Mohon tunggu...
Alfred Benediktus
Alfred Benediktus Mohon Tunggu... Editor - Menjangkau Sesama dengan Buku

Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Senja yang Suram untuk Sang Raja

26 Agustus 2024   16:06 Diperbarui: 26 Agustus 2024   16:32 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Senja yang Suram untuk Sang Raja

Senja yang suram merayap perlahan di langit kerajaan, menghantarkan bayang-bayang kelabu yang melingkupi seluruh negeri. Istana megah berdiri angkuh di puncak bukit, memandang dengan penuh kesombongan kepada desa-desa yang berbaris rapi di bawahnya. Dinding-dindingnya, yang dahulu bercahaya emas, kini mulai memudar, seakan-akan ikut merasakan ketidakadilan yang menggerogoti kerajaan itu.

Raja Agung, yang pernah dihormati dan dipuja, kini duduk di atas singgasananya dengan wajah yang penuh keangkuhan. Mahkota emas yang berkilauan bertengger di atas kepalanya, namun di balik kemegahan itu, ada jiwa yang kering dan penuh dengan kebencian. Dulu, rakyat menyebutnya sebagai pemimpin bijak, tetapi itu semua telah lama terlupakan. Kini, yang tertinggal hanyalah bayang-bayang keagungan yang perlahan-lahan pudar di senjakala masa kekuasaannya.

Raja Agung berasal dari kalangan rakyat jelata. Sebelum takdir membawanya ke istana, ia hanyalah seorang pemuda sederhana yang dikenal akan kebijaksanaan dan kerendahhatiannya. Nasibnya berubah ketika seorang raja tua tanpa ahli waris memilihnya sebagai penerus takhta. Pilihan ini didasarkan pada desas-desus tentang kebaikan hatinya dan kecerdasannya yang luar biasa. Namun, tak lama setelah ia mengenakan mahkota, segalanya berubah. Kekuasaan yang begitu besar membuat Raja Agung perlahan-lahan melupakan asal usulnya. Ia mulai memandang rendah mereka yang pernah ia anggap sebagai saudara, dan hanya mengelilingi dirinya dengan para pembisik yang memberinya nasihat penuh puja-puji tanpa saringan.

"Saya adalah penguasa terhebat yang pernah ada," gumam Raja Agung pada dirinya sendiri, sembari memandang ke luar jendela besar yang menghadap ke kerajaan. "Tidak ada yang bisa menandingi kekuatanku. Aku telah membangun kerajaan ini dengan tanganku sendiri."

Namun, ia lupa bahwa kerajaan ini dibangun atas pengorbanan banyak orang. Ia lupa pada para petani yang telah bekerja keras menghasilkan pangan, pada para prajurit yang telah mempertaruhkan nyawa mereka untuk melindungi perbatasan, dan pada para penasihat tua yang pernah memberinya arahan bijak. Kini, Raja Agung lebih suka mendengar bisikan para penjilat yang hanya mengatakan apa yang ingin ia dengar.

"Yang Mulia," seorang menteri yang licik berbicara dari sudut ruangan. "Rakyat itu hanya layak untuk melayani dan memuja Anda. Mereka harus tahu siapa yang berkuasa di sini. Tidak perlu mendengar keluhan mereka. Mereka hanyalah kaum lemah yang tidak mengerti bagaimana kerajaan ini dijalankan."

Raja Agung tersenyum licik, senang mendengar kata-kata yang membesarkan egonya. "Benar, mereka semua harus tunduk padaku. Aku adalah penguasa yang mutlak."

Hari demi hari, Raja Agung semakin terperangkap dalam jaring kesombongan dan keserakahannya. Ia memerintahkan agar pajak dinaikkan hingga tiga kali lipat, memaksa rakyat yang sudah miskin untuk menyerahkan semua yang mereka miliki. Jika ada yang berani menentang, mereka akan dihukum dengan kejam, dipenjara, atau bahkan dihukum mati. Kekejamannya tak mengenal batas. Ia menghancurkan desa-desa yang dianggap tidak patuh, membakar rumah-rumah dan ladang-ladang, mengirimkan sinyal ketakutan yang mematikan ke seluruh negeri.

"Saya adalah Raja yang paling berkuasa!" seru Raja Agung, memandang ke arah negerinya yang tertutup debu perang dan penderitaan. "Tidak ada yang bisa menentang kehendakku."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun