Mohon tunggu...
Alfred Benediktus
Alfred Benediktus Mohon Tunggu... Editor - Menjangkau Sesama dengan Buku

Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Di Balik Cahaya Pedalaman

1 September 2024   14:16 Diperbarui: 1 September 2024   14:23 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di Balik Cahaya Pedalaman

(Tentang Perjuangan Para Orang tua Angkat dan Donatur untuk menolong orang bisa sekolah)

Desa kecil di pedalaman itu jauh dari gemerlap kota. Ada sepasang suami istri bernama Pak Budi dan Ibu Sari. Mereka bukanlah orang kaya raya, tetapi hati mereka seluas samudra. Sejak muda, mereka bercita-cita untuk mengabdikan diri mereka kepada sesama, terutama kepada anak-anak yang kurang beruntung. Keduanya percaya bahwa pendidikan adalah jalan menuju masa depan yang lebih baik. Dengan niat tulus, mereka memulai langkah kecil yang kemudian menjadi gerakan besar: membantu anak-anak di pedalaman untuk bisa sekolah dan mencapai pendidikan tinggi.

Pak Budi dan Ibu Sari telah menikah selama lebih dari tiga puluh tahun. Sejak awal pernikahan mereka, pasangan ini selalu bahu-membahu membantu anak-anak yang membutuhkan. Mereka percaya bahwa setiap anak berhak mendapatkan pendidikan yang layak, tanpa memandang latar belakang atau kondisi ekonomi keluarganya. Karena keyakinan itulah, mereka rela berkorban, bahkan dari penghasilan mereka sendiri, untuk membantu anak-anak di pedalaman.

Suatu hari, Pak Budi dan Ibu Sari memutuskan untuk memanfaatkan jaringan pertemanan mereka yang luas. Mereka menghubungi teman-teman lama, kenalan, dan bahkan orang-orang yang baru mereka temui, dengan satu tujuan: mengumpulkan dana beasiswa bagi anak-anak di pedalaman. Ternyata, respons yang mereka terima sungguh luar biasa. Banyak yang percaya pada ketulusan hati Pak Budi dan Ibu Sari, dan mereka dengan sukarela menyumbangkan dana untuk membantu misi mulia ini.

Dengan dana yang terkumpul, Pak Budi dan Ibu Sari memulai perjalanan mereka ke desa-desa terpencil. Mereka mendatangi sekolah-sekolah yang kekurangan, bertemu dengan kepala sekolah, guru, dan para orang tua untuk mengetahui anak-anak yang paling membutuhkan bantuan. Setiap kali mereka menemukan anak yang berpotensi, tetapi terhambat oleh masalah keuangan, hati mereka terasa hangat. Mereka merasa telah menemukan mutiara yang harus diasah agar bisa bersinar terang di masa depan.

Salah satu anak yang mereka bantu adalah Anwar, seorang anak laki-laki yang cerdas namun berasal dari keluarga yang sangat miskin. Orang tua Anwar bekerja sebagai buruh tani, dan tidak mampu membiayai sekolah anak mereka. Pak Budi dan Ibu Sari, setelah mengetahui keadaan Anwar, segera menyalurkan beasiswa untuknya. Dengan bantuan itu, Anwar dapat melanjutkan pendidikannya ke SMA, dan akhirnya diterima di universitas terkemuka.

Namun, tidak semua anak yang mereka bantu tahu berterima kasih. Ada beberapa anak yang, setelah mendapatkan beasiswa, seolah-olah melupakan Pak Budi dan Ibu Sari. Mereka jarang, atau bahkan tidak pernah, mengirimkan kabar atau laporan hasil studi. Salah satunya adalah Ratih, seorang gadis yang sangat beruntung bisa kuliah berkat bantuan beasiswa yang disalurkan oleh pasangan ini. Ratih adalah anak yang cerdas dan penuh semangat, namun sayangnya, setelah masuk ke dunia perkuliahan, ia seolah lupa akan segala bantuan yang telah diterimanya. Ia sibuk dengan kehidupannya sendiri dan tak pernah mengucapkan terima kasih atau memberi kabar kepada Pak Budi dan Ibu Sari.

