Mohon tunggu...
Alfred Benediktus
Alfred Benediktus Mohon Tunggu... Editor - Menjangkau Sesama dengan Buku

Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Nebeng

18 September 2024   14:51 Diperbarui: 18 September 2024   14:54 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(olahan AI oleh penulis)

Pada suatu hari, kerusuhan kecil meletus di pusat kota. Warga berkumpul di alun-alun untuk menyuarakan ketidakpuasan mereka. Spanduk-spanduk besar berkibar dengan tulisan-tulisan yang mencerminkan keresahan mereka: "Nebeng Bukan Kepemimpinan!", "Baca Buku Dulu, Duta Baca!", dan "Pesta Bukan Amal!".

Namun, di saat ketegangan meningkat, justru muncul kabar yang mengejutkan. Pangeran Dario, yang selama ini dikenal malas membaca, mengeluarkan sebuah pernyataan yang mengejutkan banyak pihak.

"Sudah waktunya aku mengakui, bahwa aku dipilih sebagai Duta Baca bukan karena kemampuan atau kecintaanku pada buku," katanya dalam pidato publik. "Aku hanya nebeng dari gelar kerajaan yang diberikan ayahku. Tapi apa salahnya? Bukankah kita semua, dalam satu atau lain cara, nebeng dari sesuatu?"

Pidato itu memicu kehebohan. Masyarakat terpecah. Sebagian merasa bahwa pernyataan Dario itu jujur dan mencerminkan kenyataan hidup yang sulit mereka terima. Sebagian lagi menganggapnya sebagai pembelaan diri yang tak bertanggung jawab. Warga yang sudah muak dengan kebijakan kerajaan semakin marah. Protes semakin keras, namun pihak istana tetap diam.

Putri Valeria tak mau ketinggalan. Ketika dia mendengar kabar bahwa Dario mengaku nebeng, dia pun menanggapinya dengan senyum licik. Dalam sebuah pesta besar yang diadakan untuk para bangsawan, ia berdiri di hadapan tamu-tamu yang berpakaian mewah dan berkata, "Jika Dario nebeng nama besar ayah, aku nebeng kebebasan yang diberikan uang. Bukankah amal itu bermacam-macam bentuknya? Dan pesta adalah salah satunya. Aku menghibur orang-orang, memberi mereka kesempatan untuk bersenang-senang. Aku menyewa tempat, membeli kuliner rakyat. Tidakkah itu bentuk amal yang paling menyenangkan?"

Tamu-tamu yang hadir tertawa, seolah-olah ucapan Valeria hanyalah lelucon yang tak berarti. Namun bagi rakyat, itu seperti tamparan di wajah. Kesenjangan antara istana dan rakyat semakin nyata, dan kemarahan semakin memuncak.

**

Di sisi lain, Pangeran Fabian tidak tinggal diam. Dalam sebuah pertemuan rahasia dengan sekelompok pebisnis gelap yang sering mendapat keuntungan dari akses istana, ia berbicara dengan nada tenang namun penuh keyakinan. "Ayahku, Raja Lurano, memang raja yang baik. Tapi aku yang menentukan siapa yang boleh masuk, dan siapa yang tidak. Tanpa aku, pintu gerbang itu hanyalah pintu yang terkunci, tak ada yang bisa melewatinya."

Ucapan Fabian terdengar seperti ancaman. Ia sadar bahwa posisinya sangat bergantung pada kekuasaan ayahnya, tetapi ia menggunakan situasi itu untuk mempermainkan mereka yang ingin masuk ke dalam lingkaran kekuasaan. Ia nebeng pada wewenang ayahnya untuk memperkuat pengaruhnya sendiri.

***

(olahan AI oleh penulis)
(olahan AI oleh penulis)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun