Banyak orang berpikir bahwa memaafkan berarti memberi kebebasan kepada orang yang telah melukai kita. Namun, kenyataannya adalah, memaafkan lebih UNTUK DIRI KITA SENDIRI DARIPADA UNTUK ORANG LAIN. Memaafkan sering kali dianggap sebagai tindakan mulia, tetapi pertanyaan "Untuk siapa kita memaafkan?" mengundang refleksi mendalam.
Ketika kita memaafkan, kita melepaskan diri dari belenggu rasa sakit dan kebencian yang bisa menggerogoti kebahagiaan kita. Dengan memaafkan, kita mengambil kembali kendali atas kehidupan kita dan membuka pintu bagi kedamaian batin. Dengan memaafkan kita tidak membiarkan diri ditindas oleh perasaan negative yang berkepanjangan. Berikut beberapa pendapat dari para ahli tentang untuk siapa kita sebenarnya memaafkan:
Pertama, Untuk Diri Sendiri. Menurut psikolog klinis Dr. Everett Worthington, memaafkan orang lain sebenarnya lebih banyak manfaatnya untuk diri sendiri. Ketika seseorang memaafkan, mereka melepaskan beban emosional yang berat, seperti kemarahan, dendam, dan kebencian. Hal ini dapat meningkatkan kesehatan mental, mengurangi stres, dan meningkatkan kesejahteraan umum. Worthington berpendapat bahwa dengan memaafkan, kita membebaskan diri dari belenggu perasaan negatif yang dapat merusak hidup kita sendiri.
Kedua, untuk Hubungan yang Lebih Baik. Dr. Fred Luskin, direktur Proyek Pengampunan di Stanford, berpendapat bahwa memaafkan juga penting untuk memperbaiki dan mempertahankan hubungan yang berharga. Memaafkan memungkinkan seseorang untuk melewati konflik dan melanjutkan hubungan dengan cara yang lebih sehat. Ini bukan hanya untuk kebaikan diri sendiri tetapi juga untuk menjaga kedamaian dan keharmonisan dalam hubungan.
Ketiga, untuk Pertumbuhan Spiritual. Dalam konteks spiritual, Marianne Williamson, seorang penulis dan pengajar spiritual, menyatakan bahwa memaafkan adalah tindakan cinta yang penting dalam pertumbuhan spiritual seseorang. Williamson menekankan bahwa kita memaafkan untuk mendekatkan diri pada nilai-nilai kemanusiaan dan cinta kasih yang lebih tinggi, yang pada akhirnya membawa kita pada kedamaian batin.
Keempat, untuk Komunitas dan Masyarakat. Ahli filsafat dan teolog Desmond Tutu, melalui karyanya dalam proses rekonsiliasi di Afrika Selatan, menunjukkan bahwa memaafkan bukan hanya untuk individu, tetapi juga untuk komunitas dan masyarakat. Dengan memaafkan, kita berkontribusi pada penyembuhan kolektif dan membangun kembali kepercayaan di antara orang-orang, yang sangat penting dalam konteks konflik sosial dan ketidakadilan.
Bagaimana Jika Masih Sulit Memaafkan?
Memaafkan bukanlah proses yang instan, dan terkadang sangat sulit dilakukan, terutama jika luka yang ditimbulkan sangat dalam. Dari pengalaman pribadi, ketika mengolah luka batin masa kecil, bahkan pengalaman negative yang kita peroleh sejak dalam kandungan ibu pun membuat kita amat terluka.
Dalam pengolahan (lewat meditas dan kontemplasi) pada tahun 1994 itu, mama melihat perlakuan negative yang dialami mama saya selama saya masih dalam kandungan ibu. Ketika dikonfirmasi penemuan itu, mama membenarkan semua temuan batin itu. Penemuan luka masa lalu itu amat berat, butuh proses yang tidak sebentar. Dan berkat pendampingan dari pastor yang ahli di bidang itu, saya bisa melewatinya.
Berdasarkan pengalaman pribadi dan beberapa bahan bacaan lainnya, berikut beberapa solusi yang bisa membantu:
Pertama, Berikan Waktu. Jangan memaksakan diri untuk memaafkan sebelum Anda siap. Karena jika demikian hanyalah sebuah rasionalisasi yang tidak menyentuh akar kesakitan, hanya sebuah "hiburan" bahwa kita sudah memaafkan. Memaafkan membutuhkan waktu, dan prosesnya berbeda bagi setiap orang.