Ibu Sari sering merasa sedih jika mengingat anak-anak yang tak tahu berterima kasih seperti Ratih. "Bagaimana bisa mereka melupakan orang-orang yang telah membantu mereka mencapai impian?" pikirnya. Namun, Pak Budi selalu menenangkan istrinya. "Kita tidak bisa memaksa orang untuk berterima kasih, Bu. Yang penting, kita sudah melakukan bagian kita. Tuhan tahu apa yang kita lakukan, dan itu yang terpenting."

(dokpri: GemAIBOT)
(dokpri: GemAIBOT)

Setiap kali ada anak yang berhasil, Pak Budi dan Ibu Sari merasakan kebahagiaan yang tak tergambarkan. Mereka selalu membagikan kabar sukacita ini kepada teman-teman yang telah mempercayakan dana beasiswa kepada mereka. Sering kali, teman-teman mereka juga ikut merasa bangga dan terharu atas keberhasilan anak-anak tersebut.

Namun, kebahagiaan mereka tidak selalu bertahan lama. Ada juga saat-saat di mana mereka menghadapi kesulitan yang luar biasa. Beberapa kali, mereka hampir kehilangan harapan karena berbagai tantangan yang datang silih berganti. Ada kalanya dana beasiswa yang terkumpul tidak cukup untuk menutupi biaya pendidikan semua anak yang membutuhkan. Ada juga saat-saat di mana mereka harus menghadapi kritik dari orang-orang yang tidak percaya pada niat baik mereka. Namun, di tengah semua itu, Pak Budi dan Ibu Sari tidak pernah menyerah.

Suatu hari, Anwar yang kini sudah menjadi seorang insinyur sukses, datang menemui Pak Budi dan Ibu Sari. Ia membawa sebuah bingkisan kecil sebagai tanda terima kasih. Anwar sangat bersyukur atas segala bantuan yang telah diberikan oleh pasangan ini, dan ia ingin memberikan sesuatu sebagai balasan. Pak Budi dan Ibu Sari merasa sangat terharu. Bukan karena bingkisan yang mereka terima, tetapi karena Anwar masih mengingat mereka dan berterima kasih.

Kisah Anwar mengingatkan Pak Budi dan Ibu Sari akan arti sejati dari perjuangan mereka. Mereka tidak mencari pujian atau balasan materi, tetapi mereka ingin melihat anak-anak yang mereka bantu berhasil dan menjadi orang yang berguna bagi masyarakat. Bagi mereka, itulah hadiah terindah yang bisa mereka terima.

Di akhir hari, ketika senja mulai merangkak naik, Pak Budi dan Ibu Sari duduk bersama di teras rumah mereka yang sederhana. Mereka memandangi langit yang mulai memerah, dengan hati yang dipenuhi rasa syukur. "Kita mungkin tidak akan pernah tahu semua hasil dari kebaikan yang kita tanam, tetapi yang pasti, kita telah berusaha semaksimal mungkin," kata Pak Budi sambil menggenggam tangan istrinya.

Ibu Sari tersenyum, menatap suaminya dengan penuh cinta. "Ya, Pak. Kita telah melakukan yang terbaik. Biarlah Tuhan yang melanjutkannya."

Di balik setiap perjuangan yang mereka lakukan, di balik setiap kekecewaan yang kadang menyapa, Pak Budi dan Ibu Sari tetap teguh. Mereka tahu, di suatu tempat di pedalaman, ada anak-anak yang sedang meniti masa depan mereka berkat bantuan yang telah disalurkan. Bagi pasangan ini, itulah cahaya yang tidak akan pernah padam, dan mereka akan terus berusaha menjadi saluran berkat, meskipun balasan yang mereka terima tidak selalu seperti yang diharapkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun