, ia merenungkan apa yang bisa ia lakukan. Sebuah suara kecil dalam hatinya mulai berbicara: mungkin tidak semuanya sudah terlambat. Mungkin masih ada cara untuk melawan, meski caranya tidak jelas.
"Benalu bisa dibasmi," pikir Didi. "Tapi butuh waktu."
Pejabat-pejabat itu mungkin akan terus berkuasa, menyusun aturan demi aturan yang melindungi mereka sendiri. Tapi, di suatu tempat di negeri ini, Didi yakin, ada lebih banyak orang seperti dirinya - yang lelah, yang marah, tapi belum menyerah.
Mungkin suatu hari, benalu itu akan lepas dari pohon besar yang bernama negeri ini. Dan ketika hari itu tiba, mereka yang selama ini menghisap sari kehidupan dari rakyat akan terhempas, jatuh ke tanah, dan dilupakan.
Seperti ampas kopi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H