Mohon tunggu...
Alfred Benediktus
Alfred Benediktus Mohon Tunggu... Editor - Menjangkau Sesama dengan Buku

Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Teladan Kerendahan Hati Paus dan Refleksi dari Kehidupan Yesus

4 September 2024   08:55 Diperbarui: 5 September 2024   13:08 659
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Perjumpaan sesama Jesuit, dokumen: Kunarwoko, IKAFITE)

Menulis tentang Paus Fransiskus yang sedang melakukan kunjungan apostolik dan kenegaraan di Indonesia seperti sebuah keran air yang terus mengalirkan ide. Ini tulisan ketujuh tentang Paus Fransiskus. Ada banyak sekali keutamaan yang bisa menginspirasi kita. Ketika pertama kali dia terpilih menjadi Paus, saya langsung menulis buku berjudul "Paus Fransiskus, Pregate Per Me" yang kemudian menjadi buku best seller saya. Ketika penerbit lain belum menerbitkannya, saya sudah mencetak ulang tiga kali. Dari buku ini saya terinspirasi untuk memberi anak nomor dua dengan nama Fransiskus juga. Dari buku ini juga saya bisa membangun rumah sederhana yang kami tempati saat ini.

Hari-hari ini, Paus Fransikus sedang berada bersama umat Katolik se-Indonesia yang berada di negara yang berpenduduk muslim terbesar dunia. Kehadirannya seakan membuka banyak topeng tentang pelayanan dan kepemimpinan yang diperlihatkan dari "dunia lain" di luar kepemimpinan dan pelayanan paus.

Ketika banyak pemimpin tampil dengan pamrih pribadi (yang bisa jadi sangat politis) Paus memperlihatkan sebuah sisi kemanusiaan seorang pemimpin yakni hadir sebagai sesama yang membiarkan telinganya mendengarkan banyak keluhan, tangan yang lembut mengulur untuk menghibur mereka yang terhimpit beban kehidupan seolah sambil berkata, "Jangan takut, engkau tak sendirian, Tuhan Yesus sudah lebih dulu mengalaminya bagi kita."

Paus Fransiskus memberi salam saat menaiki mobil Innova Zenix setibanya dari Vatikan di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Jakarta, Selasa (3/9/2024). [BAY ISMOYO/AFP]
Paus Fransiskus memberi salam saat menaiki mobil Innova Zenix setibanya dari Vatikan di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Jakarta, Selasa (3/9/2024). [BAY ISMOYO/AFP]

Pada tulisan kali ini, saya ingin memperdalam makna dan sikap Paus yang mau menggunakan pesawat komersial, dijemput dengan mobil Kijang, dan duduk di samping sopir. 

Tindakan Paus memberikan pesan mendalam tentang kerendahan hati dan pelayanan yang tulus. Tindakan sederhana ini, meskipun tidak disorot sebagai hal besar dalam protokol kepemimpinan dunia, memiliki makna spiritual yang kuat dan selaras dengan ajaran Yesus Kristus dalam Injil.

Kerendahan Hati sebagai Cerminan dari Yesus Kristus

Dalam Injil, Yesus Kristus secara konsisten menunjukkan kerendahan hati yang luar biasa. Salah satu contoh paling kuat adalah ketika Yesus membasuh kaki murid-murid-Nya sebelum Perjamuan Terakhir. 

Dalam Yohanes 13:14-15, Yesus berkata, "Jadi jikalau Aku, Tuhan dan Gurumu, membasuh kakimu, maka kamu pun wajib saling membasuh kaki. Sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu."

Tindakan Yesus ini adalah simbol dari pelayan sejati, yang meskipun memiliki kuasa ilahi, memilih untuk melayani orang lain dengan rendah hati. Sikap Paus yang memilih moda transportasi sederhana mencerminkan teladan ini. Dia menolak kemewahan dan memilih kesederhanaan, menunjukkan bahwa kepemimpinan sejati tidak harus diukur oleh kemewahan atau status, melainkan oleh kerendahan hati dan pelayanan kepada orang lain.

(Perjumpaan sesama Jesuit, dokumen: Kunarwoko, IKAFITE)
(Perjumpaan sesama Jesuit, dokumen: Kunarwoko, IKAFITE)

Kedekatan dengan Umat sebagai Bentuk Pelayanan

Yesus selalu mendekati orang-orang tanpa memandang latar belakang mereka, bergaul dengan pemungut cukai, pendosa, dan mereka yang terpinggirkan. Dalam Matius 9:10-12, Yesus berkata, "Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit. Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa." 

Dengan menempatkan dirinya di samping sopir dalam mobil Kijang yang sederhana, Paus menunjukkan bahwa ia ingin dekat dengan semua orang, terlepas dari status atau kedudukan mereka. Sikap ini mengingatkan kita bahwa seorang pemimpin Kristen harus selalu ada di tengah umatnya, tanpa tembok pembatas yang memisahkan.

Paus yang memilih untuk duduk di samping sopir dalam mobil Kijang yang sederhana adalah tindakan yang penuh makna. Ini bukan sekadar pilihan transportasi, melainkan simbol nyata dari pendekatan yang rendah hati dan inklusif dalam kepemimpinan. Dengan duduk di depan, setara dengan pengemudi, Paus menunjukkan bahwa ia tidak ingin ada jarak antara dirinya dan orang-orang yang dilayaninya, terlepas dari status atau kedudukan mereka.

Sikap ini mencerminkan prinsip dasar kepemimpinan Kristiani, di mana seorang pemimpin seharusnya tidak mengisolasi diri atau menciptakan tembok pemisah yang membuatnya jauh dari umatnya. 

Sebaliknya, seorang pemimpin Kristen harus selalu berada di tengah-tengah umatnya, seperti yang dicontohkan oleh Yesus Kristus dalam pelayanan-Nya di dunia. Yesus tidak pernah memisahkan diri dari orang-orang yang membutuhkan-Nya; Ia selalu berada di antara mereka, mendengarkan, menyembuhkan, dan mengajarkan cinta dan kerendahan hati.

Dengan menempatkan dirinya di posisi yang sederajat dengan orang lain, Paus memberikan teladan penting bahwa kepemimpinan sejati tidak dilihat dari seberapa tinggi posisi atau status seseorang, tetapi dari seberapa dekat dan seberapa besar keterlibatan pemimpin tersebut dengan kehidupan orang-orang yang dipimpinnya. 

Ini adalah pengingat bahwa, dalam iman Kristiani, nilai-nilai seperti kerendahan hati, kedekatan, dan pelayanan adalah fondasi utama dari kepemimpinan yang efektif dan penuh makna.

Makna Pelayanan dan Penolakan Kemewahan

Yesus menolak godaan untuk mengejar kemewahan dan kekuasaan duniawi, seperti yang terlihat dalam kisah pencobaan di padang gurun (Matius 4:8-10). Dia memilih jalan pelayanan dan pengorbanan daripada kekayaan dan kemuliaan duniawi. 

Paus, dalam tindakannya yang memilih transportasi sederhana, mengikuti jejak ini. Dia menolak segala bentuk kemewahan yang seringkali melekat pada jabatan tinggi dan memilih untuk menunjukkan kepada dunia bahwa inti dari kepemimpinan Kristen adalah pelayanan yang tulus dan sederhana, bukan pada "penepukan dada" ini loh pemimpinmu yang glamour dan hebat.

Paus, dalam tindakannya yang memilih transportasi sederhana, secara jelas mengikuti jejak Yesus Kristus. Dengan menolak segala bentuk kemewahan yang sering kali melekat pada jabatan tinggi, Paus menunjukkan bahwa inti dari kepemimpinan Kristen terletak pada pelayanan yang tulus dan sederhana. 

Tindakan ini adalah bentuk nyata dari penolakan terhadap mentalitas "penepukan dada," di mana seorang pemimpin merasa perlu memamerkan kekuasaan dan kemewahan untuk menunjukkan kehebatannya.

Paus sebaliknya memilih untuk menunjukkan bahwa kekuatan sejati seorang pemimpin tidak diukur dari seberapa glamour atau megah gaya hidupnya, tetapi dari seberapa besar komitmennya untuk melayani dengan rendah hati. 

Dia mengingatkan dunia bahwa kepemimpinan yang otentik bukanlah tentang pencitraan atau menonjolkan diri, melainkan tentang pengabdian yang tulus kepada orang lain. 

Ini adalah pesan kuat bahwa seorang pemimpin Kristen seharusnya mengutamakan nilai-nilai kerendahan hati, kesederhanaan, dan kedekatan dengan umat, menolak segala bentuk pameran kemewahan yang justru menjauhkan mereka dari esensi pelayanan yang sejati.

Pandangan Ahli tentang Kepemimpinan Kristiani

Dr. Henri J.M. Nouwen, seorang teolog dan penulis spiritual terkenal, dalam bukunya In the Name of Jesus: Reflections on Christian Leadership mengatakan, "Kepemimpinan yang benar haruslah berakar dalam kerendahan hati dan pelayanan, bukan dalam dominasi dan kontrol." Kutipan ini menekankan esensi sejati dari kepemimpinan Kristiani. 

Dalam konteks ini, kepemimpinan bukanlah tentang kekuasaan atau otoritas yang digunakan untuk menguasai orang lain, melainkan tentang bagaimana seorang pemimpin dengan rendah hati melayani mereka yang dipimpinnya.

Kepemimpinan yang berakar pada kerendahan hati mengutamakan kesejahteraan orang lain di atas kepentingan pribadi, dan pelayanan yang tulus menjadi inti dari tindakan dan keputusan seorang pemimpin. 

Ini sejalan dengan teladan Yesus Kristus, yang meskipun memiliki segala kuasa, memilih untuk melayani dan mengorbankan diri bagi umat manusia, menunjukkan bahwa kekuatan sejati terletak pada pengabdian dan kasih.

Kutipan ini mengajak para pemimpin, terutama dalam konteks iman, untuk mengevaluasi kembali motivasi dan pendekatan mereka dalam memimpin, memastikan bahwa tindakan mereka mencerminkan nilai-nilai yang diajarkan oleh Kristus, yaitu kerendahan hati dan pelayanan kepada sesama.

Paus telah menunjukkan bahwa kepemimpinan yang diilhami oleh ajaran Kristus adalah tentang melayani dengan rendah hati, mendekati mereka yang dipimpin, dan menolak godaan untuk menjadi pusat perhatian atau mencari kemuliaan duniawi.

Tindakan Paus ini mengingatkan kita akan esensi sejati dari kepemimpinan Kristen: kerendahan hati, pelayanan kepada sesama, dan penolakan terhadap kemewahan yang memisahkan pemimpin dari rakyat. Seperti Yesus yang datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani, Paus juga memberikan teladan bagi kita semua bahwa kebesaran seorang pemimpin diukur oleh kesederhanaan dan pengabdiannya kepada orang lain.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun