Fatima hanya tersenyum. "Tidak apa-apa, Bu. Saya tidak sering ke mana-mana, lagipula, kalau Anda memang perlu cepat ke kota, lebih baik segera berangkat. Tidak usah khawatir."
Pulung ragu sejenak, lalu melihat motor Fatima yang tampak masih layak jalan. "Baiklah, kalau begitu saya pinjam sebentar. Tapi saya janji, setelah urusan saya selesai, saya akan segera kembalikan."
"Silakan," jawab Fatima. Kemudian ia berjalan masuk ke rumah dan kembali dengan selembar uang Rp100 ribu. "Ini untuk bensin, dan mungkin berjaga-jaga di jalan."
Mata Pulung melebar. "Bu, ini terlalu banyak. Saya tak enak hati."
Fatima menggenggam tangan Pulung, memaksa uang itu tetap berada di sana. "Tidak apa-apa. Jalan ke kota jauh, siapa tahu nanti perlu sesuatu. Lebih baik bersiap-siap."
Dengan hati yang penuh terima kasih, Pulung menerima motor dan uang itu. "Terima kasih banyak, Bu Fatima. Saya akan segera kembalikan setelah urusan saya selesai."
Fatima hanya tersenyum. "Berhati-hatilah di jalan."
Sore menjelang malam, Fatima sedang duduk di teras kecil rumahnya sambil mendengar suara gemericik air dari ember yang dipakai untuk mencuci piring. Pak Hasan sudah tertidur di kamarnya, dan hari itu Fatima merasa damai, meski sedikit lelah. Ia berharap Pulung bisa menyelesaikan urusannya dengan baik.
Tak lama kemudian, suara motor terdengar lagi dari kejauhan. Fatima mengenali suaranya.
Pulung tiba dengan senyuman yang lebih lebar dari sebelumnya, membawa motor yang kini terlihat bersih dan suara mesinnya halus.
"Assalamu'alaikum, Bu Fatima," sapanya ramah, turun dari motor.